PERSOALAN rezeki bisa menjadi problem ketika orang memandang bahwa rezeki itu hanya rezekinya, bukan rizqi keluarga. Suami yang sukses kemudian menjadi GR memandang rendah isterinya yang cuma nyadong atau numpang hidup.
Sebaliknya ketika saluran rezeki berpindah melalui isteri, sang isteri juga kemudian menjadi GR, memandang sebelah mata terhadap suami. Inilah yang sering menjadi kerikil tajam meski rezeki melimpah. Padahal sebenarnya rezeki itu adalah rezeki milik bersama. Bersama sekeluarga.
Alhamdulillah hingga saat ini hampir segala kebutuhan dalam keluarga ini selalu terpenuhi. Dalam obrolan kala itu Ummi sedikit berceramah tentang perbedaan antara keingingan dan kebutuhan. Berbicara tentang kekuasaan Allah, tentulah Allah yang lebih mengerti tentang hamba-hambaNya.
Ummi juga mengingatkan untuk selalu bersyukur dan tidak menjadi orang yang kufur nikmat. Memanfaatkan pemberian (atau lebih tepatnya titipan) Allah untuk hal kebaikan jika ingin dilipatgandakan pahalanya. Menghindari segala bentuk kesia-siaan.
“La insyakartum la aziidannakum”
* * * * * *
Jangan hanya keasyikan salat malam sampai melalaikan salat dhuha. “Kekasihku, Rasulullah SAW, berwasiat kepadaku mengenai tiga hal: Agar aku berpuasa sebanyak tiga hari pada setiap bulan, melakukan salat dhuha dua rakaat dan melakukan salat witir sebelum tidur.” ( H.R. Bukhari & Muslim ).
Dari Abu Hurairah Rasulullah saw telah bersabda, “Sesungguhnya di surga itu ada sebuah pintu yang disebut pintu Dhuha. Kelak di hari kiamat, para penikmat dhuha akan diundang secara khusus. Dikatakan kepada mereka, inilah pintu masuk kalian. Masuklah dengan rahmat-Ku.” (HR. Ath Thabarani)
Di dalam Surah Adh-Dhuha Allah berkata: “Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi.”
Pernahkah terlintas dalam benak kita mengapa Allah sampai bersumpah pada kedua waktu tersebut? Pada waktu itulah Allah sangat memperhatikan hambaNya yang getol mendekatkan diri. Ditengah malam yang sunyi, dimana mayoritas orang sedang tidur nyenyak tetapi hamba Allah yang pintar mengambil kesempatan disaat itu dengan bermujahadah melawan kantuk dan dinginnya malam dan air wudhu, bangun untuk menghadap, tidak lain hanya untuk mendekatkan diri kepadaNya.
Demikian juga dengan waktu dhuha, dimana orang-orang sibuk dengan kehidupan duniawinya. Mereka yang mengerti tentang faidahnya pasti akan meluangkan waktu sebentar untuk kembali mengingat Allah, sebagaimana yang dikatakan oleh sahabat Zaid bin Arqam ketika beliau melihat orang-orang yang sedang melaksanakan shalat dhuha;
“Ingatlah, sesungguhnya mereka telah mengetahui bahwa shalat mereka saat ini adalah lebih utama. Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Salat dhuha itu (shalatul awwabin) salat orang yang kembali kepada Allah, setelah orang-orang mulai lupa dan sibuk bekerja, yaitu pada waktu anak-anak unta bangun karena mulai panas tempat berbaringnya.” (HR Muslim).
Ada lagi sebuah hadis yang tak kalah menariknya. Dari Abu Buraidah bahwa Rasulullah SAW bersabda; “Dalam tubuh manusia itu terdapat 360 ruas tulang. Ia diharuskan bersedekah untuk tiap ruas itu”. Para sahabat bertanya: “Siapa yang kuat melaksanakan itu wahai Rasulullah?”. Rasulullah menjawab: “Cukuplah diganti dengan mengerjakan dua rakaat salat Dhuha”. [Fimadani]