Makna Kejujuran dan Pelaksanaannya dalam Kehidupan

Apa makna dari kejujuran dan bagaimana pelaksaannya dalam kehidupan sehari-hari?

Dalam bahasa Arab, kata jujur semakna dengan assidqu atau siddiq yang berarti benar, nyata, atau berkata benar. Lawan kata ini adalah dusta.

Secara istilah, jujur atau as-sidqu memiliki tiga makna. Pertama, kesesuaian antara ucapan dan perbuatan.

Kedua, kesesuaian antara informasi dan kenyataan. Ketiga, ketegasan dan kemantapan hati dan keempat, sesuatu yang baik yang tidak dicampuri kedustaan.

Imam al-Ghazali membagi sifat jujur atau benar (shiddiq) sebagai berikut:

Pertama, jujur dalam niat atau berkehendak, yakni tak ada dorongan bagi seseorang dalam segala tindakan dan gerakannya selain dorongan karena Allah Swt. semata.

Kedua, jujur dalam perkataan atau lisan, yakni sesuainya berita yang diterima dengan yang disampaikan. Setiap orang harus mampu memelihara perkataannya. Ia tidak berkata kecuali dengan jujur.

Barangsiapa yang menjaga lidah dengan cara selalu menyampaikan berita yang sesuai dengan fakta yang sebenarnya, maka ia termasuk jujur jenis ini. Menepati janji termasuk jujur jenis ini.

Ketiga, jujur dalam perbuatan atau amaliah. Artinya adalah beramal dengan sungguh-sungguh sehingga perbuatan żahirnya tidak menunjukkan sesuatu yang ada dalam batinnya dan menjadi tabiat bagi dirinya.

Kejujuran adalah fondasi atas tegaknya suatu nilai-nilai kebenaran, sebab jujur identik dengan kebenaran.

Allah Swt. berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah Swt. dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (Q.S. al-Ahzāb (33):70)

Orang yang beriman perkataannya harus sesuai dengan perbuatannya karena sangat berdosa besar bagi orang-orang yang tidak mampu menyesuaikan perkataannya dengan perbuatan, atau berbeda apa yang di lidah dan apa yang diperbuat.

Allah Swt. berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apaapa yang tidak kamu kerjakan.” (Q.S. aś-Śaff/61:2-3)

Pesan moral dari dua ayat tersebut adalah memerintahkan satunya perkataan dengan perbuatan. Dosa besar di sisi Allah Swt., mengucapkan sesuatu yang tidak disertai dengan perbuatannya.

Perilaku jujur mampu menghantarkan pelakunya menuju kesuksesan dunia dan akhirat. Bahkan, sifat jujur adalah sifat yang wajib dimiliki oleh setiap Nabi dan Rasul-Nya.

Artinya, orang-orang yang selalu istiqamah atau konsisten mempertahankan kejujuran, sesungguhnya ia telah memiliki separuh dari sifat kenabian.

Jujur, sikap yang tulus dalam melaksanakan sesuatu yang diamanatkan, baik berupa harta atau tanggung jawab. Orang yang melaksanakan amanat disebut al-Amin, yakni orang yang terpercaya, jujur, dan setia.

Nama Al-Amin diberikan sebab segala sesuatu yang diamanatkan kepadanya menjadi aman dan terjamin dari segala bentuk gangguan, baik yang datang dari dirinya sendiri atau dari orang lain.

Sifat jujur dan terpercaya adalah hal yang sangat penting dalam segala aspek kehidupan, seperti dalam kehidupan rumah tangga, perniagaan, perusahaan, dan hidup bermasyarakat.

Salah satu faktor yang menyebabkan Nabi Muhammad Saw. berhasil dalam membangun masyarakat Islam adalah adanya sifat-sifat dan akhlak yang sangat terpuji.

Salah satu sifat Rasulullah Saw. yang menonjol adalah kejujurannya sejak masa kecil sampai akhir hayatnya. Konsistensi tersebut membuat ia mendapat gelar al-Amin yakni orang yang dapat dipercaya atau jujur.

Kejujuran akan mengantarkan seseorang meraih cinta kasih dan keridaan Allah Swt. Sementara, kebohongan adalah kejahatan yang menjadi faktor terkuat dan mendorong seseorang berbuat kemunkaran, lalu menjerumuskannya ke jurang neraka.

Kejujuran adalah sumber keberhasilan, kebahagian, serta ketenteraman yang harus dimiliki oleh setiap Muslim.

Seorang Muslim bahkan wajib menanamkan nilai kejujuran pada anak-anaknya sejak dini sampai menjadi generasi yang meraih sukses dalam kehidupan.[]

BINCANG SYARIAH