Membaca sebuah kitab suci sudah menjadi rutinitas Keith, warga Illinois, Amerika Serikat. Sejak kecil dia melakukan itu setiap akhir pekan. Bahkan, dalam tujuh hari, dia bisa menyempatkan tiga hari hanya untuk membaca kitab suci.
Namun, ritual rutin itu tidak membuatnya merasakan ketenangan beragama. Batinnya selalu mempertanyakan apakah ada hal lain yang membuat seseorang lebih bisa merasakan dekat dengan Sang Pencipta. Adakah ajaran yang lebih mengarahkan insan untuk maju, berkembang, sehingga bisa menghasilkan budaya yang mendukung perkembangan hidup.
Kegelisahan itu semakin dia rasakan ketika dipercaya bertugas di Turki. Sebagai seorang militer, dia harus mampu memetakan potensi ancaman dan kondisi masyarakat sekitar. Itu bukan hal sulit bagi pria yang sudah 24 tahun aktif di sebuah satuan militer Amerika Serikat ini. Ketika itu, dia banyak bertemu dengan tokoh Muslim Turki. Keith sempat bertanya-tanya dalam hati ketika melihat mereka. Selama ini dia hanya mengetahui Is lam identik dengan radikalisme dan terorisme. Islam jauh dari istilah toleransi.
Jika bicara tentang Islam, banyak orang selalu mengaitkan risalah yang dibawa Rasulullah dengan berbagai keburukan. Namun, di Turki Keith tidak menemukan Islam yang seperti itu. Dia melihat peninggalan Turki Usmani seperti Masjid Hagia Sophia yang megah dan kaya dengan nilai seni. Keindahan arsitekturnya membuat siapa pun yang masuk ke dalam bangunan tua itu terpesona.
Tidak hanya itu, dia juga mengamati kehidupan masyarakat Muslim di Turki yang saling peduli. Mereka hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain. Perbedaan keyakinan tidak membuat mere ka saling bermusuhan. Justru mereka hidup rukun dan saling bersinergi untuk samasama menciptakan kehidupan yang penuh dengan rasa saling menghormati.
Dia kemudian memahami bahwa Islam secara keseluruhan tidak dapat dilihat dari tindakan beberapa orang saja. Islam adalah ajarannya bukan sekadar sikap atau perilaku beberapa orang. Karena, beberapa orang Muslim bisa saja bertindak yang tidak mencerminkan ajaran Islam.
Dalam beberapa pertemuan dengan tokoh Muslim di Turki, Keith kerap menanyakan Islam. Seperti apa ajarannya. Bagai mana perkembangan Islam. Apa yang membuat masyarakat di dunia meyakini Islam. Pertanyaan tersebut diajukannya un tuk mengenal lebih dalam tentang risalah yang dibawa oleh Muhammad SAW.
Ketika mengenal Islam, dia mulai menyadari ada beberapa kemiripan dengan aga ma yang dianut sebelumnya. Pesan dari ke dua agama ini tidak pernah ada yang ber ubah, selalu sama. Tetapi, ketika bersya hadat, dia memahami Islam adalah agama yang murni. Dalam Islam, dia mem ahami ketika berdoa tidak ada perantara kepada Tuhan. Berbeda dengan agama yang dianut sebelumnya yang mengajarkan doa harus melalui perantara.
Lalu, apa gunanya perantara da lam berdoa? Dia mempertanyakan masalah ini di agama sebelumnya. Namun, Keith ti dak menemukan jawaban yang memua sakan. Mantan prajurit itu berpen da pat, seharusnya antara hamba dan Sang Pen cipta tidak perlu ada perantara. Makhluk dapat lang sung memohon kepada Tuhan. Ini lah yang diajarkan Islam dan tidak diajarkan di agamanya dahulu. Dalam Islam, Tuhan tidak me mi liki anak dan tidak diperanakkan.
Sebelum memeluk Islam, Keith mempelajari Islam selama satu tahun. Dia mulai membaca berba gai sumber untuk mengetahui pe ngetahuan tentang Islam. Dia ingin memastikan dan menyadari sepenuhnya seperti apa Islam itu. Sedikit demi sedikit mantan tentara ini mulai memahami Islam, baik dalam sisi sejarah maupun ajarannya.
Dia melihat Islam memiliki keindahan. Hidup islami dapat dilakukan dengan cara sederhana. Keith mulai benar-benar secara terbuka dan mengakui memeluk Islam pada Desember 1998 di Flo rida. Dia meminta seseorang me nyaksikan prosesnya menjadi Mus lim. Setelah mengucapkan sya hadat, dia pun resmi memeluk Islam.
Selama ini Keith mengha biskan sebagian hidupnya bekerja di bidang militer. Hampir 24 tahun. Dia telah berkeliling dunia, mengenal budaya yang berbeda. Keith telah memeluk Islam selama 18 tahun terakhir. Baginya, hidup se bagai Muslim terasa indah. Perasaan dan pikirannya terbuka luas.
“Saya rutin membaca Alkitab tiga hingga empat kali dan memahaminya dengan baik. Saya mengetahui apa yang ditanamkan ajaran itu pada diri saya. Tetapi, saya merasa ada yang tidak sesuai,” kata dia.
Keith merasakan Islam banyak berpengaruh positif bagi kehidupan pribadinya. Dia mulai mema hami bahwa Muslim tidak seperti yang dia bayangkan selama ini. Dia tidak lagi merasa khawatir ke tika berhadapan dengan orang lain. Dia dapat bersinergi dengan ba nyak orang dari berbagai latar belakang. Tidak ada lagi yang da pat memberikan gambaran bu ruk tentang Islam karena Keith sudah memahami Islam dengan baik. “Saya melihat segala sesuatu da lam cahaya yang berbeda,” kata dia.
Setahun sebelum bertugas di Turki, ada kekhawatiran yang dira sakannya. Kekhawatiran ini semakin memuncak saat dia mulai belajar Islam hingga dia benar-benar bertobat dan bersyahadat. Dia khawatir akan seperti apa sikap keluarganya ketika mengetahui dia menjadi seorang Muslim.
Dia khawatir akan dijauhi, dicerca, bahkan dimaki karena berpindah agama. Padahal, selama ini dia dibesarkan oleh keluarga yang taat dengan agama selain Islam. Keith semakin khawatir sampai-sampai ingin berusaha menghindari keluar ganya. Dia takut saudara dan orang tuanya kecewa.
Sebelum dia meyakini dan belajar Islam terselip sebuah pertanyaan pada dirinya. “Mengapa saya harus pindah ke tempat lain jika orang yang saya lihat selama ini melakukan hal yang sama dengan yang saya lakukan” tanya Keith dalam hati.
Dalam waktu setahun, dia mulai menemukan jawaban atas pertanyaan itu. Dia mu lai bisa memahami perbedaan keduanya. Bagi dia, orang-orang yang seagama dengannya dulu tidak setia dengan keyakinannya.
Awalnya, dia sangat merasa kesulitan dalam mempelajari Islam. Dia harus mengikuti kursus selama beberapa bulan dengan berbagai materi. Tidak hanya itu, dia juga harus mendengarkan ceramah dan mengikuti kelas khusus bagi pemula secara rutin. Baginya, mempelajari Islam tidak sulit. “Oke, saya siap belajar Islam dan bisa memahaminya dengan mudah,” ujar dia.