isra miraj

Lima Pelajaran Berharga dalam Peristiwa Isra’ dan Mi’raj

Isra’ dan Mi’raj yang diartikan sebagai perjalanan Nabi Muhammad Saw dari masjid al-Haram menuju masjid al-Aqsha Yarussalem Palestina yang kemudian dilanjut dengan naiknya beliau dari masjid al-Aqsha menuju Sidrah alMuntaha bersama malaikat Jibril dengan mengendarai al-Buraq, menjadi pristiwa sejarah yang sangat luar biasa dan diluar nalar manusia. Karena secara logika peristiwa demikian tidak mungkin dialami manusia tanpa kehendak,  pertolongan dan bantuan dari zat yang maha luar biasa.

Peristiwa tersebut sekalipun tidak bisa dijangkau akal, tetap kita benarkan melalui keimanan yang mendalam. Karena hal itu semata-mata berada dalam kekuasaan Allah Swt. Kemudian, setelah memantapkan keimanan tentunya kita harus mencari , merenung, dan menelisik rahasia yang terkandung dalam sebuah peristiwa satu-satunya tersebut yang puncaknya dapat memercikkan pelajaran berharga bagi kita dalam memamahi Islam hususnya diera milenial ini.

Maka dari itu, penulis ingin berbagi lima pelajaran penting dan berharga dari adanya peristiwa super dahsyat tersebut yang penulis temukan dalam buku al-Isra’ wa al-Mi’raj yang ditulis oleh Haiah Ammah li Al-Syu’un alIslamiyah wa al-Auqaf Uni Emirat Arab, h. 24-29, sebagai berikut:

Pertama, Islam merupakan agama yang mengedepankan keilmuan

Pelajaran penting pertama yang didaaapatkan dari adanya peristiwa isra’ dan mi’rajnya Nabi Muhammad Saw adalah bahwa islam sebagai agama yang dijadikan pandangan hidup manusia sangat mengedepankan keilmuan. Islam dan keilmuan tidak boleh dipisahkan karena sejatinya Islam menjadi agama ilmu.

Terbukti, bahwa ilmu sangat mempengaruhi keagamaan seseorang, dengan ilmu ia bisa memahami teks-teks dan ajran-ajaran Islam. Dengan ilmu rahasia peristiwa dan dunia ini bisa tersingkap. Dengan ilmu seseorang juga bisa berkembang dan sukses. Dan dengan ilmu ia juga bisa menjaga peradaban serta dapat mengalahkan kebodohan dan radikalisme. Benarlah adagium yang menyatakan bahwa ilmu adalah segala-galanya.

Kedua, adanya sinergitas antara agama-agama samawi yang dibawa oleh utusan sebelumnya

Terdapat dua hal yang bisa menjadi bukti adanya hubungan yang saling menyempurnakan antara agama yang satu dengan agama yang lainnya. Pertama, dari sisi teologis, semua agama samawi yang dibawa Nabi-Nabi sebelumnya menyatu dalam konsep ketuhanan yang maha esa dan sama-sama menebarkan kebaikan serta nilai-nilai positif terhadap manusia.

Nabi Muhammad bersabda: “semua para Nabi Satu keluarga, satu agama sekalipu  dilahirkan dari perempuan yang berbeda-beda.” (H.R. Bukhari, 3443)

Dan sabda lainnya: “ perumpamaanku dengan perumpaan Nabi-Nabi sebelumnya bagaikan seseorang yang membangun sebuah bangunan yang diperindah dan dipercantik, hanya saja ada satu tempat yang dibolongkan dari sisi pojok untuk ukuran satu bata, sehingga orang takjub dan bertanya-tanya kenapa ini dibiarkan lalu Nabi Muhammad menjawab:  saya yang akan menyempurnakan bangunan itu dan saya menjadi pamungkas dari semua para Nabi.” (muttafaq alaih)

Disisi lain sinergitas juga dapat ditemukan dalam hubungan peradaban yang menekankan adanya interaksi yang baik dan damai antara pemeluk agama islam dengan agama samawi lainnya. Karena semuanya bersumber dari satu sumber yaitu Allah Swt. Sehingga perinsip-prinsip dialog dan saling tolong menolong harus dikedepankan dalam bingkai persaudaraan agar tidak menebarkan kerusakan akibat dari fanatisme dan radikalisme yang tinggi.

Penguatan ini dapat ditemukan dalam peristiwa di masjid al-Aqsha dimana beliau menjadi imam dalam salat yang dilaksanakan bersama para Nabi sebelumnya. Disamping itu, peristiwa mi’rajnya beliau yang sampai pada suatu tempat yang sama sekali belum pernah disinggahi siapapun selain Nabi Muhammad Saw. Dalam hal ini beliau mengatakan “ saya menjadi pemimpin dari setiap keturunan Nabi Adam AS. Nanti dihari kiamat.” (H.R. Muslim: 2278)

Keempat, Islam menjadi agama yang memudahkan dan agama yang penuh rahmat

Bukti kuat dalam hal ini dapat ditemukan dalam terjadinya dialog antara Nabi Muhammad Saw dengan Allah SWT dalam penetapan jumlah kewajiban salat yang harus dilaksanakan sebagaimana sabda Nabi berikut:

قال صلى الله عليه وسلم في خصوص فرضية الصلاة ليلة الإسراء والمعراج: فَأَوْحَى اللَّهُ إِليَّ ما أَوحَى ففرضَ عليَّ خمسينَ صلاةً فِي كلِّ يومٍ وَلَيْلَةٍ، فَنَزَلْتُ إِلَى مُوسَى -صلَّى اللَّه عليهِ وسلَّم- فقالَ: مَا فرضَ ربُّكَ على أُمَّتكَ؟ قُلْتُ: خمسينَ صلاةً، قالَ: ارْجعْ إِلى ربِّكَ فَاسألْهُ التَّخْفِيفَ، قَال: فلمْ أزَلْ أَرْجعُ بينَ ربِّي تبارَكَ وتعالَى وبينَ مُوسَى -عليهِ السَّلَام- حتَّى قالَ: يَا محمَّدُ إِنَّهنَّ خمسُ صلوَاتٍ كُلَّ يومٍ وليلةٍ، لكلِّ صلاةٍ عشرٌ، فذلكَ خمسونَ صلاة

“Allah mewahyukan kepadu jumlah lima pulu kali kewajiban salat dalam sehari semalam, kemudian saya mendatangi musa, lalu dia berkata: apa yang diwajibkan tuhanmu terhadap umatmu? Nabi menjawab: lima puluh kali salat dalam sehari semalam. Musa berkata: kembalilah pada Tuhanmu dan mintalah keringanan serta penguraangan. Nabi mengatakan: saya tidak pernah berhenti mendatangi Tuhanku dan Nabi Musa hingga kemudian Allah memberikan keringanan dan pengurangan hingga menjadi lima kali dalam sehari semalam yang mana tiap-tiap satu salat kualitasnya menyamai sepuluh kali salat sehingga pada akhirnya secara kualitas sama dengan jumlah lima puluh kali salat.” (H.R. Bukhari 7517)

Kelima, pentingnya kewajiban salat lima waktu

Terdapat hubungan yang kuat dan mendalam antara isra’-mi’rajnya Nabi Muhammad Saw dengan kewajiban salat lima waktu. Karena Shalat pada hakikatnya merupakan mi’raj (naiknya ruh) dengan meninggalkan segala hawa nafsu dan shawat kemanusiaan, menyaksikan keagungan, kekuasaan dan keesaan Allah Swt, sehingga seseorang yang selalu menjaga shalat akan selalu menjaga nilai-nilai kebaikan dan kesucian.

Disamping itu, diwajibkannnya shalat pada malam isra’ dan mi’rajnya Nabi Muhammad Saw menandakan akan pentingnya kedudukan shalat dalam kehidupan seseorang. Ia menjaganya dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik hingga selalu hidup bahagia dan tenang. Ia pada intinya menjadi syarat mutlak keberhasilan dan kemenangan dunia akhirat, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw. berkenaan dengan pentingnya shalat, seperti disebutkan dalam hadis riwayat Shahih Muslim,

أقرب ما يكون العبد من ربه وهو ساجد فأكثروا الدعاء – رواه مسلم 215

“Jarak kedekatan antara hamba dengan Tuhannya adalah pada saat dia sedang bersujud , maka perbanyaklah berdoa daan meminta”. (HR. Muslim 215)

وقال أيضا: أفضل الأعمال الصلاة لوفتها وبر الوالدين – رواه مسلم 140

“Sebaik-baik pekerjaan adalah shalat pada waktunya dan berbakti kepada kedua orang tua.” (HR. Muslim 140)

أول ما يحاسب به العبد الصلاة – رواه الطبراني 39/8

Hal pertama yang dihisab nanti pada hari akhir adalah shalatnya seseorang.” (HR. Al-Thabrani: 39/8)

Wallahu A’lam bi al-Shawab

BINCANG SYARIAH