Ya Ayyuhalladzina Amanu

Mengapa Ya Ayyuhalladzina Amanu Disebutkan Berulang Kali dalam Surat Al-Hujurat?

Baru ditinjau dari segi kebahasaannya saja, keistimewaan Al-Qur’an langsung terlihat dan tak dapat terelakkan. Bahkan pada zaman Rasulullah Saw., para penyair kondang yang sempat mencoba membuat syair tandingan untuk menyaingi bahasa Al-Qur’an pun semuanya dibuat takluk. Karena bahasa Al-Qur’an memang tidak hanya indah dari segi zahirnya saja, tetapi dari segi batin pun terkandung makna yang sangat penuh. (Baca: Tafsir Surah Al-Hujurat Ayat 12; Menjauhi Prasangka Buruk Terhadap Sesama)

Misalnya, di antara keistimewaan bahasa Al-Qur’an yang berpengaruh terhadap maknanya ialah adanya pengulangan lafal dalam Al-Qur’an. Kita dapat menjumpai berbagai pengulangan penyebutan suatu ungkapan dalam Al-Qur’an, meski sebenarnya telah disebutkan sebelumnya. Di antaranya adalah penyebutan panggilan (nida’) kepada orang-orang beriman, dengan redaksi ya ayyuhalladzina amanu yang disebutkan lima kali dalam surah Al-Hujurat.

Panggilan berupa ya ayyuhalladzina amanu dalam surah Al-Hujurat [49] itu masing-masing disebutkan pada ayat 1, ayat 2, ayat 6, ayat 11, dan ayat 12. Karena pengulangan panggilan tersebut, mungkin saja timbul sekelumit pertanyaan terkait mengapa redaksi panggilan perlu disebutkan berulang kali dan ditegaskan kembali, padahal orang yang dituju masih sama? Bukankah andai tanpa adanya pengulangan, serta dengan sekali panggilan saja sudah cukup mewakili?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita telusuri penafsiran ulama ahli tafsir menyangkut alasan pengulangan redaksi tersebut. Di antaranya ialah penafsiran Syekh Ahmad bin Muhammad ash-Shawi al-Mishri, dalam kitab tafsir beliau yang berjudul Hasyiyah ash-Shawi. Menurut beliau, tujuan pengulangan tersebut ialah supaya orang-orang mukmin memberikan perhatian lebih terhadap urusan dan keadaan mereka, baik menyangkut perintah maupun larangan Allah yang berada setelah redaksi pemanggilan.

Penafsiran tersebut beliau kemukakan berdasar pada ungkapan Luqman, ketika ia memberikan beberapa nasihat kepada anaknya. Supaya mendapat perhatian lebih, Luqman memanggil anaknya berulang kali, yakni setiap sebelum menyampaikan nasihatnya. Panggilan yang dimaksud ialah lafal “ya bunayya” (wahai anakku), sebagaimana termaktub dalam surah Luqman [31] ayat 13, ayat 16, dan ayat 17.

Penjelasan serupa, disertai uraian contoh lebih lengkap, juga dapat ditemukan dalam Tafsir Mafatih al-Ghaib karya Imam Fakhruddin ar-Razi, serta kitab tafsir karya Syekh Ibnu Asyur yang berjudu Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir.

Selain alasan di atas, baik Imam Ahmad ash-Shawi maupun Imam Fakhruddin ar-Razi, juga memberikan alasan lain terkain pengulangan panggilan kepada orang-orang beriman. Yaitu untuk menghilangkan salah sangka, bahwa seruan tersebut berlaku pada selain orang yang dimaksud, yaitu selain orang mukin.

Alasam tersebut mereka kemukakan dengan penguat bahwa di antara beberapa panggilan khusus berupa “ya ayyuhalladzina amanu”, terdapat panggilan yang sifatnya umum kepada seluruh manusia, yaitu dengan redaksi “ya ayyuhannas”.

BINCANG SYARIAH