Efek Dahsyat dari Perbuatan Dosa

Al-Qur’an seringkali menjelaskan begitu bahayanya melanggar ketentuan Allah. Dibaliknya ada efek dahsyat yang akan menimpa pelakunya.

Allah swt berfirman,

وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُۥ يُدۡخِلۡهُ نَارًا خَٰلِدٗا فِيهَا وَلَهُۥ عَذَابٞ مُّهِينٞ

“Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batas hukum-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, dia kekal di dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan.” (QS.An-Nisa’:14)

Dalam ayat lain disebutkan,

وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلَٰلٗا مُّبِينٗا

“Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata.” (QS.Al-Ahzab:36)

Karena begitu besarnya efek yang dihasilkan oleh perbuatan dosa, Al-Qur’an selalu mengingatkan untuk cepat-cepat bertaubat apabila terjadi kekhilafan dalam diri kita. Karena perbuatan dosa itu dapat membuatnya tergelincir dalam semua urusan dalam hidupnya.

Bila kita merenungkan ayat-ayat Al-Qur’an maka akan kita temukan bahwa efek dari dosa itu tidak hanya menimpa pelakunya, tapi efeknya bisa merembet kemana-mana.

(1) Yang pasti akan merasakan efek buruk dari dosa adalah pelakunya.

وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٖ فَمِن نَّفۡسِكَ

“Dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS.An-Nisa’:79)

وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٖ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ

“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (QS.Asy-Syura:30)

Disana ada dosa yang menjauhkan kita dari rezeki…

Ada dosa yang merubah nikmat menjadi bencana…

Ada dosa yang menghambat doa untuk dikabulkan…

Dan semua keburukan yang menimpamu adalah hasil dari tanganmu sendiri.

(2) Efek dari dosa itu bisa menimpa harta manusia.

Bagaimana diceritakan para pemilik kebun yang berlimpah dalam Surat Al-Qalam, tiba-tiba dihancurkan oleh Allah karena enggan memberi orang-orang yang miskin.

فَأَصۡبَحَتۡ كَٱلصَّرِيمِ

“Maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita.” (QS.Al-Qalam:20)

Begitu juga diceritakan dalam Surat Al-Kahfi.

(3) Bahkan orang-orang yang rela melihat perbuatan dosa orang lain juga akan terkena dampaknya.

Begitulah ketika Bani Israil dilarang untuk memancing di hari Sabtu oleh Allah, orang-orang yang tidak ikut memancing namun hatinya rela dengan perbuatan itu juga mendapatkan adzab dari Allah swt.

وَأَخَذۡنَا ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ بِعَذَابِۭ بَـِٔيسِۭ بِمَا كَانُواْ يَفۡسُقُونَ

“Dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zhalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” (QS.Al-A’raf:165)

(4) Dosa-dosa itu juga bisa memberi efek buruk bagi suatu Negeri.

Kita melihat bagaimana Negeri Saba’ dihancurkan karena perbuatan dosa para penduduknya.

فَأَعۡرَضُواْ فَأَرۡسَلۡنَا عَلَيۡهِمۡ سَيۡلَ ٱلۡعَرِمِ وَبَدَّلۡنَٰهُم بِجَنَّتَيۡهِمۡ جَنَّتَيۡنِ ذَوَاتَيۡ أُكُلٍ خَمۡطٖ وَأَثۡلٖ وَشَيۡءٖ مِّن سِدۡرٖ قَلِيلٖ

“Tetapi mereka berpaling, maka Kami kirim kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Asl dan sedikit pohon Sidr. (QS.Saba’:16)

Dalam ayat lain disebutkan,

فَتِلۡكَ بُيُوتُهُمۡ خَاوِيَةَۢ بِمَا ظَلَمُوٓاْ

“Maka itulah rumah-rumah mereka yang runtuh karena kezhaliman mereka.” (QS.An-Naml:52)

(5) Dosa juga bisa memberi efek buruk kepada bumi Allah swt.

ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia.” (QS.Ar-Rum:41)

Semua kerusakan di bumi ini adalah hasil dari perbuatan manusia. Sementara apabila mereka beriman dan bertakwa maka Allah akan memakmurkan tempat dimana mereka tinggal.

وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS.Al-A’raf:96)

Marilah kita menjaga diri dari berbagai macam dosa. Jangan pernah meremehkan yang kecil karena dari yang kecil itu akan menggiring kita untuk melakukan dosa besar.

Semoga bermanfaat…

 

KHAZANAHALQURAN

Ungkapan Rasa Syukur

Tak ada alasan bagi Muslim untuk tidak bersyukur kepada Allah.

 

Sebuah hadis diriwayatkan Hakim dari Jabir bin Abdullah RA menyebutkan, di akhirat nanti ada seorang hamba yang telah beribadah selama 500 tahun. Ahli ibadah tersebut pun dipersilakan Allah SWT untuk memasuki surga. “Wahai hamba-Ku, masuklah engkau ke dalam surga karena rahmat-Ku,” bunyi Firman Allah dalam hadis qudsi tersebut.

Namun, ada yang menyangkal dalam hati si ahli ibadah. Mengapa ia masuk surga lantaran rahmat Allah? Bukankah ia telah beribadah selama 500 tahun? “Ya Rabbi, mengapa aku tidak dimasukkan ked alam surga karena amalku?” tanyanya.

Allah SWT pun memperlihatkan nikmat yang telah diberikan-Nya bagi si ahli ibadah. Nikmat Allah tersebut ditimbang dengan seluruh amal ibadah yang telah ia kerjakan. Ternyata, nikmat penglihatan dari sebelah matanya saja sudah melebihi ibadah 500 tahun si ahli ibadah. Akhirnya, si ahli ibadah pun tunduk dihadapan Allah dan menyadari betapa kecilnya nilai ibadahnya.

Tak ada alasan bagi seorang Muslim untuk tidak bersyukur kepada Allah. Sebanyak apa pun ibadah yang dilakukan, tak akan sebanding dengan nikmat dan karunia yang telah diterima dari Allah. Demikianlah hakikat dari ibadah, sebagai ungkapan rasa syukur seorang hamba kepada Rabb-nya. Jadi, menunaikan ibadah bukan hanya sebatas “pelunas utang” dan menunaikan kewajiban saja.

Rasulullah SAW sebagai seorang hamba yang dijamin tidak berdosa (maksum) adalah teladan dalam hal bersyukur. Suatu kali, istri beliau SAW bertanya, mengapa suaminya itu selalu shalat tahajud sepanjang malam. Bahkan, kaki beliau SAW pun sudah bengkak lantaran lamanya berdiri. “Ya Rasulullah, bukankah Allah SWT telah mengampuni dosamu yang terdahulu dan yang akan datang?” ujar Aisyah.

Aisyah mengisyaratkan, buat apalagi susah-susah ibadah, toh Rasulullah SAW sudah dijamin Allah masuk surga. Seluruh kesalahannya, kalaupun ada, sudah diampuni Allah. Dan, ia adalah makhluk yang paling mulia dimuka bumi. Lalu, mengapa ia masih merepotkan diri dengan ibadah sepanjang malam?

“Bukankah lebih elok jika aku menjadi hamba yang bersyukur,” jawab Rasulullah (HR Bukhari).Demikianlah Rasulullah mencontohkan, hakikat dari ibadah bukanlah sebatas “pelunas utang” atau pembersih diri dari dosa. Ibadah adalah luapan rasa syukur kepada Allah.

Sungguh, sangat banyak hal-hal yang harus disyukuri seorang hamba. Nikmat tersebut baru akan terasa nilainya ketika Allah SWT telah mencabutnya. Jadi, sebelum Allah mencabut nikmat itu, syukurilah keberadaannya.

“Dan, jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menghitungnya (karena banyaknya). Sesungguhnya, Allah benar-benar Maha Penyayang.” (QS an-Nahl [16] : 18).

Ketika seorang hamba sudah mengetahui hakikat ibadahnya sebagai bentuk syukur, saat itulah ibadah bisa menjadi perisainya. Seorang yang menunaikan kewajibannya dan juga menambahnya dengan ibadah-ibadah sunah akan bermuara pada kecintaan Allah. Ketika ia sudah mendapatkan cinta Allah, seluruh aktivitas yang ia jalani di muka bumi adalah restu dan rida dari Allah SWT.

Sebagaimana Firman Allah dalam hadis qudsi: “Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku senangi daripada melaksanakan apa yang Aku fardukan atasnya. Dan, tidak pula hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri dengan melakukan amalan-amalan sunah, sehingga Aku mencitainya. Dan, bila Aku mencintainya, menjadilah Aku telinganya yang ia gunakan untuk mendengar, matanya yang ia gunakan untuk melihat, tangannya yang dengannya ia memegang, dan kakinya yang dengannya ia berjalan. Apabila ia bermohon kepada-Ku maka pasti Ku kabulkan permohonannya, apabila ia meminta perlindungan-Ku maka pasti ia Ku lindungi. (HR Bukari Muslim).

Mereka yang mendapatkan cinta Allah tersebut juga diistilahkan dengan wali Allah. Tak mudah untuk mengetahui siapa wali Allah tersebut. Tetapi, yang jelas wali Allah adalah ahli ibadah yang menunaikan ibadah sebagai bentuk rasa syukur mereka.

Berhati-hatilah berurusan dengan para wali Allah. Seperti dinyatakan dalam kelanjutan hadis di atas, “Siapa yang memusuhi wali-Ku (orang yang dicintai Allah) maka sesungguhnya Aku telah menyatakan perang dengannya.” ed: hafidz muftisany

 

KHAZANAH REPUBLIKA

12 Tipe Hati yang Sakit menurut Al-Qur’an

Setelah sebelumnya kita membahas hati yang sehat menurut Al-Qur’an. Kali ini kita akan menyebutkan 12 tipe hati yang sakit. Apa saja hati yang sakit menurut Al-Qur’an?

 

1. Hati yang Berpenyakit

Yaitu hati yang tertimpa penyakit seperti keraguan, kemunafikan dan suka memuaskan syahwat dengan cara yang haram.

فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ

Sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya.” (QS.al-Ahzab:32)

 

2. Hati yang buta

Yaitu hati yang tidak dapat melihat dan menemukan kebenaran.

فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ

“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.”(QS.al-Hajj:46)

 

3. Hati yang alpa

Yaitu hati yang lalai dari Al-Qur’an. Karena terlalu disibukkan dengan hal-hal duniawi dan syahwat yang menyesatkan.

لَاهِيَةً قُلُوبُهُم

“Hati mereka dalam keadaan lalai.” (QS.al-Anbiya’:3)

 

4. Hati yang berdosa

Yaitu hati yang menutupi kesaksian atas  sebuah kebenaran.

وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ  وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُه

“Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan kesaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya.” (QS.al-Baqarah:283)

 

5. Hati yang sombong

Yaitu hati yang congkak dan enggan mengakui Ke-Esaan Allah. Ia semena-mena melakukan kedzaliman dan permusuhan.

كَذَٰلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ

“Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.” (QS.Ghafir:35)

 

6. Hati yang kasar

Yaitu hati yang tidak memiliki kasih sayang dan belas kasihan.

وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِك

“Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.”(QS.Ali Imran:159)

 

7. Hati yang terkunci

Yaitu hati yang tidak mau mendengarkan hidayah dan enggan merenungkannya.

وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِه

“Dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya.” (QS.al-Jatsiyah:23)

 

8. Hati yang keras

Yaitu hati yang tidak dapat diluluhkan oleh keimanan. Tak dapat terpengaruh oleh nasehat dan peringatan. Dan ia berpaling dari mengingat Allah.

وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً

“Dan Kami jadikan hati mereka keras membatu.” (QS.al-Ma’idah:13)

 

9. Hati yang lalai

Yaitu hati yang menolak untuk mengingat Allah dan mendahulukan hawa nafsu dibanding ketaatan kepada-Nya.

 

وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا

“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami.” (QS.al-Kahfi:38)

 

10. Hati yang tertutup

Yaitu hati yang tertutup rapat sehingga tidak dapat ditembus oleh ayat-ayat Allah dan sabda-sabda Nabi.

وَقَالُوا قُلُوبُنَا غُلْفٌ

Dan mereka berkata: “Hati kami tertutup”. (QS.al-Baqarah:88)

 

11. Hati yang jauh (dari kebenaran)

Yaitu hati yang melenceng jauh dari cahaya kebenaran.

فأَمَّا الَّذِينَ في قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ

“Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan.” (QS.Ali Imran:7)

 

12. Hati yang ragu

Yaitu hati yang selalu diombang-ambingkan oleh keraguan.

انَّمَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَارْتَابَتْ قُلُوبُهُمْ فَهُمْ فِي رَيْبِهِمْ يَتَرَدَّدُون

Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya. (QS.at-Taubah:45)

Inilah 12 tipe hati yang sakit menurut Al-Qur’an. Semoga hati kita terhindar dari 12 tipe ini. Karena itu perbanyaklah berdoa,

 

يَامُقَلِّبَ الْقُلُوْبُ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ

Duhai yang membolak-balikkan hati.. Tetapkan hati kami diatas agama-Mu…

Menjemput Rizki Bukan Mencari Rizki

AYO kita pastikan semua kesibukan kita jadi amal soleh, karena yang bisa dibekal untuk pulang kelak hanya amal soleh.

Bukan mencari Rejeki melainkan menjemput Rejeki, karena Rejeki sudah pasti ada dan yang perlu dicari adalah keberkahannya. Rejeki yang berkah ke hati jadi tenang, ke ibadah jadi semangat, juga jadi gemar sedekah, ke keluarga jadi makin sakinah.

Rejeki yang tak barokah, hati selalu resah gelisah, selalu merasa kurang, jadi malas ibadah, kurang manfaat lebih senang dikumpul-kumpul. Rejeki kita dimanapun, lebih tau kepada kita daripada kita tau mereka dimana, ikhtiar adalah amal soleh dan Rejeki sudah dijaminNya. [smstauhiid]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar 

Ringan Dikerjakan Tapi Sering Dianggap Sepele, Inilah Keutamaan Shalat Sunnah Tahiyatul Masjid

Ketika kita memasuki masjid sebelum melakukan shalat berjamaan, sangat dianjurkan untuk melakukan shalat sunnat tahiyatul masjid terlebih dahulu.

Shalat Tahiyatul Masjid merupakan shalat sunnah yang dilakukan sebanyak 2 rekaat saat seseorang masuk ke masjid sebelum melakukan shalat wajib.

 

Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah radhiyallahu’anhu yang berbunyi:

“Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah dia shalat dua rekaat sebelum dia duduk,” (HR Bukhari dan Muslim)

Sebelum Anda melakukan shalat, mungkin anda juga perlu mengetahui apa saja keutamaan dari shalat Tahiyatul Masjid.

Inilah 10 keutamaan Shalat Tahiyatul Masjid:

1. Memuliakan Masjid

Karena masjid merupakan rumahnya Allah, sudah selayaknya orang-orang yang datang ke rumah-Nya memulyakan-Nya.

Adapun salah satu bentuk memulyakan masjid adalah dengan melakukan shalat tahiyatul masjid ketika kita memasuki masjid.

2. Sebagai penutup kekurangan shalat wajib

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya amalan yang pertama kali dihisab pada manusia di hari kiamat nanti adalah shalat. Allah ‘azza wa jalla berkata kepada malaikat-Nya dan Dia-lah yang lebih tahu, “Lihatlah pada shalat hamba-Ku. Apakah shalatnya sempurna ataukah tidak? Jika shalatnya sempurna, maka akan dicatat baginya pahala yang sempurna. Namun jika dalam shalatnya ada sedikit kekurangan, maka Allah berfirman: Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki amalan sunnah. Jika hamba-Ku memiliki amalan sunnah, Allah berfirman: sempurnakanlah kekurangan yang ada pada amalan wajib dengan amalan sunnahnya.” Kemudian amalan lainnya akan diperlakukan seperti ini.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad)

3. Sebagai penghapus dosa dan derajat ditinggikan.

 

Karena memperbanyak sujud bisa dilakukan dengan cara melakukan shalat sunnah dan salah satu shalat sunnah tersebut adalah shalat tahiyatul masjid.

4. Cermin ketaatan dan ketakwaan pada Allah

Melakukan shalat tahiyatul masjid dengan tekad yang bulat dan sungguh-sungguh hanya karena Allah merupakan cermin orang yang bertakwa.

5. Dapat menyelesaikan segala urusan

Menyelesaikan dalah segala urusan disini maksudnya dapat menyelesakan permasalahan yang membuat seseorang merasa resah dan bimbang dalam persoalan hidupnya.

Dengan melakukan shalat sunnah salah satunya shalat tahiyatul masjid dan serahkan segala urusannya kepada Sang Pencipta, maka Allah akan memberikan kecukupan dan memberi jalan keluar atas persoalan yang dialami.

6. Penyempurna shalat fardu

Maksudnya jika dalam melakukan shalat fardhu itu ada kekurangan atau kurang sempurna seperti lupa, ataupun sebagainya maka dapat disempurnakan dengan melakukan shalat tahiyatul masjid.

7. Rasa syukur seorang hamba

Melakukan shalat tahiyatul masjid juga merupakan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah atas semua nikmat yang diberikan.

Seperti nikmat hidup, nikmat sehat dan rezeki yang melimpah.

8. Merupakan salah satu amal yang diutamakan

Shalat tahiyatul masjid merupakan salah satu amal yang diutamakan, seperti amalan shalat wajib dan sunnah lainnya.

9. Orang yang istimewa dihadapan Allah

Karena dengan rajin melakukan shalat sunnah ini, maka ia akan dijadikan wali Allah.

Ia termasuk orang yang beriman dan bertakwa.

10. Dianjurkan Rasulullah SAW

 

Shalat tahiyatul masjid merupakan salah satu shalat sunnah yang dianjurkan dan telah dicontohkan oleh Rasululah SAW.

Seperti sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya di antara tanda-tanda dekatnya kiamat adalah seseorang melalui (masuk) masjid, namun tidak melakukan shalat dua rakaat di dalamnya.” (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya)

TRIBUNNEWS.com

Anjuran Shalat Tahiyatul Masjid

Berikut pelajaran penting dari Imam Nawawi rahimahullah dalam Riyadhus Sholihin tentang shalat tahiyatul masjid. Ada faedah-faedah berharga yang bisa diambil dari hadits-hadits tentang tahiyatul masjid.

Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Al-Fadhail

 

بَابُ الحَثِّ عَلَى صَلاَةِ تَحِيَّةِ المَسْجِدِ بِرَكْعَتَيْنِ وَكَرَاهَةِ الجُلُوْسِ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ فِي أَيِّ وَقْتٍ دَخَلَ وَسَوَاءٌ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ بِنِيَّةِ التَّحِيَّةِ أَوْ صَلاَةٍ فَرِيْضَةٍ أَوْ سُنَّةٍ رَاتِبَةٍ أَوْ غَيْرِهَا

208. Bab Anjuran Shalat Tahiyatul Masjid Dua Rakaat dan Makruhnya Duduk Sebelum Shalat Dua Rakaat pada Waktu Kapan Saja Ia Masuk Masjid, Baik Ia Shalat Dua Rakaat dengan Niat Tahiyatul Masjid maupun Shalat Wajib, atau Sunnah Rawatib, atau yang Lainnya

 

Hadits #1144

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : قَالَ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – : (( إِذَا دَخَلَ أحَدُكُمُ المَسْجِدَ ، فَلاَ يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ )) متفقٌ عَلَيْهِ.

Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka janganlah ia langsung duduk sampai mengerjakan shalat dua rakaat.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 444 dan Muslim, no. 714]

 

Faedah Hadits

  1. Hadits ini menunjukkan anjuran untuk melaksanakan shalat dua rakaat ketika masuk masjid, bisa dengan shalat wajib, niatan shalat tahiyatul masjid, atau shalat rawatib.
  2. Mayoritas ulama (jumhur) berpendapat bahwa shalat tahiyatul masjid dihukumi sunnah (bukan wajib).
  3. Shalat tahiyatul masjid masih dibolehkan meskipun pada waktu terlarang untuk shalat (seperti bada Shubuh atau bada Ashar). Inilah yang menjadi pendapat madzhab Imam Syafi’i dan Imam Ahmad dalam salah satu pendapat.
  4. Jika seseorang masuk masjid lalu dalam waktu dekat masuk kembali, maka dianjurkan shalat tahiyatul masjid berulang kali. Demikian salah satu pendapat dalam masjid Syafi’i.

 

Hadits #1145

وَعَنْ جَابِرٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : أَتَيْتُ النَِّبيَّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَهُوَ فِي المَسْجِدِ ، فَقَالَ:((صَلِّ رَكْعَتَيْنِ )) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau berada di masjid. Beliau bersabda ketika itu, ‘Lakukanlah shalat dua rakaat.’” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 443 dan Muslim, no. 715]

 

Faedah Hadits

  1. Hadits ini menunjukkan anjuran shalat tahiyatul masjid.
  2. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan ilmu dengan cara memerintahkan sahabat mempraktikkan ilmu.

 

Beberapa Catatan Tentang Shalat Tahiyatul Masjid

 

  1. Para ulama sepakat akan dianjurkannya shalat tahiyatul masjid dan dimakruhkan untuk tidak melakukan tahiyatul masjid ketika tidak ada uzur.
  2. Shalat tahiyatul masjid itu dua rakaat. Jika ada yang shalat tahiyatul masjid lebih dari dua rakaat dengan sekali salam, tetap dibolehkan dan dianggap termasuk dalam tahiyatul masjid karena dua rakaat sudah masuk di dalamnya.
  3. Jika bentuknya ketika masuk masjid adalah shalat jenazah, sujud tilawah, sujud syukur, atau shalat hanya satu rakaat, tidak disebut melakukan tahiyatul masjid.
  4. Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa shalat tahiyatul masjid tidaklah mesti dengan niat tahiyatul masjid, asalkan shalat mutlak dua rakaat, atau berniat dua rakaat shalat rawatib, atau dua rakaat shalat non-rawatib, atau shalat fardhu (adaan atau qadha’an atau nazar), maka dibolehkan dan dianggap mendapatkan apa yang diniatkan.
  5. Ulama Syafi’iyah juga mengatakan jika seseorang berniat shalat fardhu dan tahiyatul masjid sekaligus, atau shalat rawatib dan tahiyatul masjid sekaligus, maka ia mendapatkan pahala tahiyatul masjid.
  6. Jika seseorang berulang kali masuk masjid dalam satu jam, maka disunnahkan shalat tahiyatul masjid setiap kali masuk.
  7. Ketika masuk Masjidil Haram, disunnahkan langsung melakukan thawaf (itu lebih afdal) dibanding menyibukkan diri dengan shalat tahiyatul masjid.
  8. Ketika masuk masjid dan imam sudah naik mimbar khutbah Jumat, maka tidaklah langsung duduk namun mengerjakan shalat tahiyatul masjid dengan rakaat yang ringan.
  9. Jika duduk sudah terlalu lama ketika masuk masjid dan tidak mengerjakan shalat tahiyatul masjid terlebih dahulu, maka shalat tersebut jadi luput.
  10. Tidak ada qadha untuk shalat tahiyatul masjid yang luput.

Poin-poin di atas diambil dari Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab karya Imam Nawawi, 3:375-376.

Wallahu Ta’ala a’lam bish shawaab.

Referensi:

  1. Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab. Cetakan kedua, Tahun 1427 H. Imam Yahya bin Syarf An-Nawawi. Penerbit Dar ‘Alam Al-Kutub.
  2. Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
  3. Kunuz Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Prof. Dr. Hamad bin Nashir bin ‘Abdurrahman Al-‘Ammar. Penerbit Dar Kunuz Isbiliyya.

Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/19946-anjuran-shalat-tahiyatul-masjid.html

Meminta-minta pada Zaman Now

HIDUP memang tidak selamanya lancar dan sesuai harapan kita. Namun pada semua kondisi yang kita hadapi, Allah berikan itu semua karena Allah Maha Tahu kita bisa menghadapi dan menyelesaikannya.Maka jangan sekali-kali meminta-minta apapun kepada selain Allah. Termasuk bergantung kepada manusia yang merupakan makhluk Allah. Meminta hanya kepada Allah.

Pada zaman sekarang kita dapati perilaku meminta-minta yang tercela lagi terlarang. Misalnya seseorang yang menjadikan mengemis sebagai pekerjaan hariannya. Setiap hari ia keluar rumah untuk meminta-minta. Kadang ia berkeliling dari rumah ke rumah. Atau dia berdiam diri di tempat umum untuk menengadahkan tangan meminta-minta.

Atau seseorang yang ia tidak pernah meminta-minta laiknya pengemis harian. Namun setiap ia punya hajat atau keperluan, ia selalu meminta bantuan orang lain. Tolong ambilkan ini itu, atau tolong lakukan ini itu untuk saya. Padahal dia sendiri tidak berhalangan untuk melakukan hal tersebut.

Meminta-minta yang sebenarnya seseorang tak punya hajat, atau ia mampu untuk mengadakannya, di antaranya adalah kebiasaan seseorang yang meminta-minta dengan bahasa halus. Misalnya dengan mengatakan, “Ini bagus sekali. Aku mau dong”. “Wah, lucu sekali. Boleh dong buat aku”. Meminta-minta seperti itu jelas tidak boleh oleh agama kita.

Satu lagi yang mungkin kadang kita temui, yakni permintaan oleh-oleh seseorang kepada orang lain yang melakukan safar (bepergian). Mereka seringkali berkata, “Jangan lupa oleh-olehnya”. Atau dengan bahasa yang lebih vulgar, “Nanti bawakan oleh-oleh khas daerah untukku ya”. Kalimat-kalimat tersebut walaupun terdengar akrab, tetap saja disebut sebagai meminta-minta.

Terdapat hadits yang menyebutkan ancaman bagi orang yang meminta-minta. Dari Hubsyi bin Junadah radliyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang meminta-minta padahal ia tidak fakir, maka seakan-akan ia memakan bara api” (HR. Ahmad).

Sungguh tercela orang yang menjadikan meminta-minta sebagai kebiasaannya. Semoga Allah memberkahi kita dengan memberikan kecukupan dan kesanggupan kepada kita. [*]

Imam al-Ghazali Tuturkan Petuah Sufi Bagi Pegiat Haji Sunah

Ibadah haji adalah salah satu rukun Islam yang lima. Dia adalah ibadah wajib bagi umat Islam yang mempunyai kemampuan, baik biaya ataupun kesehatan.

Qaradhawi.

Lalu Sang Imam yang pernah menjadi berandalan ini, seperti ditulis Tadzkirat al-Auliya’ini bertanya kepada temannya.

“Sudahkah engkau menunaikan kewajiban haji?” tanya Imam Bisyr.

“Sudah,” jawab temannya kepada sang Imam Bisyr

Lalu Imam Bisyr melanjutkan dialognya.

“Maukah engkau aku tunjukan amal yang lebih baik daripada keinginanmu itu?” tanya Sang Imam.

“Selain mendapatkan pahala, engkau tidak usah berusaha payah pergi jauh. Engkau cukup tinggal di rumah saja.” katanya.

“Apa itu,” tanya temannya sang Imam.

“Engkau bagi-bagikan uang 2.000 dirham itu untuk anak yatim sekian, untuk janda sekian, untuk orang miskin sekian, dan untuk musafir sekian. Dengan membagi-bagikan uang sebesar itu berarti engkau telah menemui banyak hak, menutupi banyak kebutuhan, dan mengatasi banyak kesulitan. Itu jelas lebih baik daripada pergi haji sunah,” katanya.

“Tetapi hatiku sangat rindu untuk bisa mengunjungi Ka’bah lagi,” sergah sang teman.

“Kalau harta itu syubhat pastilah mendorong pemiliknya  untuk menggunakannya menurut hawa nafsu. Contohnya seperti engkau ini,” kata Sang Imam.

Setelah berdialog dengan temannya, Imam Bisyr menceritakan  komunitas orang Mesir yang setiap tahun berangkat haji secara rombongan bersama keluarga dan kolega yang totalnya berjumlah 100 orang.

Dan kebiasan itu sudah berlangsung selama 40 tahun. Maka, pada suatu hari Imam Bisyr menemui mereka.

“Hai fulan, akankah pada tahun ini kalian pergi haji lagi? Kalau rombongan kalian ada 100 orang, dan masing-masing membayar 10 ribu dirham, berarti terkumpul uang sebesar 100 juta dirham. Uang sebesar itu bisa kalian gunakan untuk membantu beberapa negeri Islam yang sangat memerlukan bantuan,” katanya.

“Tetapi kami merasa nikmat saat menunaikan ibadah haji lagi,” kata mereka kepada sang imam.

“Bukankan kalian lebih nikmat saat bisa membantu seseorang, memberi makan orang yang kelaparan, memberi pakaian orang yang telanjang, membelikan obat bagi orang yang sakit, dan menyediakan penampungan bagi orang yang telantar,” kata Imam Bisyr.

IHRAM

Tak Ada Perselisihan Ulama terkait Bulan Rajab

TIDAK ada perselisihan dari ulama mana pun tentang keistimewaan bulan Rajab. Di dalam hadis yang bersumber dari Anas dengan kualitas hadis yang menurut Imam asy-Syaukani dalam Nailul Authar adalah hasan mursal, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

Artinya: “Rajab adalah bulannya Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulannya umatku. (Jmi’ul Ahadits, Hadits Nomor 12682)

Syekh Abdul Qadir al-Jilani dalam kitab al-Ghun-yah meriwayatkan, Sayyidina Ali karramallahu wajhah mengintensifkan diri beribadah pada empat malam dalam setahun.

. :

Artinya: “Sayyidina Ali radhiyallaahu anhu memfokuskan dirinya untuk beribadah dalam empat malam dalam satu tahun, yaitu malam pertama bulan Rajab, malam Idul Fitri, malam Idul Adha, dan malam Nishfu Syaban.”

Di antara doa beliau pada malam-malam tersebut adalah:

.

Artinya: “Ya Allah, limpahkan rahmat ta’dzim kepada Muhammad dan keluarganya yang menjadi pelita-pelita hikmah, pemilik kenikmatan, sumber perlindungan. Jagalah kamisebab (keberkahan) merekadari keburukan. Dan jangan engkau ambil kami dalam kondisi tertipu, tidak pula dalam keadaan lupa.

Jangan jadikan akhir urusan kami sebagai penyesalan. Ridailah kami. Sesungguhnya ampunan-Mu bagi orang-orang yang zalim, dan aku bagian orang yang zalim itu.

Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang tidak pernah bisa membahayakan-Mu, berilah aku sesuatu yang memang tak ada manfaatnya sama sekali untuk-Mu. Sesungguhnya Engkau itu maha luas rahmat-Nya. Hikmahnya yang sangat indah.

Berikan kami kelapangan dan ketenteraman, keamanan dan kesehatan, serta rasa syukur, selamat sentosa dan ketakwaan. Berikan kesabaran dan kejujuran kepada kami dan orang-orang yang Engkau cintai. Berikan kami pula kemudahan yang tidak ada kesulitannya sama sekali. Semoga itu semua juga Engkau berikan bagi keluarga kami, anak kami, saudara-saudara kami seagama. Dan Engkau berikan kepada orangtua yang telah melahirkan kami, dari muslimin muslimat, mu’minin mu’minat. (Syekh Abdul Qadir bin Shalih al-Jilani, al-Ghun-yah, Drul Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, 1997, juz 1, halaman 328-329). (Ahmad Mundzir/nuol)

 

 

Menyikapi Anak Berkata Kasar atau Jorok

KESALAHAN yang dilakukan anak kecil yang belum baligh, bukan termasuk perbuatan dosa. Apalagi bila kesalahan tersebut dilakukan tidak sengaja atau tidak tahu, baik perbuatan maupun ucapan.

Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Pena catatan amal diangkat untuk tiga orang; orang gila yang hilang akal hingga dia sadar, orang tidur hingga dia bangun, dan anak kecil,” (HR. An Nasai).

Lingkungan luar dirinya telah membuat pengaruh pada akhlak, ucapan, dan sikapnya. Perkataan jorok bisa jadi anak-anak dapatkan dari teman sepermainan, dari tontonan, bahkan dari orangtua yang tidak bertanggungjawab. Karena anak-anak terlahir fithrah, maka lingkungannya yang akan membentuknya.

Meskipun tidak dibebani oleh dosa, seyogyanya anak kecil jangan dibiarkan tenggelam pada ke-salahan dan dosa. Hal ini merupakan perintah Nabi, yakni agar tidak membiarkan kemungkaran.

Dari Abu Said Al Khudri radhiyallahu anhu dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia mengubah dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman (dalam ibadah mencegah kemungkaran).” (HR. Muslim).

Kemungkaran bisa dilakukan dalam bentuk ucapan oleh siapa saja meskipun oleh orang yang tidak berdosa seperti anak kecil. Maka kemungkaran harus dicegah. Kita bisa memperingatkan-nya dengan menasehati anak-anak yang belum baligh dengan nasehat yang hikmah. Bukan malah dengan menertawakannya saat anak kecil bicara jorok.

Sebab menertawakannya akan menjadikan sebagai persetujuan atas apa yang dia ucapkan. Atau dia akan menganggap tertawaan orang dewasa sebagai perhatian baginya sehingga ia akan men-cari perhatian dengan hal serupa. [*]