Masjid Ditutup Karena Wabah

Sejarah Islam dahulu menjelaskan bahwa masjid dahulu pernah ditutup karena ada wabah. Ini berarti tidak ada shalat berjamaah dan shalat jumat. Adz-Zahabi menceritakan,

وكان القحط عظيما بمصر وبالأندلس وما عهد قحط ولا وباء مثله بقرطبة حتى بقيت المساجد مغلقة بلا مصل وسمي عام الجوع الكبير

“Dahulu terjadi musim paceklik besar-besaran di Mesir dan Andalus,  kemudian terjadi juga paceklik dan wabah di Qordoba sehingga masjid-masjid ditutup dan tidak ada orang yang shalat. Tahun itu dinamakan tahun kelaparan besar.” [Siyar A’lam An-Nubala 18/311]

Sebagaimana kita ketahui bahwa wabah itu penyakit yang menular dengan sangat cepat. Lebih cepat menular apabila berada pada manusia dengan kumpulan massa yang banyak. Oleh karena itu para ulama sejak dahulu maupun sekarang telah menfatwakan bolehnya tidak shalat berjamaah dan tidak shalat Jumat di masjid apabila ada udzur syar’iy dan sesuai arahan ulil amri, para ulama (ustadz) atau ahli kesehatan setempat. (catatan penting: kebijaksanaan tidak shalat berjamaah dan tidak shalat jumat, dikembalikan lagi ke daerah masing-masing karena setiap daerah berbeda-beda keadaannya)

Hal ini berdasarkan kaidah fikh bahwa mencegah madharat didahulukan daripada mendatangkan mashalat. 

دَرْءُ الْمَفَاسِدِ أَوْلَى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ

“Menghilangkan kemudharatan itu lebih didahulukan daripada Mengambil sebuah kemaslahatan.”

Demikian juga kaidah bahwa yang namanya bahya itu harus dihilangkan,

اَلضَّرَرُ يُزَالُ

 (Kemudharatan Dihilangkan Sebisa Mungkin)

Mencegah wabah yang sudah pasti menyebar dan berbahaya tentu harus didahulukan daripada mendatangkan mashalat yaitu mendapatkan pahala shalat berjamaah.

Salah satu dalil yang dibawa ulama bolehnya tidak shalat berjamaah adalah terlarangnya seseorang hadir shalat berjamaah ke masjid karena bau bawang putih yang akan menganggu orang yang shalat. Haditsnya sebagai berikut:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ: ” مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الْبَقْلَةِ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسَاجِدَنَا، حَتَّى يَذْهَبَ رِيحُهَا، يَعْنِي الثُّومَ “

Dari Ibnu ‘Umar : Bahwasannya Rasulullah ﷺ pernah bersabda : “Barangsiapa yang memakan sayuran ini, maka janganlah mendekati masjid kami hingga hilang baunya” – yaitu bawang putih [HR. Muslim no. 561].

 Ibnu ‘Abdil Barr menjelaskan bahwa bau bawang putih dapat diqiyaskan dengan orang yang punya pengakit kusta yang menular, bahkan penyakit kusta lebih berbahaya daripada bau bawang putih. Terlebih ada wabah yang menular dengan cepat dan kita tidak tahu siapa saja yang menularkan. Beliau berkata,

أو عاهة مؤذية كالجذام وشبهه وكل ما يتأذى به الناس إذا وجد في أحد جيران المسجد وأرادوا إخراجه عن المسجد وإبعاده عنه كان ذلك لهم 

” Atau memiliki penyakit berbahaya seperti kusta dan semisalnya. Setiap hal yang mengganggu manusia apabila ada pada seseorang di masjid lalu mereka ingin mengeluarkan dan menjauhkannya dari masjid, maka mereka berhak melakukanitu.” [At-Tamhiid, 6/422-423].

Fatwa ulama kontemporer saat ini bolehnya shalat berjamaah di masjid cukup banyak. misalnya fatwa Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaily dari laman twitter beliau,

إذا وجد فيروس الكورونا في المنطقة أو منعت الدولة من التجمعات جاز تعطيل الجمعة والجماعة ويرخص للناس في الصلاة في بيوتهم ويصلون جماعة بأهل بيوتهم

“Apabila ada virus korona di suatu tempat dan dilarang oleh negara untuk berkumpul (dengan jumlah massa), maka boleh meniadakan shalat jumat dan shalat berjamaah. Manusia mendapat rukhshah shalat di rumah mereka bersama kelurarga.” [https://twitter.com/solyman24]

Demikian juga fatwa MUI tentang hal ini. Silahkan baca [https://mui.or.id/berita/27675/mui-putuskan-fatwa-penyelenggaraan-ibadah-dalam-situasi-terjadi-wabah-covid-19/]

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/55384-masjid-ditutup-karena-wabah.html