Dalam kajian Bank Indonesia, dalam enam tahun terakhir kontribusi sektor ekonomi berbasis sumber daya alam seperti pertanian dan pertambangan menunjukkan stagnansi bahkan cenderung turun terhadap ekonomi NTB secara keseluruhan. Sementara sektor ekonomi berbasis jasa menunjukkan tren kontribusi yang meningkat. Kondisi itu menunjukkan adanya pergesaran struktur ekonomi NTB dari sumber daya alam ke sektor jasa.
Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi mengatakan, sistem keuangan eksploitatif harus dilawan karena sistem itu merugikan. Ekonomi syariah hadir dan membuka ruang ekonomi berkeadilan yang tak cuma untuk umat Islam, tapi semua manusia.
NTB secara sadar memutuskan untuk mengonversi BPD NTB menjadi bank syariah. Hal ini sebagai bagian penerapan konsep ekonomi syariah. Sebab, pria yang kerap disapa Tuan Guru Bajang itu menilai tidak ada gunanya sistem ekonomi syariah bila tidak institusi yang menjalankan konsep itu. Karena itu, tokoh yang akrab disapa Tuan Guru Bajang itu melihat perlu ada sebanyak mungkin institusi keuangan syariah yang mudah diakses masyarakat NTB.
”Mengapa itu diperlukan? Karena meski masih tahap awal, dua tahun belakangan ini NTB jadi pionir segmen wisata halal,” kata Tuan Guru Bajang mengawali Rembuk Republik bertajuk Daya Dukung Sektor Keuangan Syariah dalam Mengembangkan Ekonomi Regional di Ballroom Islamic Center NTB, Mataram, Kamis (15/6).
Diskusi panel yang merupakan rangkaian Pesona Khazanah Ramadhan itu menampilkan nara sumber Wakil Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Muhammad Firdaus, pengamat ekonomi syariah A Riawan Amin dan Kepala Bank Indonesia Perwakilan Nusa Tenggara Barat (NTB) Prijono.
Tuan Guru Bajang mengemukakan, pariwisata halal ternyata jadi subsektor wisata yang membuka pariwisata NTB bisa berkembang lebih baik dari sebelumnya. Artinya, lanjut Tuan Guru Bajang, kebijakan mengadopsi nilai ketuhanan yang baik ternyata bisa memberi kemanfatan yang lebih baik dibanding sebelumnya.
“Itu mendorong kami untuk terus menyiapkan hal-hal yang diperlukan agar semakin banyak ruang kehidupan khususnya dalam sektor ekonomi yang berpondasi nilai ilahiah,” ungkap Tuan Guru Bajang.
Prioritas bersama
Ketua Asosiasi Pariwisata Islam Indonesia (APII) TGH Fauzan Zakaria Amin menjelaskan, baik wisata halal maupun keuangan syariah, keduanya mengaplikasikan nilai mulia, baik dari sektor riil maupun finansial. Adalah hal bagus bila para pelaku wisata halal mengakses sumber modal dari lembaga keuangan syariah.
Tapi, APII melihat ini belum terlalu diprioritaskan. Ke depan, akses permodalan dari lembaga keuangan syariah harus jadi prioritas bersama. “Saat ini prioritasnya adalah pembenahan. Karena jangan sampai sudah dapat anugerah wisata halal dunia, tapi fakta di lapangan tidak demikian,” kata Ustaz Fauzan.
Meski begitu, sudah ada pelaku industri wisata halal yang mengakses keuangan syariah. Tapi hal itu tidak bisa dipaksakan karena tiap pelaku punya pertimbangan.
Ia tidak meragukan semangat kebaikan yang sama dari pelaku industri wisata halal dengan industri jasa keuangan syariah. Di sisi lain, ia juga paham ada pertimbangan dari jasa keuangan syariah adalam penilaian kelaikan pembiayaan usaha dari pelaku industri halal. “Secara umum tidak bisa dipaksa, tapi bisa diajurkan. Ke depan memang harus jadi anjuran,” kata Ustaz Fauzan.
Di APII sendiri, ada beberapa catatan soal penggunaan jasa keuangan syariah. Pertama soal idealisme di mana semua unsur di APII sepakat yang terbaik adalah keuangan syariah.
Tentu, untuk laik mengakses pembiayaan syariah ada standar yang harus dipenuhi oleh pelaku industri halal sebagai calon nasabah pembiayaan. Sayangnya, saat jasa keuangan syariah belum bisa memenuhi kebutuhan itu, jasa keuangan konvensional yang membuka akses.
Catatan lain adalah soal layanan di mana layanan jasa keuangan konvensional dinilai masih lebih unggul. “Ke depan kami berharap bisa berjalan seiring karena nilai yang diusung sama,” kata Ustaz Fauzan.
Dalam State of Global Islamic Economy (SGIE) 2012-107 disebutkan, aset keuangan syariah global mencapai 2 triliun dolar AS pada 2015 di mana 1,451 triliun dolar AS di antaranya dikontribusikan dari perbankan syariah. Indonesia sendiri berada di urutan sembilan peta keuangan syariah global dengan aset 23 miliar dolar AS pada 2015.
Dalam laporan itu juga disebutkan, kesempatan besar pengembangan keuangan syariah adalah fokus yang kuat pada sektor riil. Meskipun, ini harus berhadapan fakta dengan masih lemahnya dukungan jasa keuangan syariah terhadap UKM.
Salah satu sektor riil yang menunjukkan pertumbuhan solid adalah wisata halal. SGIE 2016-2017 memprediksi, pada 2015 belanja Muslim dunia untuk wisata halal mencapai 151 miliar dolar AS. Pendapatan yang dihasilkan pelaku pariwisata halal pada periode yang sama diprediksi mencapai 24 miliar dolar AS. Wisata halal diprediksi akan tumbuh rata-rata 8,2 persen per tahun antara 2016-2021.
Oleh Fuji Pratiwi