Bulan Suci Ramadhan di tahun in sudah hampir berakhir, namun pemandangan keramaian justru banyak terlihat di pusat perbelanjaan daripada tempat beribadah. Padahal Rasulullah ﷺ pernah bersabda Bahwa “Adalah bulan Ramadhan, awalnya rahmat, pertengahannya maghfiroh dan akhirnya pembebasan dari api Neraka.”
Sepertiga malam terakhir merupakan malam yang teristimewa diantara malam – malam yang ada di semua bulan. Saking istimewanya, Nabi sendiri diceritakan oleh istri beliau Sayyidatina Aisyah bahwa “Nabi ﷺ ketika memasuki sepuluh hari terakhir ‘mengencangkan gamisnya’, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.”. Tidak ada kata kendor di malam – malam itu.
Selain sebagai pembebas api Neraka, sepuluh malam terakhir dalam Bulan ramadhan juga memiliki keistimewaan dengan adanya malam Lailatul Qadr.
لَيۡلَةُ الۡقَدۡرِ ۙ خَيۡرٌ مِّنۡ اَلۡفِ شَهۡرٍؕ
تَنَزَّلُ الۡمَلٰٓٮِٕكَةُ وَالرُّوۡحُ فِيۡهَا بِاِذۡنِ رَبِّهِمۡۚ مِّنۡ كُلِّ اَمۡرٍ
Artinya: “Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan.” (QS: al Qadr ayat 3 – 4).
Dalam kitab Durratun Nasihin Syeikh Utsman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir berkata bahwa Kata ‘qadar’ dalam Lailatul Qadar juga memiliki arti ‘sempit’. Pada malam itu, silih berganti malaikat turun ke bumi, sehingga bumi bagai sangat sempit dengan kehadiran malaikat.
Nabi berpesan : “Carilah Lailatul Qadar itu pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan).”
Namun sayangnya waktu – waktu mulia ini banyak disia-siakan oleh banyak orang dengan kegiatan belanja atau buka bersama hingga meninggalkan kegiatan tarawih atau membaca al-Quran. Ibarat sebuah perlombaan marathan, semakin mendekati finish, makin banyak yang mulai lemas berguguran di tengah jalan.
Sandiaga Uno dalam tulisannya “Hidup adalah Marathon” menulis sebuah filosofi menarik tentang marathon dan kehidupan. “Dan saat berlari di ajang marathon pun, kita harus tetap disiplin menjaga fisik, mental dan emosi. Dari awal start saat badan masih segar kita tidak boleh terbawa emosi dan berlari terlalu kencang karena akan membuat stamina anjlok. Kita harus konsisten, menjaga nafas, menjaga kecepatan berlari agar saat kita sudah di km 30 ke atas, kita akan tetap kuat sampai finish. Mental merupakan tantangan berat saat lari marathon, bagaimana kita melawan diri sendiri.”
Maka sebagaimana marathon, Ramadhan juga merupakan aktifitas yang membutuhkan perisapan fisik dan juga mental. Jika ada fenomena masjid yang mendadak ramai di awal Ramadhan kemudian sepi di ujung, itu merupakan bahwa tanda bahwa banyak yang mentalnya jatuh atau sudah kehabisan nafas. Mereka memasuki ramadhan hanya dengan modal semangat tanpa ilmu dan persiapan yang matang. Akhirnya kesempatan yang mulia itu tidak bisa dimaksimalkan atau bahkan gagal hanya karena kurang persiapan. Padahal Rasulullah ﷺ Bersabda:
وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ
“Celaka Orang yang berjumpa dengan bulan Ramadhan kemudian keluar dari bulan tersebut namun dosa dosanya tidak diampuni oleh Allah.”*
Penulis adalah santri peserta program Takhassus Kuliyah Dirasah Islamiyyah Pandaan
Oleh: Abduh Rijal