Keadilan Syuraih Al-Qadhi yang Mengabadi (1)

Cerita tentang sikap adil dan bijaksana dari Syuraih al-Qadhi merupakan keteladanan yang mengabadi. Apalagi, di tengah-tengah krisis penegakan hukum di Indonesia.

Integritas seorang hakim adalah kunci utama demi terwujudnya keadilan. Syuraih, sosok sederhana itu, seperti dikisahkan oleh Dr Abdurrahman Rafa’at Basya dalam kitab  Shuwar min Hayati Tabi’in, telah memukau dan membuat takjub hati Amirul Mukminin, Umar bin Khathab RA.

Suatu ketika, Umar kecewa dengan kuda yang dibelinya dari seorang Arab Baduwi. Dan, sahabat Rasulullah SAW itu hendak mengembalikan kudanya kepada sang penjual. Proses jual beli antara Umar bin Khathab dan Arab Baduwi itu memang semula berjalan lancar. Masing-masing pihak telah sepakat. Pembeli menerima barang dan penjual menerima uang atas barang yang dijualnya.

Setelah Umar pergi dari lokasi transaksi kira-kira jaraknya belasan kilometer, ia merasakan ketidaknyamanan pada tunggangannya. Setelah dicek, ternyata terdapat luka memar pada bagian tubuh kuda sehingga membuat kuda itu berlari tidak maksimal.

Mengetahui hal itu, Umar balik kanan berniat untuk mengembalikan kuda yang telah dibelinya itu. Karena perjalanan sudah jauh, Umar memperlambat laju kudanya agar bisa sampai di tempat tujuan dengan selamat.

Setelah sampai di lokasi tempat transaksi, ?Umar mendapati penjual sedang merawat kuda-kuda lainnya yang hendak dijual juga. Umar menghampirinya dan berkata:

“Wahai putra Arab Baduwi, ambil kembali kudamu. Hewan ini cacat,” kata Umar.

Mendengar perkataan Umar, orang Arab Baduwi itu tersentak kaget melihat  Umar mendatangi dengan muka penuh kekecewaan. Namun demikian, tidak lantas membuat orang Arab Baduwi itu langsung menuruti kemauan Umar.

“Tidak, wahai Amirul Mukminin. Aku telah menjualnya padamu tanpa cacat dan semua syarat sudah sah,” jawabnya.

 

sumber: Republika Online