Ketua Rabithah Haji Indonesia Ade Marfuddin mengatakan, jamaah haji harus diterangkan kalau melempar jumrah itu sebenarnya ibadah yang bersifat simbolis.
“Artinya mau melempar jumrah pada jam 07.00 pagi, 10.00 pagi, maupun 02.00 dini hari tak masalah. Tidak harus pada jam 12.00 siang. Hal terpenting adalah maknanya, bukan waktu afdolnya,” katanya, Sabtu (26/9).
Makna melempar jumrah itu, terang Ade, membuang penyakit hewani yang berasal dari setan di dalam tubuh. Ini yang harus dipahami maknanya, bukan hanya mengikuti euforia melempar jumrah saja.
Makanya, lanjutnya, pemahaman manasik haji setiap jamaah yang akan berangkat ke Tanah Suci harus ditingkatkan. Supaya mereka lebih memahami makna di balik ibadah-ibadah tersebut. Bukan sekadar mengejar waktu-waktu yang utama untuk lempar jumrah.