Perlakuan Nabi Muhammad Terhadap Non Muslim

Khutbah Jumat; Perlakuan Nabi Muhammad Terhadap Non Muslim

Pada khutbah Jumat kita akan membicarakan perlakuan Nabi Muhammad terhadap non muslim. Hal ini penting sekali, sebab Nabi adalah tauladan bagi umat manusia. Pun, tema ini jarang sekali dibicarakan dalam khutbah dan pengajian.

Khutbah Pertama

إنَّ الحَمدَ لله نحمدُهُ ونستعينهُ ونستهديهِ ونشكرُهُ ونعوذُ بالله من شرورِ أنفسِنَا ومن سيئاتِ أعمالنا، مَن يهدِ الله فلا مُضِلَّ لهُ ومن يُضلِل فلا هاديَ له، وأشهدُ أنْ لا إلـهَ إلا الله وحدَهُ لا شريكَ لهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ ونَصَرَ عَبْدَهُ وأعَزَّ جُنْدَهُ وهَزَمَ الأحزابَ وَحْدَهُ، وأشهدُ أنَّ سيّدَنا وحَبيبَنا وقائِدَنا وقُرَّةَ أَعْيُنِنا محمّدًا عبدُ الله ورسولُهُ وصَفِيُّهُ وحبيبُهُ، صلَّى الله وسلَّمَ عليهِ وعلى كلّ رسولٍ أَرْسَلَهُ. أمّا بعدُ عبادَ الله فإنّي أوصيكُمْ ونفسي بِتَقوَى الله العظيمِ القائِلِ في مُحْكَمِ كتابِهِ: ﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ﴾ [سورة ءال عمران]

Ungkapan rasa syukur selalu kita ucapkan pada Allah yang telah memberikan kepada kita kesehatan dan kesempatan, sehingga kita bisa berkumpul untuk melaksanakan ibadah salat Jumat. Syukur adalah rasa terima kasih seorang Hamba kepada Tuhannya. Dan lebih dari itu, syukur hakikatnya adalah kesadaran diri.

Salawat kita haturkan keharibaaan nabi yang sangat mulia. Seorang manusia yang memiliki sumbangsih besar pada dunia. Manusia pertama yang memperkenalkan Hak Asasi. Seorang Rasul yang baik akhlak dan perilakunya. Seorang manusia sejati, yang mengajarkan kepada manusia untuk memuliakan manusia. Dialah Baginda Nabi, Muhammad SAW. Akhlak tauladan Rasul tampaknya, sangat penting untuk direnungi manusia modern saat ini.

Dengan lafaz:

Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad

Sebagai khatib, kami berkewajiban untuk mengajak kita semua untuk meningkatkan Iman dan Takwa kita kepada Allah. Dengan Iman dan Takwa hidup kita akan bahagia di dunia dan akhirat kelak.

Hadirin pendengar Jumat yang berbahagia

Di Indonesia, buku sejarah atau tarikh Islam,  senantiasi didominasi sejarah perang. Buku itu beredar luas di pelbagai level institusi pendidikan, dari level paling bawah hingga pada perguruan tinggi. Sekilas, seolah tergambar, sejarah Islam adalah sejarah perang.

Jamak yang ditonjolkan dibuku sejarah Islam, Nabi berperang dengan suku Yahudi ini. Nabi angkat senjata dalam perang Khandaq, Badar, Uhud, serta perang lainnya. Tak kalah heroik, Nabi juga berperang dengan tentara Romawi. Yang terbilang heroik juga, Nabi juga bertempur melawan tentara Persia.

Padahal nyatanya, sejarah Islam tak melulu tentang perang. Pun sejarah Nabi, tak selalu berkaitan dengan perang dan penumpasan pemberontak. Nabi Muhammad,sejatinya adalah sosok yang lembut dan penuh kasih. Rasulullah itu pengasih, bukan saja pada sahabat yang muslim, tetapi juga kaum non muslim.

Hadirin pendengar Jumat yang berbahagia

Hubungan Nabi Nabi Muhammad dan non muslim sudah terjadi jauh hari sebelum diangkat menjadi Nabi dan Rasul di usia 40 tahun. Mekah, tempat beliau tinggal awalnya, terdapat komunitas agama yang berbeda, pun juga ada aliran kepercayaan.

Terlebih saat Nabi dan sahabat memutuskan untuk Hijrah ke negeri Yastrib. Yang kemudian hari berganti nama menjadi Madinah, persentuhan Rasulullah dengan non muslim kian intens. Pasalnya, Madinah merupakan wilayah yang sangat beragama. Ada komunitas Yahudi, Kristen, Majusi, dan komunitas agama lain hidup di wilayah baru itu.

Meski dihuni penduduk lintas iman dan kepercayaan, Madinah tetap menjadi yang sangat dicintai Nabi. Dari Madinah kemudian Islam menyebar luas. Dari Madinah pula, Nabi kiprah Nabi kian dikenal. Di kehidupan sosial, Nabi dan para non muslim yang tinggal dan hidup di negeri Madinah senantiasa bekerjasama, terutama menjaga ketentraman dan keamanan Madinah.

Yusuf Qardhawi dalam kitab Goiru al Muslim fi almujtama’ al Islami, mendokumentasikan kisah kebaikan Nabi terhadap non muslim. Sehari-hari, Nabi Muhammad  bergaul dengan masyarakat ahli kitab. Ketika senggang, Nabi biasa bertandang ke rumah tetangganya yang non muslim.  Pun ketika mereka  tengah sakit, Rasulullah mengunjungi mereka, sebagai solidaritas.

Simak penuturan Syekh Dr. Yusuf Qardhawi terhadap tindakan Nabi dalam bergaul dengan non muslim. Yusuf Qardhawi berkata;

وتتجلى هذه السماحة كذلك في معاملة الرسول صلى الله عليه وسلم لأهل الكتاب يهودًا كانوا أو نصارى، فقد كان يزورهم ويكرمهم، ويحسن إليهم، ويعود مرضاهم، ويأخذ منهم ويعطيهم.

Artinya; Rasulullah senantiasa menyemarakkan toleransi dalam pergaulan dengan ahli kitab, sama ada itu Yahudi dan Nasrani, maka sesungguhnya Nabi mengunjungi mereka untuk bersilaturrrahmi, dan nabi juga memuliakan mereka, dan berbuat kebajikan pada mereka, dan mengunjungi orang yang sakit, dan ia mengambil dari mereka dan juga memberi pada mereka.

Hadirin Pendengar Jumat yang berbahagia

Pada sisi lain, Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, dalam kitab Ahkām ahl al-dzimmah, jilid I, halaman 397, mengisahkan tentang delegasi Bani Najran—yang notabenenya beragama Kristen—, ke Madinah. Utusan ini datang menemui Nabi untuk menjalin hubungan diplomasi. Bani Najran ingin meminta perlindungan dari Nabi dan menjalin perjanjian damai dengan Rasulullah.

Utusan Najran yang berjumlah 14 orang ini sampai setelah waktu Ashar. Menariknya, begitu tiba di Madinah, mereka langsung masuk ke dalam Masjid Nabawi. Tak hanya itu,  mereka juga melaksanakan sembahyang di masjid Rasulullah, sambil menghadap ke arah timur.

Rasulullah yang menyaksikan non muslim masuk masjid dan sembahyang ala Kristen di Masjid Nabawi membiarkan saja. Justru,  Nabi menegur salah serang sahabat yang berdiri untuk melarang non muslim yang sembahyang dalam masjid. Nabi bersabda pada sahabat yang ada di masjid, ”Biarkan mereka shalat.”

Diplomasi Kristen Najran itu pun membuahkan hasil memuaskan. Nabi Muhammad memberikan perlindungan dan keamanan pada Bani Najran. Nabi menuliskan surat perjanjian yang berisi larangan menyakiti Kristen Najran, larangan merusak geraja. Juga larangan menyakiti pendeta, uskup, dan biarawati mereka. Dalam kitab Futuhul Buldan, karya Syekh Al Baladzuri, didokumentasikan isi surat damai tersebut yang dicatat oleh Ali bin Abi Thalib;

  “Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ini adalah surat Nabi Muhammad kepada Bani Najran. Bagi Penduduk Najran, Jaminan dari Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah atas agama, tanah, harta, dan kafilah mereka yang hadir maupun tidak hadir. Semisal mereka tidak mengubah apa yang sudah ada dan tidak mengubah hak-hak mereka.

Uskup, pendeta, dan penjaga gereja tak boleh diganggu apa yang ada di tangan mereka baik sedikit maupun banyak. Mereka tidak boleh diusir dari tanah mereka, dan tidak boleh diambil sepersepuluh dari tangan  mereka. Tanah mereka tak boleh diinjak oleh tentara kaum muslimin.

Bagi mereka atas apa yang tertulis dalam lembaran ini jaminan dari Allah dan Muhammad selamanya sampai datang perintah Allah, selagi mereka menerima nasihat dan memperbaiki apa yang menjadi kewajiban mereka tanpa mereka dibebani dengan sesuatu secara dzalim. Sebagai saksinya adalah Abu Sufyan bin Harb, Ghilan bin Amr,Malik bin Aufdari Nashr, Al Aqra bin Habis al Hanzhali.  Dan Mughiroh sebagai penulis.

Hadirin Pendengar Jumat yang berbahagia

Sementara itu, Ishom Talimah, seorang ulama besar dari Universitas Al Azhar Mesir, yang juga murid Yusuf Qardhawi, menulis dalam buku Manhaj Fikih Yusuf al Qardhawi, suatu waktu Rasulullah pernah melintasi suatu daerah perang. Ketika lewat Nabi melihat seorang perempuan yang terbunuh. Melihat pemandangan itu Nabi bersedih dan lantas berujar,” Tidak seharusnya wanita ini diperangi dan dibunuh,”. Itulah teguran Nabi pada sahabat yang berperang.

Syekh Ishom Talimah menyebutkan penjelasan Rasulullah itu mengambarkan bahwa kaum wanita non muslim tak boleh diperangi dan dibunuh. Meskipun dalam perang, ada pelbagai adab yang tak boleh dilanggar oleh kaum muslimin. Anak-anak, orang tua, dan orang lemah tak berdaya, tak dibenarkan dibunuh.

Bisa dipahami, bahwa pelbagai perang yang terjadi pada masa Nabi dan setelah itu era sahabat, bukanlah disebabkan  berbeda agama dan doktrin teologis. Akan tetapi, perang yang berkecamuk tersebut, seperti kata Ibnu Taymiyah dalam Risalah Qital, disebabkan oleh serangan dan permusuhan dari non muslim. Perang ini lebih disebakan faktor ekternal, semisal pengkhianatan perjanjian.

Hadirin Pendengar Jumat yang berbahagia

Adapun ayat dalam Q.S al Fath/48;29, yang menerangkan sikap Nabi Muhammad yang keras pada kaum kafir, para ulama tafsir menjelaskan bahwa ayat ini turun dalam konteks genting dan suasana konflik.

Pasalnya, kaum muslimin dilarang menunaikan haji oleh kaum musyrik Mekah. Yang ujungnya melahirkan perjanjian Hudaibiah . Pun perjanjian ini dinilai para sahabat merugikan umat Islam. Sebelum lebih jauh, simak  Q. S al Fath/48;29 berikut;

مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ مَعَهٗٓ اَشِدَّاۤءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاۤءُ بَيْنَهُمْ تَرٰىهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَّبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيْمَاهُمْ فِيْ وُجُوْهِهِمْ مِّنْ اَثَرِ السُّجُوْدِ ۗذٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِى التَّوْرٰىةِ ۖوَمَثَلُهُمْ فِى الْاِنْجِيْلِۚ كَزَرْعٍ اَخْرَجَ شَطْـَٔهٗ فَاٰزَرَهٗ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوٰى عَلٰى سُوْقِهٖ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيْظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗوَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنْهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا

Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar.

Hadirin Pendengar Jumat yang berbahagia

Ibnu Abbas dalam kitab Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibni ‘Abbas yang ditulis oleh Al-Fairuzabadi. Ibnu Abbas mengatakan bahwa tafsir Q.S al Fath/48;29, menjelaskan sikap yang melekat dalam diri sahabat Nabi dalam menyikapi perjanjian Hudaibiyah.

Perjanjian ini lahir, imbas dari penolakan kaum musyrik Mekah terhadap Nabi dan kaum muslimin yang ingin menunaikan ibadah haji. Sialnya, dalam perjanjian tersebut dinilai merugikan Nabi dan umat Islam.

Ibnu Abbas berkata yang dimaksud dalam ayat “Asyiddāu a’la al Kuffāri” adalah Umar bin Khattab. Dalam naskah perjanjian Hudaibiyah, kaum pagan Mekah memaksa Rasul untuk menghapus kalimat “Muhammad Rasulullah”, sebab mereka tak percaya akan kenabian Muhammad. Sebagai kata pengganti yang dihapus adalah Muhammad bin Abdullah.

Mendengar permintaan kaum musyrik itulah, Umar bin Khattab menunjukkan sikapnya yang tegas. Ia tak terima dengan permintaan Quraish itu. Sehingga ayat ini, menurut Ibnu Abbas ditujukan untuk menerangkan sikap keras Umar bin Khattab.  Kemudian,  “ruhamā’u bainahum “ (berkasih sayang sesama mereka) ini ditujukan kepada Utsman bin Affan).

Kemudian ayat yang berbunyi tarāhum rukka’an sujjadā” (kamu lihat mereka ruku’ dan sujud), ini ditujukan pada sikap Ali bin Abi Thalib (ini menyifatkan Ali bin Abi Thalib).  Terakhir ayat,  yang berbunyi “yabtaghūna fadhlan minallah wa ridwana”(mencari karunia dan keridhaan Allah, merujuk pada sikap Thalhah dan Zubair. Inilah sifat yang melekat pada sahabat Nabi yang juga mendapat jaminan masuk surga.

Ibnu Abbas menjelaskan makna keras pada orang kafir sebagai berikut;

{أَشِدَّآءُ عَلَى الْكفَّار} بالغلظة وَهُوَ عمر كَانَ شَدِيدا على أَعدَاء الله قَوِيا فِي دين الله ناصراً لرَسُول الله

Artinya; keras terhadap orang kafir , merujuk pada sikap pada Umar bin Khattab, yang keras terhadap musuh-musuh Allah, kuat dalam agama Allah, dan pendukung Rasul Allah.

Demikian penjelasan terkait sikap Nabi terhadap orang kafir. Semoga bermanfaat.

ارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah Jumat II

  ٱلْحَمْدُ لِلَّٰهِ رَبِّ ٱلْعَالَمِينَ َأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، وَتَابِعْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ بِالْخَيْرَاتِ رَبَّنَا اغْفِرْ وََارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ. رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ وَاشْكُرُوْا عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ أَكْبَرُ

BINCANG SYARIAH