Zakat fitrah adalah ibadah maaliyah yang menyertai dan menyempurnakan puasa Ramadhan. Bagaimana niat zakat fitrah, kapan waktu mengeluarkan dan berapa besarnya untuk tahun 2020? Berikut ini pembahasannya.
Pengertian Zakat Fitrah
Terkadang ada yang mempertanyakan mengapa disebut zakat fitrah padahal dalam hadits dipakai istilah zakat fithri. Dua istilah tersebut sama-sama boleh digunakan. Karena dalam riwayat Imam Syafi’i dan ulama lainnya dipakai istilah tersebut.
Secara bahasa, al fitrah (الفطرة) artinya adalah asal penciptaan. Menurut Ibnu Qutaibah, dinamakan zakat fitrah (زَكَاة الْفِطْرَةِ) karena zakat ini adalah zakat untuk badan dan jiwa.
Dalam hadits, istilah yang digunakan Rasulullah adalah zakat fithri (زَكَاةِ الْفِطْرِ). Secara bahasa, Al Fithr (الفطر) artinya adalah berbuka. Dinamakan zakat fitri karena zakat ini wajib dikeluarkan sebab berakhirnya puasa Ramadhan.
Secara istilah, zakat fitrah atau zakat fitri adalah ibadah maaliyah (harta) yang wajib dikeluarkan disebabkan berakhirnya puasa Ramadhan.
Hukum Zakat Fitrah
Hukum zakat fitrah adalah wajib bagi setiap muslim baik pria maupun wanita, kecil atau dewasa, dan budak maupun merdeka. Ia mulai diwajibkan pada tahun 2 hijriyah, di tahun yang sama dengan diwajibkannya puasa Ramadhan dan peristiwa perang Badar.
Hukum ini berdasarkan hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ ، عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ، ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى ، مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitri sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum kepada setiap orang merdeka maupun budak, laki-laki maupun wanita, dari kalangan kamu muslimin. (HR. Bukhari)
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ أَوْ رَجُلٍ أَوِ امْرَأَةٍ صَغِيرٍ أَوْ كَبِيرٍ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitri dari Ramadhan kepada seluruh jiwa kaum muslimin baik orang merdeka maupun budak, laki-laki maupun wanita, anak kecil maupun orang dewasa sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum. (HR. Muslim)
Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu menjelaskan, ulama Hanifiyah berpendapat bahwa yang wajib mengeluarkan zakat ini adalah yang memiliki harta satu nisab yang lebih dari kebutuhan pokoknya (tempat tinggal, pakaian, kendaraan, peralatan rumah tangga serta kebutuhan keluarga).
Namun menurut jumhur ulama, zakat ini wajib atas orang yang memiliki makanan pokok untuk dirinya dan orang yang ia nafkahi di malam Idul Fitri dan ketika Idul Fitri. Bahkan menurut madzhab Maliki, zakat fitrah tetap wajib meskipun ia harus berhutang. Asalkan diperkirakan bisa melunasi.
Zakat fitri ini wajib dikeluarkan oleh setiap jiwa (kullu nafs). Karenanya, seorang ayah harus mengeluarkan zakat ini untuk anak-anaknya yang masih kecil dan bayi, seorang kepala keluarga mengeluarkan zakat ini untuk orang yang ia nafkahi. Jika zakat ini sudah dibayarkan oleh suami atau kepala keluarga, istri atau anggota keluarga tidak perlu membayar sendiri.
Niat Zakat Fitrah
Dalam bab Zakat buku Fikih Manhaji Madzhab Syafi’i ditulis satu sub bab khusus berjudul Hukum Niat ketika Mengeluarkan Zakat.
Seorang muzakki wajib berniat ketika membayarkan zakatnya. Hal ini untuk membedakannya dengan pembayaran jenis lain seperti kafarat sumpah atau infaq. Ketentuan ini berdasarkan hadits yang sangat populer, “Sesungguhnya perbuatan itu tergantung pada niat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika muzakki membayar langsung zakatnya, maka ia niat zakat ketika hendak menyerahkan zakat itu kepada mustahiq. Boleh juga ia niat zakat ketika memisahkan bagian zakat dengan hartanya yang lain.
Adapun ketika ia menyerahkan zakat kepada pemerintah atau lembaga amil zakat, maka ia harus niat zakat ketika menyerahkannya kepada pemerintah atau lembaga amil zakat.
Semua ulama sepakat bahwa tempat niat adalah hati. Melafadzkan niat bukanlah suatu syarat. Artinya, tidak harus melafadzkan niat.
Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu menjelaskan, menurut jumhur ulama selain madzhab Maliki, melafadzkan niat hukumnya sunnah dalam rangka membantu hati menghadirkan niat.
Sedangkan dalam madzhab Maliki, yang terbaik adalah tidak melafalkan niat karena tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Berikut ini lafadz niat zakat fitrah beserta tulisan latin artinya.
1. Niat Zakat untuk Diri Sendiri
Jika seseorang mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya sendiri, maka lafadz niatnya adalah sebagai berikut:
ﻧَﻮَﻳْﺖُ أَﻥْ أُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻧَﻔْسيْ ﻓَﺮْﺿًﺎ لِلَّهِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
(Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an nafsii fardhol lillaahi Ta’aalaa)
Artinya: Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku sendiri, fardhu karena Allah Ta’ala
2. Niat Zakat untuk Anak Laki-laki
Jika seorang kepala keluarga mengeluarkan zakat fitrah untuk anaknya, terutama yang masih kecil dan belum bisa berniat sendiri. Maka lafadz niat zakat fitrah untuk anak laki-laki adalah sebagai berikut:
ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻭَﻟَﺪِﻱْ … ﻓَﺮْﺿًﺎ لِلَّهِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
(Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an waladii … fardhol lillaahi Ta’aalaa)
Artinya: Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak laki-lakiku…. (sebutkan nama), fardhu karena Allah Ta’ala
3. Niat Zakat untuk Anak Perempuan
Jika seorang kepala keluarga mengeluarkan zakat fitrah untuk anaknya, terutama yang masih kecil dan belum bisa berniat sendiri. Maka lafadz niat zakat fitrah untuk anak perempuan adalah sebagai berikut:
ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِﻋَﻦْ ﺑِﻨْﺘِﻲْ … ﻓَﺮْﺿًﺎ لِلَّهِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
(Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an bintii … fardhol lillaahi Ta’aalaa)
Artinya: Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak perempuanku…. (sebutkan nama), fardhu karena Allah Ta’ala
Waktu Mengeluarkan
Para ulama sepakat bahwa zakat fitrah wajib dikeluarkan pada akhir Ramadhan. Namun, mereka berbeda pendapat mengenai batas waktu itu.
Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah menjelaskan, menurut Imam Ahmad, Imam Syafi’i dalam qaul jadid dan satu riwayat Imam Malik, waktu wajibnya adalah ketika terbenamnya matahari pada malam Idul Fitri karena saat itulah waktu berbuka puasa Ramadhan.
Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dalam qaul qadim dan satu riwayat Imam Malik, waktu wajibnya adalah ketika terbit fajar pada hari raya Idul Fitri.
Perbedaan ini berpengaruh pada bayi yang lahir pada malam Idul Fitri sebelum terbit fajar, apakah ia wajib dikeluarkan zakat fitrahnya atau tidak. Menurut golongan pertama, zakat fitrahnya wajib dikeluarkan karena ia lahir setelah waktu diwajibkan. Menurut golongan kedua, zakat fitrahnya tidak wajib dikeluarkan karena ia lahir sebelum waktu diwajibkan.
Jika waktu wajib zakat ini adalah akhir Ramadhan, bolehkah ia dikeluarkan lebih awal? Menurut jumhur ulama, boleh dikeluarkan satu hari atau dua hari sebelum hari raya Idul Fitri. Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu biasa mengeluarkan zakat ini sehari atau dua hari sebelum Idul Fitri.
Menurut madzhab Syafi’i, zakat fitrah boleh dikeluarkan sejak awal Ramadhan. Sedangkan menurut madzhab Hanafi, ia boleh dikeluarkan sebelum bulan Ramadhan.
Yang perlu sangat diperhatikan, batas akhir mengeluarkan zakat fitrah adalah sebelum Sholat Idul Fitri. Jika dikeluarkan setelah sholat id, ia menjadi sedekah biasa.
مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
“Barangsiapa yang menunaikan zakat fithri sebelum sholat id maka zakatnya diterima. Dan barangsiapa yang menunaikannya setelah sholat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah; hasan)
Besarnya Zakat Fitrah
Seperti tercantum pada hadits di atas, besarnya zakat fitrah yang wajib dikeluarkan adalah satu sha’ gandum atau satu sha’ kurma atau satu sha’ makanan pokok lainnya. Dalam Fiqih Sunnah dijelaskan, satu sha’ sama dengan empat mud yakni sekitar 3,33 liter.
Jika ditimbang, satu sha’ setara dengan sekitar 2,7 Kg. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menganjurkan agar digenapkan 3 Kg sehingga lebih aman. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, satu sha’ sama dengan 3,8 Kg.
Syaikh Abdurrahman Al Juzairi menjelaskan, bahan makanan pokok yang dikeluarkan sebagai zakat ini harus dibersihkan dari kulit dan batangnya. Sehingga ketika orang berzakat, ia memberikan beras bukan memberikan padi.
Orang yang biasa memakan makanan yang lebih rendah dari kebiasaan masyarakat, misalnya ia makan nasi dari beras sedangkan masyarakat biasa memakan gandum, maka ia mengeluarkan zakat fitrah seperti yang ia makan jika hal itu karena keterbatasan ekonominya. Namun jika itu karena kekikirannya, ia harus mengeluarkan zakat ini sesuai makanan yang biasa dimakan masyarakat.
Besar Zakat Fitrah dengan Uang 2020
Bolehkah mengeluarkan zakat fitrah dengan uang, bukan dalam bentuk bahan makanan pokok? Imam Abu Hanifah memperbolehkannya. Yakni dengan memberikan uang senilai satu sha’ bahan makanan pokok.
“Namun jika yang diberikan orang yang berzakat itu berupa gandum, maka cukup setengah sha’” terang Imam Abu Hanifah seperti dikutip Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah.
Mengapa boleh memberikan zakat fitrah dengan uang, Syaikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan hujjah Madzhab Hanafi, karena hakikatnya yang wajib adalah mencukupkan orang fakir miskin dari meminta-minta. Hal itu berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
أَغْنُوهُمْ فِى هَذَا الْيَوْمِ
“Cukupkan mereka (dari meminta-minta) pada hari seperti ini.” (HR. Daruquthni)
“Mencukupkan orang fakir miskin dari meminta-minta dapat tercapai dengan memberinya harga (uang). Bahkan itu lebih sempurna dan mudah karena lebih dekat untuk memenuhi kebutuhan. Dengan demikian maka jelaslah teks hadits tersebut mempunyai illat (sebab) yakni al ighna’ (mencukupkan)” demikian hujjah Madzhab Hanafi.
Sedangkan menurut jumhur ulama, tidak boleh mengeluarkan zakat fitrah dengan uang karena Rasulullah mengeluarkan zakat ini dengan makanan pokok.
“Membayar zakat fitrah dengan harga jenis makanan-makanan tersebut, maka tidak boleh menurut jumhur. Hal itu berdasarkan perkataan Umar bin Khattab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha’ kurma dan satu sha’ gandum.” Jika berpaling dari ketentuan itu maka ia telah meninggalkan kewajiban,” tulis Syaikh Wahbah Az Zuhaili.
Jadi, tidak boleh membayar zakat ini dengan uang secara mutlak. Sebab di zaman Rasulullah juga sudah ada uang tetapi beliau dan para sahabat tidak memberikan uang sebagai zakat fitrah. Adapun hadits yang digunakan hujjah Madzhab Hanafi tersebut, derajatnya dipersoalkan oleh banyak ulama.
Namun jika kita membayar kepada lembaga zakat dalam bentuk uang dan telah ada kesepakatan (akad) bahwa nantinya lembaga zakat itu memberikan kepada mustahik dalam bentuk makanan pokok, maka ini diperbolehkan.
Berapa besarnya zakat fitrah dengan uang? Masing-masing lembaga zakat memiliki standar sendiri. Namun besarannya hampir sama. Baznas menetapkan Rp 40.000. Global Zakat juga Rp 40.000. Demikian pula Rumah Zakat dan Kotak Amal Indonesia, semua seragam Rp 40.000,- untuk tahun 2020 ini.
Demikian pembahasan lengkap zakat fitrah mulai dari pengertian, hukum, niat, waktu, hingga besarnya. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]