LBM PBNU Putuskan Hewan yang Terkena PMK Tidak Sah Dijadikan Kurban. Pasalnya, hewan yang terkena PMK tidak memenuhi syarat dijadikan sebagai qurban. (Baca juga: Cara Niat Qurban Menurut Para Ulama).
Penyakit mulut dan kuku (PMK) saat ini tengah mewabah di Indonesia. Penyakit ini banyak menyerang hewan ternak dari mulai sapi, kerbau hingga domba atau kambing dan tergolong penyakit akut yang penyebarannya melalui infeksi virus dan mudah menular.
Dalam hal ini, Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) menjadikannya sebagai salah satu bahasan pokok selama beberapa hari untuk menstatuskan sapi yang terkena PMK, apakah bisa dijadikan hewan kurban atau tidak.
Dalam hal ini, LBM PBNU merilis hasil kajian perihal hukum berkurban dengan ternak yang terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK). LBM PBNU memutuskan bahwa ternak yang terjangkit PMK tidak memenuhi syarat sebagai hewan kurban.
“Hewan yang terjangkit Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dengan menunjukkan gejala klinis–meskipun ringan–tidaklah memenuhi syarat untuk dijadikan kurban,” demikian bunyi putusan kajian LBM PBNU Tentang Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) tertanggal, Selasa, 7 Juni 2022.
Kajian LBM PBNU membedakan ibadah sedekah dan ibadah qurban. Kajian LBM PBNU menjelaskan bahwa ibadah sedekah lebih terbuka dari segi kriteria dan waktunya.
Adapun ibadah kurban merupakan ibadah istimewa yang memiliki ketentuan sebagaimana dijelaskan dalam hadits dan kitab-kitab fiqih pada umumnya. Ketentuan agama mengharuskan ibadah qurban berasal dari hewan yang cukup umur dan bebas cacat serta penyakit.
“Seseorang boleh bersedekah dengan apa saja yang ia mampu meski dengan kondisi tidak sempurna baik hewan maupun lainnya. Namun tidak demikian dengan ibadah kurban. Tidak sembarang hewan dapat dijadikan kurban. Ada kriteria tertentu bagi hewan yang bisa dijadikan kurban,” demikian salah satu bunyi putusan tersebut.
LBM PBNU menggelar kajian keagamaan terkait PMK dalam kaitannya terutama dengan hewan kurban secara daring via zoom pada Selasa malam, 31 Mei 2022. LBM PBNU menghadirkan pihak Syuriyah PBNU, LBM PWNU dan LBM PCNU se-Indonesia, dokter hewan Muhammad Taufik Fadhlullah dari Ikatan Dokter Hewan Sapi Indonesia, dan sejumlah pihak terkait.
“Saya setuju dengan putusan tersebut,” kata Wakil Rais ‘Aam PBNU KH Afifuddin Muhajir setelah membaca hasil kajian LBM PBNU terkait PMK, Kamis (9/6/2022) sore.
Adapun LBM PBNU berdasarkan keterangan ahli memutuskan bahwa gejala klinis hewan yang terjangkit PMK memiliki titik persamaan dengan beberapa contoh yang tersebut dalam hadits dan memenuhi kriteria ‘aib (cacat) sebagaimana dijelaskan di atas.
“Titik persamaan tersebut antara lain berupa penurunan berat badan pada gejala ringan, pincang, dan kematian,” demikian bunyi kajian LBM PBNU tentang PMK.
Demikian hasil keputusan Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama perihal Hewan yang Terkena PMK Tidak Sah Dijadikan Kurban.