Selama ibu kita masih hidup, muliakanlah, bahagiakan hatinya.
Manusia terbentuk dalam balutan kehangatan rahim seorang ibu. Mulai dari pembuahan sel sperma bertemu ovum yang menjadi segumpal darah, lalu membentuk daging berupa organ anatomi manusia dan berkembang menjadi kerangka tulang belulang yang dibungkus kembali dengan daging.
Demikianlah proses ini menjadi kesatuan fisik dalam wujud bayi. Mahasuci Allah atas segala ciptaan-Nya (QS al-Mukminun: 12-14).
Dalam Alquran, kata “rahim” disebut dengan qararin makin, yaitu tempat yang kokoh. Allah titipkan rahim itu dalam tubuh seorang wanita. Sejatinya organ reproduksi merupakan tempat yang kokoh yang mampu menampung proses terbentuknya manusia sampai sempurna dilahirkan ke muka bumi dengan berat bayi di atas dua sampai empat kilogram atau lebih, ditambah dengan berat plasenta dan air ketuban yang ditampungnya sampai waktu yang Allah tentukan kelahirannya mulai tujuh sampai sembilan bulan (QS al-Mursalat: 21-23).
Pada masa kehamilan ini hanya seorang ibu yang dapat merasakan lelah dan sakitnya. Peran wanita yang tak bisa digantikan oleh seorang laki-laki selain mengandung, yaitu melahirkan dan menyusui. Tiga proses beruntun ini adalah masa-masa kepayahan seorang wanita yang bergelar ibu.
Allah gambarkan lemah dan lelah seorang ibu dalam Alquran, “Dan Kami perintahkan kepada manusia agar (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku kembalimu.” (QS Luqman: 14).
Masa kepayahan seorang ibu melewati fase mengandung selama sembilan bulan, melahirkan dengan pertaruhan nyawanya, juga masa menyusui selama dua tahun. Masa kelekatan seorang anak dengan ibunya yang tak bisa lepas.
Sifat ar-Rahim-Nya, Maha Penyayang-Nya yang Allah titipkan dalam bentuk wujud seorang ibu. Ketika dirinya dan janin di kandungannya dalam satu tubuh, ketika ia meringis kesakitan melahirkan, dan ketika air susunya mengalir menjadi darah daging di tubuh seorang anak, begitu banyak titipan Sang Maha Penyayang yang dititipkan dalam sosok seorang ibu.
Maka ketika seorang sahabat bertanya pada Rasul, “Ya Rasulullah siapakah orang yang paling berhak saya hormati di dunia ini?” Rasulullah menjawab, “Ibumu, ibumu, ibumu, lalu ayahmu.” (HR at-Tirmidzi No 1.897).
Teringat kisah Khalifah Umar bin Khattab yang diamanahkan Rasulullah SAW untuk meminta doa kepada seseorang yang dijamin mustajab doanya. Beliau orang biasa yang tak dikenal di bumi tapi masyhur di langit.
Adalah Uwais al-Qarni, seorang penggembala kambing miskin yang tinggal berdua dengan ibunya. Dengan kesabarannya ia merawat ibunya sampai wafat. Bahkan, Uwais rela menggendong ibunda yang tua renta menunaikan ibadah haji dari negeri Yaman ke Makkah al-Mukarramah. Betapa mulia baktinya pada seorang ibu.
Oleh karena itu, hidup di dunia yang singkat ini, selama ibu kita masih hidup, muliakanlah, bahagiakan hatinya, jenguk dan kabulkan keinginannya selama bukan maksiat. Sebab, ridha Allah bergantung pada ridha orang tua, pun surga-Nya berada di bawah telapak kaki ibu.
Wallahu a’lam.
OLEH KURNIA NINGSIH