Diriwayatkan dari Tsabit bin al-Bunani dari Anas mengisahkan, dahulu ada dua orang bertetangga yang terlibat sengketa karena memperebutkan sebatang pohon kurma. Salah satunya ingin memagar tanah, namun terhalang sebatang pohon kurma milik tetangganya yang tumbuh melewati pekarangannya. Persengketaan ini berlanjut sampai ke hadapan Rasulullah SAW.
“Berikanlah batang kurma itu kepada saudaramu (agar ia bisa memagar tanahnya), engkau akan mendapatkan ganti sebuah kebun kurma di surga,” bujuk Rasulullah SAW. Namun tetap saja, ia tidak tidak mau.
Tiba-tiba seorang sahabat bernama Abu Dahdah datang menghampiri Rasulullah. “Benarkah demikian (apa yang baru engkau sabdakan itu), wahai Rasulullah?” ujarnya. Rasulullah pun mengiyakan.
Dengan wajah sumrigah, Abu Dahdah langsung berujar kepada kedua orang yang bersengketa itu. “Juallah sebatang pohon kurmamu itu kepadaku. Aku beli dengan seisi kebunku,” ujar Abu Dahdah kepada si pemilik batang kurma.
Ia pun terkejut. Siapa yang tidak kenal dengan kebun kurma milik Abu Dahdah. Di kebun tersebut setidaknya ada 600 pohon kurma. Tidak itu saja, kebun tersebut juga mempunyai sumur, vila, dan taman-taman yang indah. Benarkah Abu Dahdah rela menjualnya hanya untuk mendapatkan satu batang kurma yang dipertikaikan itu? Setengah tak percaya, si pemilik batang kurma itupun mengangguk.
“Wahai Rasulullah, aku telah membeli pohon kurma itu, aku bayar dengan kebunku. Sekarang pohon kurma itu aku berikan kepadamu,” tutur Abu Dahdah.
Rasulullah pun terkesima dengan perbuatan Abu Dahdah. “Alangkah banyaknya tandan kurma yang harum baunya milik Abu Dahdah di surga kelak,” Sabda Beliau SAW seraya mengulang-ulang kalimat tersebut.
Abu Dahdah pun pulang menemui istrinya. Ia ceritakanlah apa yang baru saja ia lakukan. Ia pun mengajak istri beserta anak-anaknya untuk keluar dari kebun kurma yang baru saja ia jual itu. Dengan wajah berseri-seri, istrinya pun setuju. “Alangkah beruntungnya jual belimu, suamiku,” ujar ummu Dahdah, istrinya. Demikian seperti dikisahkan dalam al-Mu’jam al-Kabir 22/300 nomor 763.
Kisah inilah yang melatarbelakangi turunnya Ayat Alquran Surat al-Baqarah ayat 245, “Siapa yang memberi pinjam kepada Allah dengan pinjaman yang baik, pasti Allah berikan ganjaran kepadanya dengan gandaan yang banyak.”
Demikian manisnya Allah SWT membahasakan infak dan sedekah. Allah menamakan infak dan sedekah dengan istilah pinjaman. Mereka yang bersedekah berarti meminjamkan sesuatu kepada Allah. Kemudian, di akhirat kelak pinjaman tersebut dibayarkan Allah dengan kenikmatan surga. Tentulah, Sang Khaliq tidak akan ingkar kepada hamba-Nya yang telah mengeluarkan pinjaman.
Keyakinan inilah yang dipegang secara bulat oleh Abu Dahdah dan istrinya. Tanpa keyakinan penuh akan janji Allah, tentu tak akan ada orang yang mau menginfakkan sebuah kebun yang sangat luas dan indah itu. Keyakinan yang mantap itulah yang harus ada dalam diri setiap mukmin.
Pertanyaannya, seberapa yakinkah kita dengan janji Allah? Benarkah kita yakin, dengan sedekah yang kita keluarkan akan mendapatkan ganjaran yang berlipat-lipat di dunia hingga di akhirat kelak? Jika yakin itu benar-benar ada, maka tentu kita akan meminjamkan semua benda keduniawian kita kepada Allah, kemudian mengharapkan pengembaliannya di akhirat kelak.
Oleh Hannan Putra