Kisah Nenek dan Daun Pohon

“ … Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju ke surga …” (HR. Muslim)

 

Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan ia pergi ke Masjid Agung di kota itu. Ia berwudu, masuk masjid, dan melakukan shalat Zuhur. Setelah membaca wirid sekadarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid.
Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembarpun ia lewatkan. Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura siang hari sungguh menyengat. Keringat membasahi seluruh tubuhnya.
Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya.

 

Pada suatu hari takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua datang. Pada hari itu, ketika ia tak menemukan satu daunpun terserak, ia menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum ia datang?
Orang orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya.
“Jika kalian kasihan kepadaku, berikan kesempatan padaku untuk membersihkannya”.
Singkat cerita nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan seperti biasa.
Seorang kyai yang terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu.
Perempuan itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat:
Pertama, hanya Kyai yang mendengarkan rahasianya
Kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup.
Sekarang ia sudah meninggal dunia, dan kita dapat mendengarkan rahasia itu.
“Saya ini perempuan bodoh, saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tiak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu shalawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya.
Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan shalawat kepadanya.
Perempuan tua dari kampung itu bukan saja mengungkapkan cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Lebih dari itu ia menunjukkan kerendahan hati, kehinaan diri, dan keterbatasan amal di hadapan Allah SWT.
Ia memiliki kesadaran spiritual yang luhur: Ia tidak mengandalkan amalnya. Ia sangat bergantung pada rahmat Allah.
Dan siapa lagi yang menjadi rahmat bagi semua alam selain Rasulullah?

 

sumber: SalingSapa