SYAIKH Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya, “Wahai Syaikh yang mulia, apakah dua rakaat shalat Dhuha bisa digabungkan dengan shalat sunnah tahiyatul masjid?”
Jawaban beliau rahimahullah, “Misalnya seseorang masuk masjid pada waktu Dhuha, lalu ia berniat melaksanakan shalat sunnah Dhuha, maka shalat tahiyatul masjid sudah termasuk di dalamnya. Begitu pula ketika masuk, lalu ia laksanakan shalat rawatib, maka shalat tahiyatul masjid juga sudah termasuk di dalamnya. Misalnya, seseorang melaksanakan shalat rawatib qobliyah Shubuh atau rawatib qabliyah Zhuhur, maka shalat tahiyatul masjid pun tercakup di dalamnya.
Akan tetapi sebaliknya, shalat tahiyatul masjid tidak bisa mencukupi shalat rawatib. Seandainya seseorang masuk masjid setelah dikumandangkan azan Zhuhur, lalu ia berniat laksanakan shalat tahiyatul masjid, maka ini tidak bisa mencakup shalat rawatib.” (Liqaat Al-Bab Al-Maftuh, kaset no. 108, pertanyaan no. 2, 5:304-305)
Berarti maksud Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah cukup seseorang melakukan shalat rawatib dua rakaat, maka shalat tahiyyatul masjid sudah ada di dalamnya. Karena dalam hadits cuma mengatakan lakukan dua rakaat ketika masuk masjid. Dari Abu Qatadah bin Ribi Al-Anshari radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Jika salah seorang di antara kalian memasuki masjid, janganlah ia duduk sampai mengerjakan shalat dua rakaat.” (HR. Bukhari, no. 1163 dan Muslim, no. 714)
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
[Referensi: Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin; Liqaat Al-Bab Al-Maftuh; Mulakkash Fiqh Al-Ibaadat/ Muhammad Abduh Tuasikal]