Makan Kurma? Ada Caranya…

وَجَعَلْنَا فِيهَا جَنَّـتٍ مِّن نَّخِيلٍ وَأَعْنَـبٍ وَفَجَّرْنَا فِيهَا مِنَ الْعُيُونِ 

“Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air.” (Yaasiin : 34)

Dalam Thibbun Nabawi disebutkan oleh Ibnu Qoyyim, kurma bisa  termasuk ke dalam jenis makanan, obat atau buah-buahan. Kurma matang bersifat panas pada tingkatan kedua dan kering pada tingkatan pertama, ia dapat meningkatkan hasrat seksual dan memperkuat lambung yang dingin.

Namun di antara berbagai manfaatnya dijelaskan oleh imam Ibnu Qoyyim, kurma yang telah masak (ruthob) juga cepat membusuk (dalam lambung), menyebabkan rasa haus, dapat merusak gigi, merusak darah dan menyebabkan sakit kepala, berbagai penyumbatan serta nyeri di prostat. Lalu bagaimana jika ingin menghindari efek yang tidak menyenangkan ini?

Salah satu resep kesehatan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah mencegah bahaya makanan dan menghindari efek sampingnya dengan mengkonsumsinya bersama makanan lain sehingga dapat meredam bahaya makanan tersebut.

Dalam satu riwayat disebutkan,

“وَكَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَأْكُلُهُ مَعَ الرُّطَبِ” خ

Nabi SAW pernah memakannya (mentimun) bersama kurma segar.” (H.R. Al-Bukhari).

Mengenai hadits ini Ibnu Qoyyim mengemukakan bahwasannya mentimun itu bersifat dingin pada tingkatan kedua, bisa meredam rasa haus, memiliki aroma yang menyegarkan dan mendinginkan lambung.

Kesimpulannya, kurma bersifat panas sementara mentimun adalah dingin, dan masing-masing akan sesuai dengan yang lainnya, di samping itu akan menetralisir bahaya di antara keduanya.

Pendeknya, menetralisir efek makanan yang bersifat panas dilakukan dengan substansi yang dingin dan juga sebaliknya atau makanan yang bersifat kering dengan yang bersifat lembab dan begitu sebaliknya. Cara ini akan menghasilkan substansi lebih lembut, ini juga dianggap sebagai salah satu metode pengobatan dan tindakan pencegahan terbaik.

Maka berangkat dari teori penyeimbangan unsur, dapat diketahui landasan terhadap kebiasaan makan Rasulullah SAW. Hadits lain yang mengungkapkan hal serupa adalah,

 

أَنَّهُ كَانَ يَأْكُلُ الْبِطِّيْخَ بِالرُّطَبِ وَيَقُوْلُ : يَدْفَعُ حَرُّ هَذَا بَرْدُ هَذَا، وَبَرْدُ هَذَا حَرُّ هَذَا. رواه ت ود.

Bahwa beliau pernah makan semangka dengan kurma ruthab, beliau berkata, ‘Menolak yang panas ini dengan yang dingin ini, dan menolak yang dingin ini dengan yang panas ini’.” (HR. At-Tirmidzi dan Abu Dawud).

Maka dengan berlandaskan tuntunan yang ada, teori penyeimbangan unsur makanan akhirnya menjadi kajian yang menarik di mata para ulama yang diberikan petunjuk oleh Allah SWT.

Ibnu Qoyyim menyebutkan dalam Ath-Thibbun Nabawi bahwasannya diriwayatkan dengan shahih bahwa Rasulullah SAW biasa menyantap kurma dengan keju, atau menyantapnya dengan roti.

Ibnu Qoyyim juga menyarankan mengkonsumsi sakanjabin (sirup yang terbuat dari madu dan cuka) untuk menetralisir efek samping akibat banyak mengkonsumsi ruthob yang berupa sakit kepala, kelebihan empedu hitam dan merusak gigi.

Selain itu metode peyeimbangan sifat makanan dengan menggunakan makanan lain yang memiliki sifat berlawanan dapat menguatkan potensi (bersifat sinergis) atau menambah manfaat makanan tersebut, sebagai contoh adalah terjadi pada jenis kurma terbaik, yaitu kurma ajwa.

Imam Adz-dzahabi menjelaskan dalam Ath-Thibbun Nabawi, “Kurma ajwa adalah makanan yang bagus lagi mencukupi, jika ditambahkan minyak samin padanya sempurnalah kecukupannya.”

Sedangkan Al-Maqdisi mengatakan tamr (kurma kering) dapat menetralisir Jummar (jantung pohon kurma), juga mengkonsumsi busr (kurma yang hampir masak) diiringi dengan sakanjabin. Wallahu ‘Alam.

 

Joko Rinanto

ERA MUSLIM