Roshdul Qiblat yang akan terjadi pada Jumat (27/5) mengingatkan kembali betapa penting peran Ka’bah di Masjidil Haram sebagai lambang penyatu umat Islam. Peran Ka’bah sebagai satu-satunya arah dalam Shalat membuat umat Islam harus menyingkirkan ego sektoralnya saat menunaikan shalat.
Hanya, tahukah Anda jika ternyata Ka’bah kemungkinan bukan sekadar penyatu umat Islam, tetapi juga menjadi pusat dari bumi? Dikutip dari artikel Harian Republika, Mukjizat Ka’bah yang ditulis Okrisal Eka Putra, The Egyptian Scholar of the Sun and Space Reserch Center yang berpusat di Kairo memublikasikan hasil penelitian Prof Hussain Kamel yang menemukan sebuah fakta bahwa Makkah adalah pusat bumi. Dalam penelitiannya, ia menyimpulkan kedudukan Makkah betul-betul berada di tengah-tengah dataran bumi.
Awal penelitiannya hanya untuk mengetahui arah kiblat di kota-kota besar dunia dengan menggunakan perkiraan matematika dan kaidah yang disebut “spherical triangle” ia mulai menggambar suatu lingkaran dengan Makkah sebuah titik pusatnya, dan garis luar lingkaran adalah benua-benuanya. Dia dibantu dengan topografi tahun 90-an yang telah menjadi teori yang mapan bahwa secara ilmiah lempengan-lempengan bumi terbentuk selama usia geologi yang panjang, bergerak secara teratur di sekitar lempengan Arab.
Lempengan-lempengan itu secara terus-menerus memusat ke arah Makkah. Berdasarkan hasil penelitian ini, Arab Saudi meresponsnya dengan memulai proyek besar untuk mengganti rujukan waktu dunia dari GMT (Greenwich Mean Time) menjadi Makkah Mukarromah Time ( MMT). Dengan demikian, Kota Makkah bukan hanya sekadar arah kiblat, tetapi juga sebagai pusat koordinasi hitungan waktu. Jika waktu MMT ini diterapkan, akan memudahkan bagi setiap Muslim untuk mengetahui waktu shalat.
Bagi umat Islam, menghadap kiblat merupakan syarat sah shalat karena adanya perintah dalam Alquran surah Albaqarah ayat 144-149. Kesepakatan ini berlaku pada shalat fardu (wajib) dalam keadaan aman. Ketika dalam keadaan tidak aman dan menakutkan (seperti dalam keadaan perang) atau orang yang sedang dalam perjalanan di atas kendaraan, boleh setelah awalnya menghadapkiblat, selanjutnya mengikuti arah tujuan kendaraan.
Kalau kita berada di Masjidil Haram dan dekat dengan Ka’bah, ulama mengharuskan kita menghadap secara tepat ke bangunan Ka’bah. Dan, kalau kita berada di dalam Ka’bah, kita boleh menghadap ke mana saja kecuali ke arah pintu Ka’bah (menghadap keluar). Ini yang dicontohkan Rasulullah ketika beliau shalat di dalam Ka’bah, beliau diriwayatkan berjalan ke arah dinding dan shalat dua rakaat.