Jamaah Haji Lansia Kerap Alami Demensia, Apa Itu dan Bagaimana Gejalanya?

Jamaah Haji Lansia Kerap Alami Demensia, Apa Itu dan Bagaimana Gejalanya?

Demensia yang dialami jamaah lansia dipicu beragam penyebab.

Sejumlah calon jamaah haji Indonesia, utamanya mereka yang lanjut usia (di atas 65 tahun), disinyalir mengalami gejala demensia ketika berada di Tanah Suci  dengan gejala penurunan kemampuan berpikir dan ingatan seseorang.

Hingga hari ke-10 proses kedatangan jamaah gelombang pertama ke  Madinah, petugas haji kerap menemukan jamaah lansia yang lupa arah jalan pulang, bahkan lupa nama keluarga atau di mana dia berasal. Kondisi ini sangat dimungkinkan mengingat jamaah lansia pada musim haji tahun ini cukup banyak, mencapai sekitar 45 ribu orang.

Kepala Seksi Layanan Lansia, Disabilitas, dan PKP3JH (Penanganan Krisis dan Pertolongan Pertama pada Jamaah Haji) Dokter Leksmana Arry Chandra mengatakan ada peserta lansia yang mengalami demensia saat sedang menunaikan ibadah haji, baik lupa nama, keluarga, atau merasa dirinya masih berada di kampung halaman.

“Gangguan ini secara umum dipicu oleh dua hal, baik karena faktor sosial atau psikososial, maupun faktor pribadi atau psikologis. Selain itu juga dipicu oleh faktor biologis,” kata dokter yang sehari-hari bertugas di Daerah Kerja (Daerah Kerja)  Madinah, Selasa (21/5/2024).

Gangguan ini, kata Leksmana, biasanya dipicu faktor genetik. Mereka sudah memiliki potensi gangguan kejiwaan, kemudian kambuh lagi setibanya di Arab Saudi.

Demensia biasanya diikuti dengan gangguan cara berpikir, seperti disorientasi tempat, waktu, dan orang-orang di sekitarnya. Gejala yang bisa terlihat di awal biasanya seperti mudah lupa, terutama untuk kejadian-kejadian yang baru saja dialami.

Kemudian, sulit mempelajari hal baru, sulit konsentrasi, termasuk sulit mengingat waktu dan tempat, terutama setelah mereka berpindah dari kampungnya.

Bahkan tim Media Center Haji (MCH) sering menemukan jamaah yang menunggu di pinggir jalan sendirian. Ketika dievakuasi mereka beranggapan masih berada di kampung halaman. Bahkan ada peserta lansia beranggapan tengah menanti angkutan kota (angkot) untuk pulang ke rumah ketika ditanya tim MCH.

“Jamaah yang mengalami demensia perlu diberikan stimulasi kognitif. Misalnya dengan mengajak pasien ngobrol dan bersosialisasi atau melakukan pendampingan terhadap pasien untuk mencegah terjadinya demensia,” katanya.

Setelah pasien pulih, tetap perlu pendampingan. Sebab, demensia sewaktu-waktu bisa muncul terutama disebabkan kelelahan dan dehidrasi. Bagi jamaah lansia sangat disarankan beristirahat yang cukup dan tidak memaksakan diri beraktivitas di luar kegiatan ibadah haji.

Senada dengan Leks, Kepala Seksi Kesehatan Haji Indonesia Daker  Madinah Karmijono mengatakan demensia yang dialami jamaah lansia dipicu beragam penyebab, antara lain kekurangsiapan jamaah lansia untuk perjalanan jauh, terutama yang berangkat tanpa pendamping, stres karena pertama kali naik pesawat, duduk dalam waktu lama bukan dengan keluarga, menahan haus, lapar, dan buang air kecil.

“Pemicunya banyak. Lansia mungkin mengalami ketakutan di pesawat, tapi mereka tidak mengungkapkan perasaannya sehingga membuat lansia stres dan memicu munculnya demensia,” katanya.

Kemampuan berpikir dan adaptasi lansia yang cenderung menurun, kata dia, berpengaruh terhadap daya adaptasi dan fleksibilitas terhadap lingkungan baru.

“Mereka sulit mengatasi masalah. Untuk penyebab pasti tergantung jenis demensia, karena ini sindroma otak progresif. Terlihat dengan gejala memori, perubahan perilaku, dan lain-lain. Tapi sebenarnya bergantung juga pada kepribadian masing-masing lansia,” tuturnya.

Lansia yang memiliki penyakit organik sebelumnya seperti gula atau hipertensi, juga berisiko untuk alami demensia, terutama bila tidak rutin minum obat.

Karmijono menekankan masyarakat yang memiliki keluarga lansia yang akan berangkat berhaji untuk mempersiapkan mental orang tua jauh-jauh hari. Mereka diajak bersosialisasi dengan rekan-rekan satu rombongannya agar sudah mengenal sejak di Tanah Air.

“Pada saat manasik dan bimbingan seharusnya lansia sudah disiapkan mentalnya. Diberitahu bahwa akan melakukan perjalanan jauh. Diakrabkan dengan rekan satu rombongannya. Jika sudah ada kenalan sebelum perjalanan, mereka kemungkinan tidak akan stres karena ada teman bicara,” kata Karmijono.

Dia juga mengingatkan jamaah lansia tidak langsung melaksanakan ibadah saat tibanya di Tanah Suci. Jamaah sebaiknya beristirahat terlebih dulu dan makan makanan yang bergizi.

Keluarga pendamping atau rekan sekamar juga diminta untuk sering-sering menyapa dan mengajak berbincang.

“Mereka sensitif. Ketua rombongan sebaiknya menciptakan suasana kelompok yang saling mendukung sehingga lansia tidak merasa sendiri,” katanya.

IHRAM