SUDAH dekat musim Pemilu, Pileg dan Pilpres bukan? Lihatlah para politisi mulai gencar menyapa rakyat lewat spanduk, banner dan sejenisnya yang ditempelkan atau digantung atau dipakukan di sebarang tempat di pinggir-pinggir jalan. Lihatlah betapa banyak mobil-mobil bergambar politisi berseleweran di jalan-jalan.
Beginikah cara efektif menyapa rakyat? Mungkinkah rakyat memilih mereka yang hanya mengenalkan wajah tapi tak mengenalkan program dan mengenalkan apa yang telah dilakukan untuk rakyat?
Mungkin ada yang menjawab dengan jawaban yang merendahkan rakyat: “Cukup sebar 50 ribu menjelang hari pencoblosan maka semua menjadi beres?” Apakah cara ini efektif? Mungkin saja efektif terutama di tengah masyarakat yang lapar dan masyarakat yang berpikirnya adalah untuk jangka pendek.
Kondisi masyarakat desa yang masih kelaparan ini dibaca dengan baik oleh para politisi yang menghendaki citra baik terbangun dalam satu hari. Inilah yang membuat ongkos politik menjadi mahal. Gaya seperti ini menutup jalan para orang baik tapi miskin untuk berpartisipasi dalam memperbaiki negeri. Maka sejak dulu hingga kini, wajah politisi ya kebanyakan itu itu saja. Capresnya juga itu itu saja. Banyak orang baik tak punya modal.
Oretan ini hanya ingin menyampaikan nasehat ringan para bijak yang layak direnungkan oleh para politisi: “Berbaiklah kepada setiap orang yang berada di jalanmu untuk naik ke puncak ketinggian, karena saat turun nanti kalian akan bertemu dengan mereka lagi.”
Ada banyak politisi yang naik menjadi wakil rakyat dari daerah tertentu, lalu setelah terpilih kemudian melupakan penduduk daerah itu dan sibuk di kota besar tempat kantornya berada. Wakil rakyat seperti ini sungguh tak akan punya muka mulia lagi saat berhenti dari jabatannya. Bahkan, memang tak layak untuk dipilih kembali.
Pilihlah politisi yang sayang kepada rakyat, yang perhatian pada peningkatan dompet rakyat, bukan peningkatan isi dompetnya sendiri. Pilihlah politisi yang selalu merakyat, bukan yang menjual rakyat dengan mengatasnamakan rakyat untuk kepentingan diri dan kelompoknya sendiri
Lalu, siapa orangnya yang harus kita pilih? Mari bermusyawarah sambil juga istikharah. Salam, AIM. [*]