SHALAT itu menghadapkan diri dan hati ini kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Berbicara kepada Rabb Pencipta Langit dan Bumi, memuji-Nya dan mengkhususkan waktu bagi-Nya. Seorang yang melaksanakan shalat hendaknya menyibukkan diri mengingat Allah Ta’ala. Hal ini antara lain dapat dicapai dengan menyingkirkan hal-hal yang mengganggunya.
Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan di dalam Fathul Bari bahwa:
إزالة التشويش عن المصلي بكل طريق محافظة على الخشوع
“Menghilangkan segala yang mengganggu orang yang shalat dengan cara apapun, dapat menjaga untuk terus khusyuk.”
Di masa kita sekarang ini, semakin banyak masjid yang memberi kenyamanan lebih, lantai berlapis karpet tebal, full AC dan ruangan tertutup rapat sehingga lebih hening. Tidak jarang, masjid juga dilengkapi sound system terbaik. Maka sempurna sudah segala sarana yang dapat menambah kekhusyukan ibadah.
Tetapi…
Rupanya ada suara yang tak dapat dicegah oleh ruangan yang tertutup rapat. Konsentrasi bisa tiba-tiba terganggu oleh nada dering HP yang kadang berupa lagu-lagu yang sedang hits; sebuah nada dering yang sebagian ulama menghukumi haram. Terlebih saat di masjid.
Lalu apa yang perlu kita lakukan? Sebelum shalat, matikan HP. Bisa mengaktifkan mode pesawat (flight mode) sehingga fungsi non seluler tetap berjalan, tetapi tidak dapat melakukan panggilan, tidak bisa pula dihubungi. Minimal gunakan mode hening (silent mode), meskipun ini tetap dapat mengganggu diri kita sendiri jika ada yang menelepon.
Bagaimana jika lupa mematikan, lalu ada yang menelepon saat shalat sedang berlangsung? Ambil HP Anda segera. Jangan biarkan mengganggu kekhusyukan orang-orang yang sedang shalat. Apalagi jika sedang shalat di Masjid Nabawi atau Masjidil Haram. Matikan HP atau aktifkan flight mode atau pilih mode hening (silent). Yang jelas, ambil tindakan segera agar HP Anda tidak mengganggu kekhusyukan orang yang shalat. Tetapi jangan baca pesan yang masuk di WA atau SMS Anda.
Al-Qur’an itu mulia. Membacanya berpahala, mendengarkannya juga berpahala. Tetapi bacaan penuh kemuliaan itu pun tak boleh kita lantunkan dengan suara keras apabila ada yang sedang shalat karena yang demikian ini mengganggu kekhusyukan orang yang sedang shalat. Jika Al-Qur’an yang jelas-jelas mulia saja tidak boleh kita baca dengan suara keras ketika ada yang sedang shalat, maka apalagi nada dering yang tidak punya makna di dalam bunyinya? Apalagi untuk nada dering yang berisi senandung berisi pesan melalaikan dan bahkan maksiat, lebih mendesak lagi untuk segera dimatikan suaranya agar tidak mengganggu.
Suatu ketika Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui beberapa orang yang sedang shalat di bulan Ramadhan dan mereka mengeraskan bacaannya. Lalu Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam berkata pada mereka:
أَيُّهَا النَّاسُ كُلُّكُمْ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلَا يَجْهَرْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ
“Wahai manusia. Kalian semua sedang bermunajat (berbisik-bisik) dengan Rabbnya. Oleh karena itu, janganlah di antara kalian mengeraskan suara kalian ketika membaca Al Qur’an sehingga menyakiti saudaranya yang lain.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Tetapi bukankah mematikan HP atau mengubahnya menjadi mode pesawat (flight mode) berarti melakukan beberapa gerakan sekaligus? Benar. Tetapi ini merupakan gerakan yang bukan saja dibolehkan, bahkan harus dilaksanakan, disebabkan gerakan tersebut diperlukan untuk menghilangkan gangguan shalat sebagaimana dimaksud oleh al-hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, ulama Syafi’iiyah yang sangat disegani.
Perihal gerakan di luar shalat, mari kita renungkan hadis berikut ini. Dari ‘Aisyah radhiyaLlahu ’anha, ia berkata:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلي في البيت والباب عليه مغلق فجئت فمشى حتى فتح لي ثم رجع إلى مقامه، ووصفت أن الباب في القبلة
“Suatu ketika Rasulullah shallaLlahu’alaihi wa sallam sedang shalat di rumah dan pintu rumah tertutup. Lalu aku datang hendak masuk. Beliau pun berjalan lalu membukakan pintu kemudian melanjutkan shalat di tempatnya semula. Dan digambarkan bahwa pintu tersebut ada di arah kiblat.” (HR. Ahmad, An Nasa’i, At-Tirmidzi).
Pelajaran apa yang dapat kita ambil dari hadis tersebut? Pertama, melakukan beberapa gerakan yang tidak ada hubungannya dengan shalat dapat kita kerjakan saat shalat apabila dimaksudkan untuk menghilangkan gangguan shalat. Kedua, melakukan beberapa gerakan tersebut tidak membatalkan shalat dan bahkan justru merupakan keutamaan karena diperlukan untuk meniadiakan gangguan shalat.
Pada hadis lain, kita bahkan mendapati Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam melakukan gerakan tambahan pada saat sedang shalat karena beliau sedang menggendong cucunya.
Mari kita perhatikan hadis berikut ini:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يصلي وهو حامل أمامة بنت ابنته، فإذا ركع وضعها وإذا قام حملها
“Rasulullah shallaLlahu ’alaihi wa sallam pernah shalat sambil menggendong Umamah, cucu beliau. Jika beliau ruku’, beliau meletakkan Umamah. Jika beliau berdiri, beliau menggendong Umamah kembali.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada riwayat Muslim terdapat tambahan:
وهو يؤم الناس في المسجد
“Ketika itu beliau sedang menjadi imam shalat di masjid.“
Nah.
Jadi kalau sewaktu-waktu HP berdering saat sedang shalat, segera matikan. Membiarkannya hingga mengganggu kekhusyukan shalat, apalagi sampai mengganggu kekhusyukan orang lain, justru merupakan keburukan. Lebih-lebih jika itu terjadi saat di Tanah Suci saat umrah, tempat paling utama untuk ibadah.*
Oleh: Mohammad Fauzil Adhim