Lima Prinsip Mempelajari Ilmu Agama

Lima Prinsip Mempelajari Ilmu Agama

Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam mempelajari ilmu agama. Hal itu diungkap Mantan Mufti Mesir, Syekh Ali Jumáh seperti dilansir Elbalad, Jumat (4/3/2022).

“Saudaraku, engkau tidak akan mendapatkan ilmu pengetahuan kecuali dengan lima ini. Allah telah memberikan keberkahan kepada saya, sehingga saya bisa mempelajari ilmu-ilmu dunia, kemudian dengannya saya melakukan perjalanan melintasi berbagai negara dan berpartisipasi dalam konferensi dan simposium. Mengajar ilmu syariah, hukum, dan ekonomi, serta mengkaji lebih dari 100 tesis,” kata dia.

Prinsip pertama, yaitu menghormati warisan generasi terdahulu. Syekh Jum’ah mengatakan, generasi salaf yang sholeh telah melakukan berbagai hal dan upaya sehingga mereka bisa mewariskan Islam tentunya atas izin Allah SWT. Generasi tersebut membangun peradaban yang besar dan umat Muslim harus melakukan tugas serupa seperti yang mereka lakukan.

Prinsip kedua, yakni menghormati waktu. Waktu terus berjalan tanpa bisa diputar kembali. Kehidupan juga terus bertumbuh dan berubah. Mulai dari teknologi modern, teknologi komunikasi hingga alat transportasi yang telah mengubah aktivitas manusia sehari-hari.

Prinsip ketiga, adalah menyadari bahwa Islam adalah agama yang universal sehingga Islam harus disampaikan dalam bentuk aslinya kepada dunia. Seorang Muslim yang dalam hal ini pencari ilmu tidak boleh menjadi penghalang antara manusia dan Allah SWT. Pneghalang yang dimaksud seperti tindakan yang buruk, perkataan atau tindakan yang menyimpang dari jalan Allah SWT tanpa disertai ilmu.

Hal itu berbeda dengan orang yang mengurung diri dengan aliran tertentu dan mengabaikan universalitas Islam. Orang ini berpikir bahwa dirinyalah penjaga leluhur dan warisan. Namun Allah SWT mengetahui berapa banyak kerusakan yang terjadi di bumi yang dilakukan dengan niat baik atau dengan ketidaktahuan atau kerusakan pikiran. “Orang macam ini banyak,” katanya.

Prinsip Keempat, ialah mencoba menetapkan suatu kriteria atau standar dalam memilih fiqih. Untuk itu, Syekh Jum’ah mencari fiqih yang luas dan membedakan antara zhonniy (prasangka) dan qoth’i (yang tetap atau pasti).

“Saya tidak menyimpang dari ijma yang tetap dan tidak merendahkan usaha-usaha para pendahulu. Jadi saya tidak berdiri di sampingnya dengan teguh, tetapi sebaliknya, saya merasa nyaman dengannya dan bersukacita atas kesepakatannya. Saya berijtihad dengan pendapat saya tanpa ragu,” kata dia.

Allah SWT berfirman, “Dan yang demikian itu Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) sebagai umat pertengahan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas perbuatan kalian.” (QS Al-Baqarah ayat 143)

Prinsip kelima, yakni menyadari bahwa Islam lebih besar dari aliran, adat istiadat, sejarah dan geografis. Selama berabad-abad, para pemikir Muslim memahami hal tersebut, dan tidak menjadi intoleran terhadap aliran-aliran yang ada. Karena Islam lebih besar dari itu.

Sumber: https://www.elbalad.news/5186980

IHRAM