Musibah meruntuhkan kesombongan dan keangkuhan manusia.
Allah telah berjanji bahwa setiap kesulitan ataupun musibah yang diberikan kepada seorang hamba, tak akan melebihi kapasitas kemampuan dari hamba yang bersangkutan tersebut. Bahkan ada kalanya, dari musibah muncul hikmah dan faedah yang dapat dipetik oleh setiap pribadi.
Syaikh Aidh Al-Qarni dalam kitabnya La Tahzan jilid 1 menjabarkan, sejatinya sebuah musibah mampu mengeluarkan nilai-nilai ubudiyah doa yang selama ini terpendam. Beliau menyebut, sesungguhnya Allah menurunkan ujian kepada seorang hamba yang saleh dari hamba-hambaNya. Dan kepada Malaikat, Allah berkata bahwa diturunkannya musibah serta ujian tersebut agar Allah mendengar suara doa dan permintaan dari manusia.
Di sisi lain, menurut beliau, diturunkannya musibah serta ujian dari Allah kepada manusia agar kesombongan dan keangkuhan yang kerap terpatri di jiwa manusia itu runtuh. Sebab, musibah dapat menggugah empati sesama manusia untuk saling merekatkan rasa cinta terhadap sesama. Tak hanya itu, manusia juga kerap kali saling mendoakan kepada yang sedang tertimpa musibah.
Sejatinya, musibah dapat membukakan mata mereka kepada hal yang lebih besar. Selama ini, menurut beliau, manusia hanya melihat hal-hal kecil jika dibandingkan dengan musibah lain yang lebih besar. Umumnya manusia menerima bahwa itu semua merupakan penebusan dosa dan kesalahan, sekaligus pahala dan ganjaran di sisi Allah.
Maka, beliau berpendapat, apabila setiap manusia menyadari bahwa semua musibah dan ujian adalah buat yang dapat dipetik dan dinikmati, maka sudah pasti manusia akan menghadapi musibah tersebut dengan senang dan tenang. Bukankah ketenangan merupakan representasi dari keimanan? Maka, mereguk hikmah dari musibah merupakan hal yang patut menjadi sikap yang perlu dilakukan setiap Muslim.