Iman adalah energi yang kuat yang terus mendorong orang-orang beriman untuk terus beribadah, beramal, berdakwah dan berjihad kemudian memberi manfaat sebesar-besarnya kepada umat manusia sesuai dengan tingkatan orang beriman dan sesuai dengan asupan ruhiyah imaniyah yang dicapainya.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ صَائِمًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَا قَالَ فَمَنْ تَبِعَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ جَنَازَةً قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَا قَالَ فَمَنْ أَطْعَمَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مِسْكِينًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَا قَالَ فَمَنْ عَادَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مَرِيضًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَا اجْتَمَعْنَ فِي امْرِئٍ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ
Rasulullah saw. Bersabda, “Siapa yang pagi ini puasa?” Abu Bakar ra. menjawab, “Saya, Rasul bertanya, “Siapa yang pagi ini sudah mengantar jenazah ke kuburan?” Abu Bakar ra. menjawab, “Saya, Rasul saw. bertanya, “Siapa yang pagi hari ini telah memberi makan orang miskin? “Abu Bakar ra. menjawab, “Saya, Rasul saw. bertanya, “Siapa yang pagi hari ini menengok orang sakit?” Abu Bakar ra. menjawab, “Saya”. Maka Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah (semua perbuatan baik itu) terkumpul pada seseorang pasti dia akan masuk surga”. (HR Muslim)
Mereka ibarat pohon berbuah yang dilempari batu oleh sang pelempar, tetapi pohon itu melempari buahnya bagi manusia. “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat”. (Ibrahim 24-25)
Berkata Imam Hasan Al-Bashri, “Keimanan bukanlah angan-angan tetapi keyakinan yang kokoh dalam hati dan dibuktikan oleh amal”
Keimanan merupakan daya dorong atau motivasi internal yang senantiasa menggerakkan orang yang beriman untuk senantiasa beramal dan beramal. Segala produktifitas kebaikan dilahirkan oleh orang-orang beriman, sesuai dengan kekuatan keimanan tersebut. Puncaknya terjadi pada diri Rasulullah saw., sahabat, tabiin dan tabiit tabiin. Merekalah generasi terbaik dari umat ini. Rasul saw. Bersabda,
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
Sebaik-baiknya manusia adalah di masaku, kemudian masa berikutnya, kemudian masa berikutnya” (HR Bukhari dan Muslim).
Apa yang dicontohkan oleh sahabat mulia Abu Bakar ra adalah bukti nyata betapa produktifnya beliau dalam waktu yang masih relatif pagi telah memborong amal shalih, puasa sunnah, mengantar jenazah, memberi makan orang miskin dan menengok saudaranya seiman yang sakit. Dan itu dilakukan diluar Ramadhan.
Orang-orang beriman adalah orang-orang yang memahami tugas dan risalahnya kemudian melaksanakan tugas dan risalah atau misinya tersebut. Mereka mengetahui bahwa hidup di dunia ini sementara dan kemudian seluruh perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Taala, sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Zalzalah 6-8:
“Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”.
Kualitas keislaman seseorang adalah sejauh mana dia mampu melaksanakan amal-amal berkualitas dalam pandangan Islam dan meninggalkan perbuatan yang tidak berguna apalagi mengandung dosa. Rasulullah saw. bersabda, “Di antara kesempurnaan Islam seseorang adalah ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna”. Sedangkan hidup ini adalah kumpulan dari hari-hari, maka sangat merugilah orang yang menyia-nyiakan waktunya.
Jatidiri keimanan akan senantiasa mendorong dan memotivasi orang beriman untuk senantiasa beramal, merespon setiap tugas dengan cepat dan berlomba dalam melaksanakan setiap kebaikan. Dan itu akan dilakukan setiap saat, bukan hanya waktu-waktu tertentu, seperti di bulan Ramadhan.
Respon Yang Cepat (Sur’atul Ijabah)
Kecepatan merespon tugas merupakan bukti kekuatan keimanan seseorang. Maka Para nabi, para sahabat dan salafu shalih adalah contoh terbaik dalam hal ini. Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Ahmad dll, Abu Talhah adalah kaum Anshar yang paling banyak memiliki kebun kurma, dan salah satu kebun yang paling ia sukai adalah Bi’raha, kebun tersebut menghadap masjid. Dan NabiShalallahu ‘alaihi wa Sallam sering mengunjungi kebun tersebut, masuk ke dalam, minum air yang sangat murni disana. Dan ketika Abu Thalhah mendengar turun ayat: {لن تنالوا البر حتى تنفقوا مما تحبون} . Berkata Abu Talhah, “Wahai Rasulullah, Allah telah berfirman dalam ayatnya, dan harta yang paling saya cintai adalah kebun Bi’raha. Dengan ini saya sedekahkan karena Allah. Saya harap kebaikan dan sebagai tabungan di sisi Allah. Maka ambillah wahai Rasulullah sesuai kehendakmu yang baik dalam pandangan Allah. Maka Rasulullah gembira dan menjawab, “Harta yang berkah-harta yang beruntung, saya telah mendengar apa yang engkau katakan. Tetapi saya berpendapat lebih baik engkau berikan kepada kerabatmu”. Berkata Abu Talhah, “Akan saya lakukan wahai Rasulullah”. Maka ia bagikan kepada kerabat-kerabatnya dari anak-anak pamannya.
Perang Yarmuk diikuti sekitar seribu sahabat Rasulullah SAW, di antara mereka seratus sahabat yang ikut perang Badar bersama panglima mereka Rasul SAW. Di antara sahabat tersebut adalah Muadz bin Jabal dan anaknya Abdurahman ra. Sebelum terjadi peperangan, Muadz bin Jabal mengelilingi barisan umat Islam memberi semangat perang, mengingatkan akan hari-hari Allah, mengingatkan akan karunia surga dan kenikmatannya. Di antara yang dikatakannya adalah, “Wahai umat Islam, wahai pembela hidayat dan kebenaran. Sesungguhnya rahmat Allah tidak akan diperoleh kecuali dengan kerja dan niat. Maka janganlah sampai Allah nanti melihat kalian dalam kondisi lari dari musuhmu”.
Di bagian lain panglima perang pasukan Romawi mengawasi Muadz bin Jabal dan mengamati langkahnya. Setelah terlihat jelas, satu dengan yang lain memanggil untuk perang tanding. Tentara Romawi maju memanggil umat Islam untuk keluar menampilkan pahlawannya untuk berhadapan dan dia menunjukkan pedangnya pada Muadz. Maka Muadz maju menemui panglimanya Abu Ubaidah untuk mendapatkan izin perang tanding menghadapai seorang tentara Romawi tadi, dan memeberikan padanya bendera yang dipegang Muadz. Berkata Abu Ubaidah, “Wahai Muadz saya minta dengan hak Rasulullah SAW, engkau tetap pegang bendera itu. Demi Allah engkau tetap memegang bendera lebih aku sukai daripada tanding dengan orang kafir ini”. Maka Muadz tunduk mengikuti pendapat panglimanya dan menyeru:”wahai umat Islam barangsiapa ingin kuda untuk berperang di jalan Allah maka ini kudaku dan ini pedangku ambillah ! Belum selesai Muadz menyelesaikan ungkapannya, anaknya Abdurrahman berdiri didepannya dan berkata, “Wahai bapak, saya yang mengahadap orang ini. Jika saya sabar maka itu karunia dari Allah, jika dia membunuhku. Maka salam sejahtera untukmu wahai bapakku. Jika engkau ingin bertemu dengan Rasulullah SAW maka berikanlah wasiat tadi”
Muadz diam tertegun, dalam dirinya terjadi pergolakan batin antara dorongan kebapakan yang melarang anaknya dan dorongan keimanan yang membiarkan anaknya menginginkan apa yang diridhai Allah. Tetapi hal itu tidak lama sehingga Muadz sudah dapat memutuskan. Muadz merangkul anaknya dan berkata, “wahai anakku tetaplah dengan apa yang engkau tekadkan, karena rizkimu adalah syahadah (mati syahid). Engkau akan bertemu dengan Rasulullah saw, sampaikan salam dariku, dan katakanlah, “Semoga Allah memberikan balasan atas kebaikan umatmu wahai Rasulallah”.
Dan pergilah Abdurrahman bin Muadz bin Jabal menuju si kafir Romawi. Maka saling hantam dan saling pukul. Kemudian Abdurahman memukul dengan pedangnya yang hampir membunuhnya. Tetapi si Romawi loncat menjauhinya. Keseimbangan Abdurahman oleng, maka dengan cepat si Romawi menghantam dengan pedangnya. Peci imamah di kepalanya potong dan kepalanya terluka. Romawi menyangka bahwa dia telah mampu membunuh Abdurrahman. Abdurahman mundur menuju pasukan umat Islam. Bapaknya menemuinya dan berkata, “Kenapa engkau wahai anakku?” Berkata Abdurrahman, “Si kafir itu membunuhku wahai bapakku”. Berkata Mudaz ra, “Apa lagi yang engkau kehendaki dari dunia wahai anakku. Jarak antaramu dengan surga tinggal beberapa langkah, majulah dan bunuhlah si kafir itu”. Maka Abdurahman menanggung nyeri dari lukanya yang dalam dan kembali maju untuk menghadapi si Romawi. Tetapi takdir Allah telah mendahuluinya mengantarkan dia ke surga sebelum sampai menghadapi si Romawi.
Berlomba dalam Kebaikan (Musabaqah Fil Khairat)
Orang beriman memahami bahwa kewajiban yang di tugaskan lebih banyak dari waktu yang tersedia. Oleh karenannya dia terus-menerus beramal dan keimanan itu memotivasi dirinya untuk tetap beramal dalam kondisi apapun. Dalam sebuah hadits riwayat imam Muslim disebutkan bahwa sebagian sahabat bertanya pada Rasulullah saw. ”Wahai Rasulullah saw. orang-orang kaya telah memborong pahala kebaikan, mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami puasa. Dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka“. Rasul saw. bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian bisa sedekah? Bahwa setiap tasbih sedekah, setiap takbir sedekah, setiap tahmid sedekah, setiap tahlil sedekah, setia amar ma’ruf sedekah, setiap nahi mungkar sedekah. Dan seseorang meletakkan syahwatnya (pada istrinya) sedekah”. Sahabat bertanya, “Apakah seseorang menyalurkan syahwatnya dapat pahala? Rasul saw menjawab: Ya, bukankah jika menyalurkannya pada yang haram akan mendapat dosa? Begitulah jika menyalurkan pada yang halal maka akan mendapat pahala”.
Hadits ini mengisyaratkan bahwa orang-orang beriman memiliki motivasi tinggi dalam beramal dan senantiasa belomba dalam kebaikan untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya kebaikan dan pahala. Dan hadits ini juga menerangkan betapa amal shalih itu banyak dan beragam bentuknya. Ketika kita melakukannya, dan dengan niat karena Allah, maka itu bagian dari sedekah dan kontribusi kita pada umat dan bangsa. Lapangan hidup bagi orang beriman tidaklah sempit, bukan hanya rumah dan tempat mencari nafkah saja. Tetapi lapangan hidup orang beriman adalah bumi dan seisinya dengan berbagai macam aktifitasnya. Apalagi jika orang beriman terlibat dengan aktifitas dakwah, maka dia akan mendapatkan banyak manfaat dan kebaikan baik di dunia maupun di akhirat.
Dan potret kehidupan yang luas dan disisi dengan semangat perlombaan ini sangatlah banyak pada orang-orang beriman generasi terbaik dari umat ini. Dalam perang Tabuk sahabat Rasulullah saw. melakukan penjagaan di kegelapan malam, tiba-tiba mereka mendapatkan seseorang yang sedang menjaga tentara, maka ia adalah penjaga tentara yang sedang berjaga. Dia adalah Salikah bin salamah. Ketika diberitakan pada Rasul saw. berita tentangnya, beliau berdo’a, “Ya Allah berilah rahmat kepada para penjaga dan penjaga para penjaga”.
Umar bin Khattab ra. berkata, “Rasulullah saw. melewati Abdullah bin Mas’ud, saya dan Abu Bakar bersama beliau dan Ibnu Ma’sud sedang membaca Al-Qur’an. Maka Rasulullah saw. bangkit dan mendengarkan bacaannya, kemudian Abdullah ruku dan sujud. Berkata Umar ra, Rasul saw. bersabda, “Mintalah pasti akan dikabulkan, mintalah pasti akan dikabulkan”. Berkata Umar ra. Kemudian Rasulullah saw. berlalu (dari Ibnu Mas’ud ra) dan bersabda, “Barangsiapa ingin membaca Al-Quran seindah sebagaimana diturunkan, maka bacalah sebagaimana bacaan Ibnu Ummi Abdi (Ibnu Mas’ud)”. Berkata (Umar), “Maka saya bersegera di malam hari datang menuju rumah Abdullah bin Mas’ud untuk menyampaikan kabar gembira apa yang dikatakan Rasulullah saw, berkata (Umar), “Tatkala saya mengetuk pintu atau berkata agar (Ibnu Mas’ud) mendengar suaraku, berkata Ibnu Mas’ud ra.“ Apa yang yang membuatmu datang pada saat seperti ini?” Saya berkata, “Saya datang untuk menyampaikan kabar gembira (padamu) sebagaimana apa yang telah dikatakan Rasulullah saw“. Berkata Ibnu Mas’ud ra. “Abu Bakar telah mendahuluimu”. Saya berkata, ”Apa yang dia lakukan, dia selalu menang dalam perlombaan kebaikan, tidaklah saya berlomba untuk suatu kebaikan pasti dia (Abu Bakar) telah mendahuluiku.” (HR Ahmad)
Itu adalah motivasi keimanan yang menggerakkan orang-orang beriman untuk cepat merespon tugas dan senantiasa berlomba dalam kebaikkan. Abu Bakar ra, Umar ra, Abu Thalhah ra, Muadz bin Jabal dan putranya telah mencontohkan yang terbaik dalam merespon tugas dan perlombaan kebaikan. Begitulah kondisi mereka tidak pernah meninggalkan pintu-pintu kebaikan, kecuali mereka cepat melaksanakannya dengan motivasi yang kuat. Hal ini hanya dimiliki oleh orang-orang beriman yang selalu siap untuk kebaikan dan kebahagiaan mereka yaitu pahala, keridhoan dan surga Allah. Wallahu ‘alam.
sumber: Dakwtuna