Apakah Penghasilan yang Haram itu Juga Rezeki?

Dalam salah satu episode Shihab & Shihab, al-Ustadz M. Quraish Shihab Saat Berbicara tentang rezeki, Allah telah berfirman dalam al-Quran  surat Hud ayat 6  berbunyi:

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“Dan tidaklah satu hewan yang bergerak di muka bumi kecuali Allah menjamin rezekinya”

Ayat diatas menunjukan bahwa setiap manusia yang ada di bumi ini, rezekinya telah ditetapkan oleh-Nya dengan rapih. Tidak hanya manusia, hewan dan tumbuhan pun diberikan rezekiNya. Menurut Abi Quraish, rezeki ialah apa yang engkau peroleh dari usahamu atau melalui orang lain kemudian ia bisa memanfaatkannya dengan baik. Jika tak bisa memanfaatkannya, maka itu bukan rezekimu. Lantas apakah penghasilan yang haram adalah rezeki?

Mayoritas ulama mengatakan bahwa halal dan haram keduanya ialah rezeki, dengan syarat ia bisa memanfaatkannya. Shihab menceritakan seorang koruptor, lalu ia meninggal, dan seluruh hartanya diberikan untuk keluarganya. Keluarganya menikmati hasil uang korupsi maka dia dan keluarganya  akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.

Sang koruptor menyesal dan iri dengan keluarganya, yang tetap masuk surga atas ridha Allah. Pencuri itu berkata pada Tuhan “mengapa mereka masuk surga-Mu? Padahal mereka telah menikmati uang haramku?”. Menurut Shihab, Allah telah memberikan rezeki yang baik kepada seluruh hamba-Nya, tapi setan terus menggoda para hamba-Nya agar rezeki itu dibuang sia-sia.

Dalam al-Quran surah Yunus: 59 Allah berfirman,

قُلْ أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ لَكُمْ مِنْ رِزْقٍ فَجَعَلْتُمْ مِنْهُ حَرَامًا وَحَلَالًا قُلْ آللَّهُ أَذِنَ لَكُمْ أَمْ عَلَى اللَّهِ تَفْتَرُونَ

“Katakanlah (Muhammad),’terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang telah Allah turunkan kepadamuu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal.’ Katakanlah Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini), ataukah kamu mengada-ngada atas nama Allah?”

Bahagia Juga Rezeki

Menurut Prof. Quraish Shihab, rezeki tak harus diitung dengan materi. Mempunyai pasangan yang baik, lingkungan yang cocok, itupun rezeki. Terkadang, banyak manusia yang mengeluh karena keuntungannya yang sedikit, kemudian ia tak mensyukuri hidupnya. Shihab mengutarakan bahwa rezeki ialah soal kepuasan hati.

Menurut Quraish Shihab, tips agar kita diberikan rezeki yang memuaskan ialah dengan bersyukur. Dengan syukur, kita akan fokus bekerja dan selalu menikmati hasil yang didapat. Meski penghasilan sedikit, tetapi kita rajin bersyukur, Allah akan menambahkan banyak rezeki kepadamu.

Perbendaharaan Allah Tak Pernah Habis

Shihab menuturkan sebuah Hadis Qudsi tentang rezeki, menurutnya hadis ini masih diperselisihkan oleh para Ulama. Shihab tidak mengutip referensi sumber kitab secara langsung, namun Hadis tersebut berbunyi,

“Allah berkata ‘wahai hamba-Ku! Jangan takut dari penguasa, selama kau yakin bahwa Akulah sang penguasa, dan keesaan-Ku tak ada habisnya. Wahai hamba-Ku! Jangan takut sempit rezekimu, selama kau yakin bahwa perbendaharaanku tak ada habisnya. Wahai hamba-Ku! Engkau Aku ciptakan untuk beribadah, maka syukuri apa yang ku berikan, kau layaknya seperti serigala yang berkeliling di hutan mencari mangsanya, maka kau pun seperti itu. Wahai hamba-Ku! Aku mencintaimu, maka jangan duga Aku sibuk atau letih menciptakan seluruh alam raya ini, dan aku tak sama sekali memperhatikanmu.!”

Dengan demikian, kita harus selalu berusaha dengan cara bergerak secara positif. Apa yang dimaksud dengan bergerak positif? Ialah berusaha dan berkeyakinan baik kepada Tuhan, bahwa Dia adalah sebaik-baiknya pembendaharaan yang abadi. Wallahu A’lam.

Link Youtube: https://www.youtube.com/watch?v=w5ILI3TPdEk

BINCANG SYARIAH

Tuntunan Nabi dalam Mendidik Istri

Pendidikan keluarga merupakan salah satu tanggung jawab utama seorang suami kepada istri dan anaknya. Dengan mengajarkan ilmu agama dan adab, maka seorang suami dapat menjaga keluarganya dari keburukan dunia dan keburukan di akhirat (api neraka).

Allah Ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (QS. At-Tahrim: 6)

Ayat di atas memberikan pelajaran bahwa setelah diri sendiri diberikan asupan ilmu dan adab, maka prioritas selanjutnya adalah keluarga, sebelum orang lain. Bahkan, Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam tidak segan dan canggung dalam mendidik istri-istri beliau, termasuk meluruskan dan mengingkari kesalahan yang dilakukan mereka.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ

Dari Abdullah bin Umar radliallahu anhuma, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya tentang kepemimpinannya. Penguasa yang memimpin rakyat, dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Dan isteri pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan anak-anaknya dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya atas mereka… (HR. Bukhari)

Bentuk pendidikan Nabi terhadap istri

Pertama, berjuang bersama untuk menggapai surga

Hal tersebut terlihat dari bagaimana Nabi shallallahu alaihi wasallam membangunkan istri-istri beliau untuk salat malam (witir) dan iktikaf (pada sepuluh hari terakhir Ramadan).

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

كانَ النبيُّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ يُصَلِّي صَلَاتَهُ مِنَ اللَّيْلِ كُلَّهَا وأَنَا مُعْتَرِضَةٌ بيْنَهُ وبيْنَ القِبْلَةِ، فَإِذَا أرَادَ أنْ يُوتِرَ أيْقَظَنِي فأوْتَرْتُ

وَفِي رِوَايَةٍ لَهُ : فَإذَا بَقِيَ الوِتْرُ ، قَالَ : (( قُوْمِي فَأوْتِرِي يَا عِائِشَةُ)) .

“Nabi shallallahu alaihi wasallam biasa melakukan salat malam dengan posisi Aisyah berbaring (melintang) di hadapan beliau. Maka, ketika tersisa witir, beliau membangunkannya, lalu Aisyah melakukan witir.” (HR. Muslim).

Dalam riwayat Muslim yang lain disebutkan, “Ketika tersisa witir, beliau berkata, Bangunlah, dan kerjakanlah salat witir, wahai Aisyah.’”

Dalam riwayat yang lainnya,

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Apabila Nabi shallallahu alaihi wasallam memasuki sepuluh akhir (dari bulan Ramadan), beliau mengencangkan sarung beliau, menghidupkan malamnya dengan beribadah, dan membangunkan keluarga beliau.(HR. Bukhari)

Kedua, pendidikan yang lemah lembut dan romantis

Di antara yang menunjukkan kelemah-lembutan Nabi dalam mendidik istri-istri beliau sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memegang tanganku, kemudian berisyarat menunjuk ke bulan, seraya berkata,

يا عائشة: استعيذي بالله من شر هذا فإن هذا هو الغاسق إذا وقب  (رواه أحمد)

‘Wahai Aisyah, mintalah perlindungan kepada Allah dari keburukan ini. Sesungguhnya ini adalah kejahatan malam jika telah gelap gulita.’ (HR. Ahmad, 6: 237. Lihat As-Silsilah As-Shahihah)

Sebelum mengajari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memegang tangannya yang menunjukkan betapa baik dan lemah lembutnya Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dalam mendidik istri beliau. Begitu pula tatkala bersama Shafiyah, beliau mengusap air mata Shafiyah dengan tangannya saat Shafiyah menangis.

Dari Anas Bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كانت صفية مع رسول الله صلى الله عليه وسلفي سفر وكان ذلك يومها فأبطت في المسير فاستقبلها رسول الله صلى الله عليه وسلم وهي تبكي وتقول حملتني علي بعير بطئ فجعل رسول الله صلى الله عليه وسلم يمسح بيديه عينيها

“Suatu ketika, Shafiyah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perjalanan. Hari itu adalah gilirannya (bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam). Akan tetapi, Shafiyah sangat lambat sekali jalannya. Lantas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menghadap kepadanya, sedangkan ia menangis dan berkata, ‘Engkau membawaku di atas unta yang lamban.’ Kemudian Rasulullah shlallahu ‘alaihi wasallam menghapus air mata Shafiyah dengan kedua tangannya.” (HR. An-Nasa’i. Lihat As-Sunanul Kubra no. 9162)

Selain dua riwayat tersebut, bentuk romantisnya Nabi adalah dengan memberikan panggilan cinta kepada istri beliau, meletakkan kaki istrinya di atas lutut beliau hingga naik (ke unta), mengantar istri beliau, mencium istri beliau, tidur di pangkuan istri, dan yang lainnya.

Ketiga, permudah urusan keluarga dan sederhana dalam beribadah

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sosok suami yang menginginkan kemudahan bagi istri-istri beliau. Dan ini merupakan karakter beliau shallallahu ‘alaihi wasallam yang suka mempermudah urusan orang lain.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

ما خُيِّر رسول الله صلى الله عليه وسلم بين أمرين إلَّا أخذ أيسرهما، ما لم يكن إثمًا

“Rasulullah tidaklah dihadapkan pada dua pilihan, melainkan ia pilih yang paling mudah di antara keduanya. Selama itu bukan sebuah dosa …” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia bercerita,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَرَأَى حَبْلًا مَمْدُودًا بَيْنَ سَارِيَتَيْنِ فَقَالَ مَا هَذَا الْحَبْلُ قَالُوا لِزَيْنَبَ تُصَلِّي فِيهِ فَإِذَا فَتَرَتْ تَعَلَّقَتْ بِهِ فَقَالَ حُلُّوهُ حُلُّوهُ لِيُصَلِّ أَحَدُكُمْ نَشَاطَهُ فَإِذَا فَتَرَ فَلْيَقْعُدْ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke dalam masjid dan melihat seutas tali yang terbentang di antara dua tiang. Beliau bertanya, ‘Ini tali apa?’

Para sahabat menjawab, ‘Ini tali milik Zainab (istri Nabi) yang ia gunakan untuk salat. Jika lelah, ia mengikatkan talinya pada tiang tersebut.’

Maka beliau pun bersabda, ‘Lepaskanlah, lepaskanlah. Hendaklah kalian salat ketika dalam kondisi kuat (semangat). Jika lelah, hendaklah duduk.’” (HR. Ibnu Majah no. 1361. Lihat HR. Muslim no. 1306)

Dikisahkan dari istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Juwairiyah binti Al-Harits radhiyallahu ‘anha,

“Nabi keluar dari rumahku. Saat itu aku sedang berada di musalla rumahku. Beliau kembali lagi saat siang, sementara aku masih di tempat itu (untuk berzikir). Beliau berkata, ‘Engkau tidak meninggalkan musalamu sedari aku keluar tadi?’ ‘Iya’, jawabku. Beliau bersabda,

لَقَدْ قُلْتُ بَعْدَكِ أرْبَعَ كَلِمَاتٍ ثَلاثَ مَرَّاتٍ ، لَوْ وُزِنَتْ بِمَا قُلْتِ مُنْذُ اليَوْمِ لَوَزَنَتْهُنَّ : سُبْحَانَ الله وَبِحَمْدِهِ عَدَدَ خَلْقِهِ ، وَرِضَا نَفْسِهِ ، وَزِنَةَ عَرْشِهِ ، وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ

“Sungguh, aku mengucapkan empat kalimat sebanyak tiga kali. Jika ditimbang dengan zikir yang kau ucapkan sejak tadi, tentu akan menyamai timbangannya yaitu, ‘SUBHAANALLAHI WA BIHAMDIH, ADADA KHALQIH, WA RIDHA NAFSIH, WA ZINATA ARSYIH, WA MIDAADA KALIMAATIH. (artinya: Mahasuci Allah. Aku memuji-Nya sebanyak makhluk-Nya, sejauh kerelaan-Nya, seberat timbangan Arsy-Nya, dan sebanyak tinta tulisan kalimat-Nya).’(HR. Muslim)

Dari riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menginginkan kemudahan terutama dalam hal ibadah.

Keempat, menggembirakan keluarga dan meluangkan waktu untuk bersama

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bercerita,

خَرَجْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأنا خَفِيفَةُ اللَّحْمِ فَنَزَلْنَا مَنْزِلاً فَقَالَ لأَصْحَابِهِ : تَقَدَّمُوا ثُمَّ قَالَ لِي: تَعَالَيْ حَتَّى أُسَابِقَكِ فَسَابَقَنِي فَسَبَقْتُهُ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ فِي سَفَرٍ آخَرَ ، وَقَدْ حَمَلْتُ اللَّحْمَ فَنَزَلْنَا مَنْزِلاً فَقَالَ لأَصْحَابِهِ : تَقَدَّمُوا ثُمَّ قَالَ لِي : تَعَالَيْ أُسَابِقُكِ فَسَابَقَنِي فَسَبَقَنِي فَضَرَبَ بِيَدِهِ كَتِفِي وَقَالَ : هَذِهِ بِتِلْكَ.

“Aku pernah keluar bersama Rasulullah dan saat itu aku masih kurus. Ketika kami telah sampai di suatu tempat, beliau berujar kepada para sahabatnya, ‘Pergilah kalian terlebih dahulu!’

Kemudian beliau menantangku untuk berlari, ‘Ayo ke sinilah! Aku akan berlomba denganmu!’

Kemudian beliau berlomba denganku. Namun akhirnya, akulah yang memenangkan lomba tersebut.

Pada lain kesempatan, aku kembali keluar bepergian bersama beliau, dan saat itu badanku semakin besar. Ketika kami berada di suatu tempat, Rasulullah kembali berkata kepada para sahabatnya, ‘Pergilah kalian terlebih dahulu!’

Kemudian beliau menantangku untuk berlari, ‘Ayo ke sinilah! Aku akan berlomba denganmu!’

Kemudian beliau berlomba denganku, tetapi akhirnya beliaulah yang memenangkan lomba tersebut. Beliau mengatakan bahwa ini adalah balasan dari kekalahan beliau sebelumnya sembari menepuk pundakku.” (HR. Thabrani dalam Mu’jamul Kabir, 23: 47. Lihat Al-Misykah, 2: 238)

Juga diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Beliau mengatakan,

بِتُّ عِنْدَ خَالَتِيْ مَيْمُوْنَةَ فَتَحَدَّثَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مَعَ أَهْلِهِ سِاعَةً ثُمَّ رَقَدَ

(Suatu malam), aku menginap di rumah bibiku Maimunah (istri Nabi shallallahu alaihi wassallam). Rasulullah shallallahu alaihi wassallam berbincang-bincang dengan istrinya (Maimunah) beberapa saat kemudian beliau tidur.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kelima, memaafkan kesalahan

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda,

لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِىَ مِنْهَا آخَرَ

Janganlah seorang mukmin (suami) membenci seorang mukminah (istri). Jika si pria (suami) tidak menyukai suatu akhlak pada si wanita (istri), hendaklah ia melihat sisi lain yang ia ridai (sukai).(HR. Muslim)

Diceritakan bahwa ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam, ia pun menjelaskan,

كان أحسن الناس خلقا، لم يكن فاحشا ولا متفحشا، ولا صَخابا في الأسواق، ولا يجزي بالسيئة السيئة، ولكن يعفو ويصفح

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam adalah orang yang paling bagus akhlaknya. Beliau tidak pernah kasar, berbuat keji, berteriak-teriak di pasar, dan membalas kejahatan dengan kejahatan. Malahan beliau pemaaf dan mendamaikan (memaklumi). (HR. Tirmizi, Ahmad, dan Ibnu Hibban, dari https://hadithprophet.com/hadith-60217.html)

Dari riwayat-riwayat yang telah disampaikan di atas, menunjukkan betapa baiknya pendidikan yang diimplementasikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam terhadap istri-istri beliau. Semoga kita dimudahkan oleh Allah Ta’ala untuk mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam dalam mendidik istri dan anak yang kita cintai.

***

Penulis: Arif Muhammad N

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/88007-tuntunan-nabi-dalam-mendidik-istri.html

Dalil Agama Tidak Boleh Dijadikan Untuk Membenci, Mengkafirkan, Bahkan Sumber Konflik

Dalil-dalil agama penting bagi pertimbangan untuk memilih partai atau calon tertentu. Namun dalil-dalil agama ini tidak boleh menjadikan untuk membenci, mengkafirkan bahkan menjadi sumber konflik kekerasan dengan kelompok lain.

Hal ini dikatakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD saat menjadi keynote speech dalam Dialog Kebangsaan, Sukses Pemilu 2024 Menuju Indonesia Maju di Kota Solo, Jawa Tengah, Selasa (17/10/2023).

Karena itu, Mahfud MD mengingatkanuntuk berhati-hati terhadap ancaman yang muncul untuk menggoyahkan persatuan bangsa jelang Pemilu 2024. Terutama politisasi agama.

“Yang perlu diwaspadai, yang pertama adalah politisasi agama, sebagai masyarakat yang agamis Pemilu Indonesia memang tidak dapat dilepaskan dari isu-isu agama. Namun hal ini harus benar kita batasi agar agama tidak disalahgunakan,” jelas Mahfud MD,

“Kedua adalah ketidakpercayaan terhadap penyelenggara dan penyelenggaraan Pemilu. Ketidakpercayaan lahir karena adanya dugaan pelanggaran dan ketidakadilan dalam Pemilu,” jelasnya lagi.

Dan ketiga, ungkap Menko Polhukam, berita bohong atau hoaks yang perlu diwaspadai. Berita bohong yang sangat mudah dan cepat beredar di media sosial baik berisi soal agama, isu kecurangan, isu politik uang.

Acara ini dihadiri Deputi Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa Kemenko Polhukam Janedjri M Gaffar, Pj Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana, Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi serta Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.

ISLAMKAFFAH

Islam Rahmatan Lil Alamin, Mampukah Menciptakan Solusi untuk Masalah Global

Saat ini, dunia tengah dihadapkan pada beberapa konflik global yang mengancam kemanusiaan. Konflik antara Rusia dan Ukraina yang tak kunjung selesai yang telah memakan korban ribuan nyawa. Terakhir, ketegangan antara Hamas dan Israel telah menyulut kebencian dan konflik di berbagai negara.

Perbedaan dan sengketa politik, agama, dan budaya dapat menyulut ketegangan yang berpotensi mengancam perdamaian dunia. Dalam situasi seperti ini, agama memiliki peran penting dalam membawa rahmat dan solusi bagi masalah global yang mengancam kemanusiaan.

Agama memiliki peran penting dalam sejarah peradaban manusia, dan Islam, sebagai salah satu agama besar, memiliki potensi besar untuk memberikan solusi bagi berbagai masalah global yang tengah kita hadapi. Konsep “rahmatan lil alamin” dalam Islam, yang diterjemahkan sebagai “rahmat bagi seluruh alam semesta,” mencerminkan bahwa ajaran ini tidak hanya berlaku bagi umat Islam saja, melainkan juga bagi seluruh umat manusia dan alam semesta.

Sebagian besar pesan dalam al-Quran memiliki nilai-nilai universal yang relevan dalam menyelesaikan masalah global. Sebagai contoh, dalam Surah Al-Hujurat:13 Allah berfirman, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari lelaki dan perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.” Ayat ini menegaskan nilai pentingnya toleransi, dialog, dan pemahaman antarbudaya dalam menangani ketegangan dan konflik global.

Agama Islam juga menolak dengan tegas terhadap perang, kekerasan dan ekstremisme. Allah berfirman dalam surat Al-Maidah:32, “Barangsiapa membunuh manusia, kecuali orang yang dibunuhnya adalah orang yang lain atau orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia.” Ini adalah panggilan untuk menjaga perdamaian dan menghindari tindakan kekerasan yang merusak masyarakat.

Konsep zakat dalam Islam adalah contoh konkret bagaimana agama dapat berkontribusi dalam pengentasan kemiskinan. Zakat adalah bentuk ibadah yang mendorong berbagi kekayaan dengan yang membutuhkan. Konsep zakat menekankan pentingnya berbagi kekayaan dan mengurangi ketidaksetaraan ekonomi, yang sering menjadi akar kemiskinan dan ketegangan global.

Islam juga mengajarkan tanggung jawab terhadap lingkungan alam. Dalam Surah Al-A’raf:31, Allah berbicara tentang perlindungan alam semesta, “Hai anak Adam, pakailah perhiasanmu di setiap (memasuki) mesjid dan makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.” Ini mengingatkan kita bahwa menjaga alam adalah bagian dari ibadah kita dan membantu menciptakan kondisi yang lebih damai dan berkelanjutan.

Agama rahmatan lil alamin memiliki potensi besar dalam menyelesaikan masalah global. Nilai-nilai dan ajaran dalam al-Quran dan hadis menegaskan pentingnya perdamaian, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Namun, untuk mencapai tujuan ini, penting untuk mencapai pemahaman bersama dan kerja sama lintas budaya dan agama.

Dengan pemahaman mendalam dan praktik yang benar terhadap konsep agama rahmatan lil alamin, serta dengan tekad untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai agama yang mendorong rahmat, belas kasih, dan perdamaian, kita dapat menjadi bagian dari solusi bagi masalah global yang melanda dunia saat ini. Agama, jika diterjemahkan dengan benar dan dihayati, memiliki potensi besar untuk membawa perubahan positif bagi seluruh alam semesta, sesuai dengan konsep rahmatan lil alamin.

ISLAMKAFFAH

11 Rahasia Lailahaillallah Menurut Sayyid Alawi Al-Maliki

Sayyid Alawi Al-Maliki, seorang ulama besar dari Tarim, Yaman, mengungkapkan 11 rahasiadalam kitabnya yang berjudul “Abwab Al-Farajpada halaman 100. Adapun 11 rahasia Lailahaillallah tersebut adalah sebagai berikut:

Rahasia Lailahaillallah Menurut Sayyid Alawi Al-Maliki

Pertama; rahasia membaca Lailahaillallah akan diselamatkan dari api neraka. Berdasarkan hadis bahwa Rasulullah Saw bersabda;

وسمع النبي صلى الله عليه وسلم مؤذنا يقول : أشهد أن لا إله إلا الله, فقال: خرج من النار. 

“Nabi mendengar seorang muadzin berkata, saya bersaksi tidak ada tuhan kecuali Allah. Lalu nabi bersabda, dia akan terbebas dari neraka” HR. Muslim

Kedua; rahasia yang sering membaca Lailahaillallah akan mendapat pengampunan dari Allah. Berdasarkan hadis riwayat Syaddad bin Uas dan Ubadah bin Shamit Rasulullah Saw bersabda.

أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لأصحابه يوما: ارفعوا أيديكم وقولوا لا إله إلا الله فرفعنا أيدينا ساعة, ثم وضع الرسول صلى الله عليه وسلم يده ثم قال: الحمد لله اللهم بعثتني بهذه الكلمة, وأمرتني بها ووعدتني بها الجنة, وإنك لا تخلف الميعاد, ثم قال أبشروا فإن الله قد غفر لكم.

“Pada suatu hari Nabi SAW bersabda kepada sahabatnya, angkatlah tangan kalian dan katakan Lailahaillallah, kemudian kita mengangkat tangan. Lalu Rasulullah SAW meletakkan tangannya lantas bersada, segala puji bagi Allah.

Ya Allah, engkau telah mengutus kami dengan kalimat ini, memerintahkan kami dengan kalimat ini dan menjanjikan surga kepada kami dengan kalimat ini. Sesungguhnya engkau tidak akan lupa dengan janji. Kemudian nabi bersabda, senanglah kalian, sesungguhnya Allah telah mengampuni kalian”

Ketiga; membaca Lailahaillallah merupakan perbuatan yang paling baik. Nabi Muhammad Saw bersabda dalam hadisnya yang disampaikan oleh Abu Dar.

قال أبو در: قلت يا رسول الله, أوصني, قال إدا علمت سيئة فاعمل حسنة فإنها بعشر أمثالها. قلت يا رسول الله , لا إله إلا الله من الحسنات؟ قال هي أفضل الحسنات

“Abu Darr berkata, Ya Rasulallah, berilah wasiat untukku. Nabi bersabda, ketika kamu mengetahui keburukan maka lakukanlah kebaikan, karena dalam setiap kebaikan akan dibalas sepuluh kali lipat. Aku berkata, ya Rasulallah, Lailahaillallah termasuk kebaikan? Nabi bersabda, itu merupakan paling baiknya perbuatan” HR. Ahmad.

Keempat; orang yang sering membaca Lailahaillallah dosa serta kekeliruan akan terhapuskan. Berdasarkan hadis riwayat Ummi Hani’ Rasulullah bersabda.

عن البي صلى الله عليه وسلم قال لا إله إلا الله لا يسبقها عمل ولا تترك ذنبا

“Nabi SAW bersabda, Lailahaillallah Tidak didahului dengan bekerja dan tidak ada  dosa untuknya” 

Kelima; orang yang sering membaca Lailahaillallah maka iman didalam hatinya akan diperbaharui. Hal ini didasarkan terhadap sabda Rasulullah Saw. 

أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لأصحابه : جددوا إيمانكم, قالوا كيف نجدد إيماننا؟. قال : قولوا لا إله إلا الله, وهي لا يعدلها شيء في الوزن. فلو وزنت بالسموات والأرض رجعت بهن

“Nabi Muhammad SAW bersabda kepada sahabatnya, perbaharuilah iman kalian. Mereka berkata, bagaimana cara untuk memperbaharui iman kita? Nabi bersabda, katakanlah Lailahaillallah, karena tidak ada sesuatu saat ditimbang setara dengan Lailahaillallah. Seandainya kalian menimbang dengan langit dan bumi maka engkau akan menemukan Lailahaillallah”

Keenam; orang yang membaca Lailahaillallah timbangan di hari mizal lebih berat dari pada langit dan bumi. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah Saw bersabda.

عن عبد الله بن عمرو أن النبي صلى الله عليه وسلم , أن نوحا قال لابنه عند موته : امرك بلا إله إلا الله. فإن السموات السبع والأرضين السبع لو كن في خلقة مبهمة قصمتهن لا إله إلا الله

“Dari Abdullah bin Amr, sesungguhnya nabi berkata, nabi Nuh saat mau meninggal berkata, aku memerintahkan kamu untuk membaca Lailahaillallah. Karena tujuh langit dan tujuh bumi seandainya tercipta dalam keadaan yang tak beraturan niscaya Lailahaillallah akan memperbaikinya“  

Ketujuh; terbukanya hijab. Orang yang sering membaca Lailahaillallah maka hijabnya akan terbuka sehingga dia bisa sampai kepada Allah. Hal ini dikarenakan Rasulullah Saw berdasarkan dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr.

عن عبد الله بن عمرو أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لا إله إلا الله ليس لها دون الله حجاب حتى تصل إليه 

“Dari Abdullah bin Amr, Nabi SAW bersabda, membaca Lailahaillallah tidak akan ada hijab antara dirinya dengan Allah, sehingga dia bisa sampai kepadanya” HR. at-Tirmidzi  

Kedelapan; ucapan yang paling utama dikatakan para Nabi. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Jabir bahwa Rasulullah Saw bersabda

أفضل الذكر لا إله إلا الله

“Paling utamanya dzikir adalah Lailahaillallah”

Kesembilan; membaca Lailahaillallah merupakan pekerjaan yang paling utama. Hal ini berpodoman kepada hadis yang disampaikan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda 

عن ابي هريرة أن النبي صلى الله عليه وسلم : من قال لا إله إلا الله لا شريك له له المالك وله الحمد وهو على كل شيء قدير في يوم مائة مرة كانت له عدل عشر رقاب, وكتبت له مائة حسنة, ومحيت عنه مائة سيئة وكامت له حرزا من الشيطان يومه ذلك حتى يمسي, ولم يأت أحد أفضل مما جاء به إلا أحد عمل أكثر من ذلك

“Dari Abu Hurairah sesungguhnya Nabi SAW bersabda, orang yang merkata Lailahaillallah tidak ada serikat kepadanya, dialah sang maha kuasa. Dan pujian untuknya. Dia terhadap setiap sesuatu dia maha kuasa, membaca seratus kali, maka akan dicatat sepuluh kebaikan memerdekakan budak, dan akan dicatat seratus kebaikan. 

Dan seratus dosa akan terhapuskan. Dan Lailahaillallah akan melindunginya dari syetan sampai syetan itu pergi. Dan tidak ada seorangpun yang melakukan pekerjaan yang lebih baik dari membaca Lailahaillallah”

Kesepuluh; orang yang sering membaca Lailahaillallah akan selamat dari keburukan dan siksa kuburan. Berdasarkan hadis bahwa Rasulullah Saw bersabda

 من قال لا إله إلا الله المالك الحق المبين كل يوم مائة مرة كانت له أمانا من عذاب القبر وأنسا من وحسة القبر, واستجلبت له الغني واستغفرت له باب الجنة

“barang siapa yang mengucapkan Lailahaillallah, dzat paling benar, dzat jelas, seratus kali setiap harai, maka akan aman dari siksa kubur dan akan terbebas dari keburukan kuburan dan kekayaan akan mengejar kepadanya dan pintu surge pun memintakan ampun untuknya ” 

Kesebelas; sebagai tanda orang mukmin saat dibangkitkan dari kubur. Berdasarkan hadis bahwa Rasulullah Saw bersabda;

أن سعار هذه الأمة على الصراط لا إله إلا الله

“Sesungguhnya tanda umat ini pada hari shirat adalah Lailahaillallah” 

Demikian penjelasan tentang 11 rahasia dibalik bacaan Lailahaillallah yang disampaikan oleh Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-hasani. Semoga bermanfaat. Sekian.

BINCANG SYARIAH

10 Hal yang Membatalkan Wudhu

Wudhu merupakan ibadah yang dilakukan seseorang untuk melaksanakan shalat atau ibadah lainnya. Namun, wudhu bisa batal apabila dijumpai sesuatu yang dapat membatalkan wudhu, sehingga dia diharuskan berwudhu lagi untuk dapat melakukan ibadah yang mewajibkan suci dari hadas kecil. Berikut kami sebutkan 10  hal yang membatalkan wudhu.

10 Hal yang Membatalkan Wudhu

Pertama, apabila keluarnya sesuatu dari dua jalan yaitu qubul dan dubur. 

Wudhu seseorang menjadi batal baik yang keluar itu sesuatu yang biasa keluar seperti kencing dan kotoran atau jarang keluar seperti darah dan kerikil. Baik yang najis seperti contoh-contoh tadi atau yang keluar itu barang yang suci seperti ulat.

Sebagaimana penjelasan dalam kitab Fathul Qorib berikut;

أَحَدُهَا (مَا خَرَجَ مِنْ) أَحَدِ (السَّبِيْلَيْنِ) أَيِ الْقُبُلِ وَالدُّبُرِ مِنْ مُتَوَضِّئٍ حَيٍّ وَاضِحٍ. مُعْتَادًا كَانَ الْخَارِجُ كَبَوْلٍ وَغَائِطٍ أَوْ نَادِرًا كَدَمٍّ وَحَصَا نَجَسًا كَهَذِهِ الْأَمْثِلَةِ أَوْ طَاهِرًا كَدُوْدٍ. إ

Artinya : “Pertama adalah sesuatu yang keluar dari dua jalan yaitu qubul dan dubur-nya orang yang memiliki wudhu, yang hidup dan jelas. Baik yang keluar itu adalah sesuatu yang biasa keluar seperti kencing dan kotoran, atau jarang keluar seperti darah dan kerikil. Baik yang najis seperti contoh-contoh ini, atau suci seperti ulat. 

Kedua, tidur.

Tidur yang membatalkan wudhu adalah apabila seseorang tidur dalam posisi yang tidak menetapkan pantat. Sedangkan, apabila dia tidur dengan posisi duduk yang menetapkan pantatnya, maka wudhunya tidak batal.

Sebagaimana penjelasan dalam kitab Fathul Qorib berikut

(وَ) الثَّانِي (النَّوْمُ عَلَى غَيْرِ هَيْئَةِ الْمَتَمَكِّنِ) وَفِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ زِيَادَةٌ مِنَ الْأَرْضِ بِمَقْعَدِهِ وَالْأَرْضُ لَيْسَتْ بِقَيِّدٍ. وَخَرَجَ بِالْمُتَمَكِّنِ مَا لَوْ نَامَ قَاعِدًا غَيْرَ مُتَمَكِّنٍ أَوْ نَامَ قَائِمًا أَوْ عَلَى قَفَاهُ وَلَوْ مُتَمَكِّنًا.

Artinya : “Dan yang kedua adalah tidur dengan keadaan tidak menetapkan pantat. Dalam sebagian redaksi ada tambahan ‘dari tanah dengan tempat duduknya’. Kata tanah bukanlah menjadi qayyid. Dengan bahasa “menetapkan pantat”, maka terkecuali kalau dia tidur dalam keadaan duduk yang tidak menetapkan pantat, tidur dalam keadaan berdiri atau tidur terlentang walaupun menetapkan pantatnya.”

Ketiga, hilangnya kesadaran.

Apabila seseorang hilang kesadaran sebab mabuk, sakit, gila, epilepsy atau lainnya, maka wudhunya menjadi batal.

Sebagaimana penjelasan dalam kitab Fathul Qorib berikut,

)وَ) الثَّالِثُ (زَوَالُ الْعَقْلِ) أَيِ الْغَلَبَةُ عَلَيْهِ (بِسُكْرٍ أَوْ مَرَضٍ) أَوْ جُنُوْنٍ أَوْ إِغْمَاءٍ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ.

Artinya : “Dan yang ketiga adalah hilangnya akal, maksudnya akalnya terkalahkan sebab mabuk, sakit, gila, epilepsi atau selainnya.”

Keempat, bersentuhannya kulit laki-laki dengan kulit perempuan lain yang bukan mahram.

Wudhu menjadi batal apabila terjadi persentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang telah mencapai batas syahwat secara kebiasaan.

Sebagaimana penjelasan dalam kitab Fathul Qorib berikut,

)وَ) الرَّابِعُ (لَمْسُ الرَّجُلِ الْمَرْأَةَ الْأَجْنَبِيَّةَ) غَيْرَ الْمَحْرَمِ وَلَوْ مَيِّتَةً. وَالْمُرَادُ بِالرَّجُلِ وَالْمَرْأَةِ ذَكَرٌ وَأُنْثًى بَلَغَا حَدَّ الشَّهْوَةِ عُرْفًا.

Artinya : “Keempat adalah persentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan lain yang bukan mahram walaupun sudah meninggal dunia. Adapun yang dikehendaki dengan laki-laki dan perempuan adalah laki-laki dan perempuan yang telah mencapai batas syahwat secara kebiasaan.”

Kelima, menyentuh kemaluan dengan telapak tangan.

Wudhu bisa batal apabila seseorang menyentuh kemaluan, baik berupa qubul (kemaluan depan) maupun berupa dubur (kemaluan belakang), sekalipun kemaluan itu milik anak kecil atau orang yang sudah meninggal. 

Sebagaimana penjelasan dalam kitab Fathul Mu’in berikut,

)مَسُّ فرْجِ آدَمِيًّ) أو محلِّ قَطْعِهِ ولو لميِّتٍ أو صغيرٍ قُبُلًا كان الفرجُ أو دُبُرًا مُتَّصِلًا أو مقْطُوعًا

Artinya : “Menyentuh kemaluan manusia atau tempat dipotongnya alat kemaluan, meskipun milik orang yang sudah meninggal atau anak kecil. Alat kemaluan itu bisa berupa qubul (kemaluan depan) maupun berupa dubur (kemaluan belakang), baik yang masih menyatu maupun yang telah terpisah.”

Dalam penjelasan kitab fikih lainnya hanya disebutkan empat perkara yang membatalkan wudhu. Hal ini karena menggolongkan tidur sebagai salah satu dari sebab-sebabnya hilangnya kesadaran seseorang, berbeda dengan penjelasan dalam kitab Fathul Qorib yang menggolongkan tidur terhadap pembahasan tersendiri.

Sebagaimana dalam keterangan kitab Safinatun Naja berikut;

نَوَاقِضُ الْوُضُوْءِ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ: الأَولُ: الْخَارجُ مِنْ أَحَدِ السَّبِيْلَيْنِ، مِنْ قُبُلٍ أَوْ دُبُرٍ، رِيْحٌ أَوْ غَيْرُهُ، إِلاَّ الْمَنِيَّ. الثَّانِيْ: زَوَالُ الْعَقْلِ بِنَوْمٍ أَوْ غَيْرِهِ،إِلاَّ قَاعِدٍ مُمَكِّنٍ مَقْعَدَتَهُ مِنَ الأَرْضِ. الثَّالِثُ: الْتِقَاءِ بَشَرَتَيْ رَجُلٍ وَامْرَأَةٍ كَبِيْرَيْنِ أَجْنَبِيَّيْنِ مِنْ غَيْرِ حَائِلٍ. الرَّابعَ: مَسُّ قُبُلِ الآدَمِيِّ، أَوْ حَلْقَةِ دُبُرِهِ بِبَطْنِ الرَّاحَةِ، أِوْ بُطُوْنِ الأَصَابعِ.

Artinya : “Pembatal wudhu ada empat. Pertama, apapun yang keluar dari salah satu dari dua jalan yaitu qubul atau dubur, baik kentut atau lainnya kecuali mani. Kedua, hilangnya akal dengan tidur atau lainnya kecuali tidurnya orang yang duduk sambil mengokohkan duduknya di lantai.

Ketiga, bersentuhannya kulit lelaki dengan perempuan yang dewasa dan bukan mahram tanpa pembatas. Keempat, menyentuh qubul anak Adam atau lingkaran duburnya dengan telapak tangan atau jari-jarinya.”

Demikian penjelasan mengenai 10 hal yang membatalkan wudhu. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Pangeran Saudi: Indonesia Mitra Utama Saudi dalam Penyelenggaraan Haji dan Umroh

Saudi akan maksimalkan pelayanan jamaah haji dan umroh

Wakil Ketua Komite Haji Pusat, Pangeran Badr Bin Sultan, memimpin pertemuan guna membahas isu-isu utama terkait Musim Haji 1445H mendatang. Di dalamnya juga disampaikan terkait kesiapan menerima dan melayani jamaah umrah.

Pertemuan tersebut dilaksanakan untuk mendalami hasil diskusi pembukaan, terkait perencanaan musim haji 1445H. Diskusi yang dijalin berpusat pada tingkat kesiapan untuk menerima dan melayani jamaah umrah secara efisien.

Dilansir di Saudi Gazette pada Rabu (18/10/2023), topik utama dalam agenda tersebut antara lain perumusan rencana musim haji, penjabaran jadwal perencanaan, serta peningkatan tingkat kesiapan layanan.

Dalam pertemuan yang dipimpin oleh pria yang juga menjabat sebagai Wakil Gubernur Wilayah Makkah  ini disebut secara luas mencakup indikator kinerja umrah, termasuk statistik kedatangan dan keberangkatan. Dibicarakan pula perihal menetapkan target dan ekspektasi untuk musim umrah mendatang.

Sebuah perhatian khusus dalam rapat diberikan pada layanan yang diberikan kepada pengunjung Masjidil Haram, selama musim tersebut.

Fokus dari pihak-pihak terkait adalah memfasilitasi pengalaman yang lancar bagi para peziarah, serta memastikan mereka dapat melakukan ritual, baik wajib maupun sunnah, dengan mudah dan nyaman.

Pemerintah Arab Saudi diketahui telah bertekad agar penyelenggaraan ibadah haji 1445H/2024M lebih baik dari sebelumnya. Komitmen itu dibuktikan dengan penyiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1445H yang dilakukan sejak awal.

Kesiapan itu juga disampaikan oleh Direktur Kantor Urusan Haji Arab Saudi, Dr. Badr Sulami, saat menerima kunjungan resmi Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama di Jeddah, Ahad (8/10/2023).

“Indonesia mitra utama kami dalam penyelenggaraan ibadah haji. Kami telah sampaikan alokasi kuota haji Indonesia sejak awal, bahkan sejak penyelenggaraan ibadah haji tahun ini belum berakhir,” ujar dia dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Rabu (11/10/2023).

Dengan kondisi tersebut, pihaknya berharap Indonesia bisa melakukan persiapan lebih awal, agar penyelenggaraan ibadah haji tahun 1445H juga lebih baik dari sebelumnya. Pihaknya juga menyampaikan bahwa batas pembuatan visa dilakukan pada April 2024.

Pada pertemuan yang dikemas dalam diskusi produktif tersebut, Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Dr. H. Nur Arifin, M.Pd meminta penjelasan teknis kontrak layanan haji khusus. Dijelaskan oleh Badr, bahwa kontrak layanan haji khusus tahun ini berbeda dengan sebelumnya yang dilakukan oleh tiap PIHK.

“Kami minta kontrak layanan haji khusus seluruhnya melalui Kantor Urusan Haji (KUH), tidak lagi kontrak oleh PIHK. Kebijakan ini untuk mempermudah komunikasi antarkementerian,” kata Badr.

Kontrak tersebut merupakan tindak lanjut kebijakan sebelumnya, yang menyebutkan bahwa penyelenggara yang dapat mengajukan kontrak memiliki jamaah minimal 2.000 orang jamaah haji.

Arab Saudi selanjutnya mengajak Indonesia, agar bersama-sama melakukan pengawasan haji khusus. Bila dalam pelaksanaannya ditemukan wanprestasi, Badr meminta agar segera disampaikan melalui kontak yang telah disediakan.  

IHRAM

Mengutamakan Kewajiban di Atas Sunah dalam Ibadah: Bagian Ketakwaan yang Sering Terlupakan

Amalan sunah sebagai wasilah kedekatan hamba dengan Rabb-nya

Saudaraku, sebagai seorang muslim, selain amalan wajib, kita dianjurkan untuk membiasakan diri melaksanakan amalan sunah, baik berupa salat malam, puasa sunah, zikir, baca Al-Qur’an, infak, maupun berbagai amalan nawafil lainnya. Dengan membiasakan diri melaksanakan amalan sunah tersebut, jalan untuk semakin dekat dengan Allah Ta’ala pun semakin terbuka lebar, doa-doa mudah terkabul, serta pertolongan dan perlindungan Allah Ta’ala senantiasa menyertai. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِى وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ

Allah Ta’ala berfirman, ‘Barangsiapa memerangi wali (kekasih)-Ku, maka Aku akan memeranginya. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan wajib yang Kucintai. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatan yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangan yang ia gunakan untuk memegang, dan memberi petunjuk pada kaki yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya. Dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari no. 2506)

Mengapa amalan sunah sulit dilaksanakan?

Kita semua menginginkan menjadi hamba yang dekat dengan Allah Ta’ala sebagaimana yang dimaksud dalam hadis di atas. Tentu saja, menjadi seorang yang bertakwa merupakan keinginan dan harapan yang sungguh sangat mulia.

Namun, disadari atau tidak, fokus kita terkadang tertuju pada bagian ketakwaan dari satu sisi saja, yaitu melakukan amalan-amalan sunah yang mulia, seperti salat malam atau infak tersebut semata. Sementara, kita lupa akan kewajiban untuk mencegah diri dari perbuatan dosa. Padahal, mencegah diri dari maksiat merupakan wujud ketakwaan (meninggalkan larangan Allah Ta’ala) yang merupakan kewajiban. Keutamaannya juga lebih besar daripada amalan sunah apapun.

Saudaraku! Tanyakanlah pada diri kita, apakah amalan-amalan sunah mulia yang dijanjikan pahala dan keutamaannya tersebut berat untuk kita lakukan?

Jika jawabannya adalah “ya”, maka mari kembali tanyakan pada diri kita sendiri. Apakah kita selama ini sudah menjaga diri dari larangan Allah Ta’ala? Bisa jadi, berat yang dirasa tatkala hendak mengamalkan amalan-amalan sunah (yang akan mendatangkan karunia Allah) tersebut disebabkan oleh suatu perkara yang mungkin dianggap remeh oleh sebagian manusia, yaitu: maksiat. Kemaksiatan yang bersumber dari mata, lisan, tangan, kaki, lisan, dan niat yang buruk, baik dalam menjalani kehidupan sesama makhluk maupun dalam melaksanakan kewajiban sebagai seorang hamba kepada Allah Ta’ala. Lihatlah diri kita, dari pagi hingga malam ini, sudah berapa pelanggaran syariat (kecil maupun besar) yang telah dilakukan?

Bagian ketakwaan yang sering terlupakan

Meninggalkan dosa adalah bagian dari ketakwaan yang cenderung terlupakan oleh sebagian muslimin. Telah banyak dalil yang dengan jelas menegaskan bahwa menjauhi dosa dan larangan Allah merupakan suatu kewajiban yang memiliki pahala yang luar biasa besar.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمْ عَنْهُ فَٱنتَهُوا۟ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS. Al-Hasyr: 7)

Larangan yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan representasi langsung dari kehendak Allah. Sehingga meninggalkan larangan ini adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim. Oleh karena itu, seseorang tidaklah bertakwa hanya dengan melakukan semua perintah Allah Ta’ala, baik yang wajib maupun yang sunah saja, tanpa bertekad dan berupaya menjauhi semua yang dilarang oleh Allah Ta’ala.

Ingatlah, bahwa selama kita tetap dalam kubangan maksiat kepada Allah Ta’ala, maka akan menjadi sulit pula bagi kita untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya, baik yang sunah maupun yang wajib. Artinya, dengan itu, akan sulit pula bagi kita untuk memperoleh rahmat dan kasih sayang-Nya berupa kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Bisa saja, itu merupakan jawaban dari pertanyaan yang sering muncul dalam pikiran. Kenapa kehidupan ini sulit? Kenapa banyak masalah? Kenapa semua beban terasa berat? Kenapa tidak ada jalan keluar dari permasalahan dunia ini?

Janji Allah bagi orang yang meninggalkan maksiat

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ

Jikalau penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit.” (QS. Al-A’raf : 96)

Saudaraku, sungguh janji Allah dalam ayat tersebut adalah benar. Bahwa keberkahan dari langit dan bumi diperuntukkan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Kadangkala kita lupa bagaimana mengaplikasikan ketakwaan dalam kehidupan kita khususnya dalam menjaga hubungan dengan Allah Ta’ala.

Kita terus merasa aman dengan menganggap diri telah melaksanakan kewajiban sebagai seorang hamba seperti salat lima waktu, puasa, zakat, dan haji. Sedikit pula kita menyadari akan dosa-dosa kecil, seperti: berkata dusta, membicarakan aib orang lain, tidak menjaga pandangan (dalam dunia nyata ataupun maya), tidak menjaga lisan dari menyakiti perasaan orang lain, terlibat dalam transaksi ribawi, menelantarkan orang tua, menelantarkan istri dan anak, serta berbagai perbuatan dosa lainnya. Wal-‘yadzu billah.

Padahal, sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, apabila kita benar-benar beriman dan bertakwa (khususnya menjaga diri dari segala potensi dosa-dosa), maka Allah Ta’ala akan memberikan karunia-Nya kepada kita berupa keberkahan dari langit dan bumi.

Mari kita perhatikan lebih detail definisi takwa dari seorang ulama tabiin, Thalq bin Habib rahimahullah (murid sahabat Nabi Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu),

التقوى أن تعمل بطاعة الله على نور من الله ترجو ثواب الله وأن تترك معصية الله على نور من الله تخاف عقاب الله.

Takwa adalah engkau mengamalkan ketaatan kepada Allah berdasarkan cahaya dari Allah dengan mengharap pahala Allah dan menjauhi kemaksiatan-kemaksiatan kepada Allah berdasarkan cahaya dari Allah dengan perasaan takut dari azab Allah.” (Siyar A’lamin Nubala’, 4: 601)

Saudaraku, bertakwalah kepada Allah dengan sebenarnya takwa. Sadarilah bahwa meninggalkan larangan Allah merupakan bagian penting dari ketakwaan dan menjadi hal yang lebih utama daripada amalan sunah. Tanpa mengesampingkan keutamaan amalan sunah, meninggalkan larangan Allah merupakan hal yang wajib kita laksanakan. Karena kita tahu bahwa perkara wajib lebih utama dari yang sunah.

Mudah-mudahan, dengan izin Allah Ta’ala, ikhtiar kita untuk menjaga diri dari perbuatan dosa menjadi wasilah akan kemudahan-kemudahan kita memperoleh karunia Allah Ta’ala berupa ketaatan, ketakwaan, keistikamahan, dan menjadi hamba Allah Ta’ala yang bahagia di dunia dan akhirat-Nya.

***

Penulis: Fauzan Hidayat

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/88350-mengutamakan-kewajiban-di-atas-sunah-dalam-ibadah.html

Poligami dalam Islam: Anjuran, Ajaran atau Pembatasan?

Poligami dalam Islam adalah topik yang sering memicu perdebatan dan kontroversi, terutama di luar komunitas Muslim. Bahkan, dalam komunitas muslim pun banyak penafsiran yang memberikan pemahaman yang lebih utuh tentang praktik poligami yang ada dalam Islam.

Untuk memahami lebih dalam mengenai praktek ini, perlu merenungkan konteks sejarah, ketentuan syariah, dan nilai-nilai kesetiaan yang mendasari poligami dalam Islam. Poligami tidak serta merta dipahami sebagai sebuah anjuran, apalagi ajaran yang harus dilakukan, tetapi harus meletakkannya dalam konteks sejarah yang tepat.

Poligami, secara sederhana, adalah praktik di mana seorang lelaki diizinkan untuk memiliki lebih dari satu istri secara sah menurut hukum agama. Namun, penting untuk diingat bahwa praktik ini harus dipahami dalam kerangka nilai-nilai, norma-norma, dan ketentuan yang diatur oleh Islam.

Ketika kita melihat konteks sejarah, praktek poligami bukanlah konsep baru yang diperkenalkan oleh Islam. Sebelum datangnya ajaran Islam, masyarakat Arab Jahiliyah telah melakukan praktik poligami dalam bentuk yang tidak terbatas. Di tengah kondisi tersebut, Islam datang sebagai agama yang mendakwahkan monogami sebagai praktek yang lebih diutamakan. Dengan kata lain, monogami adalah yang dianjurkan, sedangkan poligami diizinkan dengan sejumlah ketentuan dan batasan tertentu.

Sejarah Nabi Muhammad SAW menggambarkan kasus-kasus poligami yang diperlukan pada masanya. Contoh kasus tersebut adalah pernikahan Nabi dengan beberapa istri setelah wafatnya Khadijah. Nabi melakukan poligami bukan atas dorongan pribadi, melainkan dalam konteks tugas kenabian dan tanggung jawab sosial.

Beliau dalam sejarahnya menikahi janda-janda dan wanita-wanita yang membutuhkan perlindungan dan dukungan. Dalam banyak kasus, poligami digunakan sebagai bentuk kasih sayang dan dukungan kepada wanita-wanita yang memerlukan bantuan.

Agama Islam mengizinkan bukan pada posisi memerintahkan poligami. Hal ini dipahami karena praktek poligami disertai dengan sejumlah syarat yang harus dipatuhi oleh suami. Salah satu syarat utama adalah bahwa seorang suami harus dapat berlaku adil kepada semua istri-istrinya.

Al-Quran menyebutkan, “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.” (Q.S. An-Nisa [4]: 3). Ini menegaskan bahwa poligami diperbolehkan asalkan ada keadilan terhadap istri-istri.

Selain keadilan, penting untuk menyediakan perawatan yang setara untuk semua istri, baik secara finansial maupun emosional. Ketentuan ini mencerminkan nilai-nilai kesetiaan dan keadilan yang sangat penting dalam Islam. Suami harus memastikan bahwa istri-istrinya diperlakukan dengan baik, mendapatkan dukungan finansial yang cukup, dan merasa dicintai.

Namun, praktik modern dalam negara-negara Islam sering kali telah memberikan batasan-batasan lebih ketat terkait dengan poligami. Regulasi hukum umumnya mengharuskan suami untuk mendapatkan izin khusus dari pengadilan dan memenuhi sejumlah syarat tertentu sebelum melakukan poligami. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi hak-hak istri dan memastikan bahwa praktik poligami tidak disalahgunakan.

Apakah aturan pembatasan tersebut bertentangan dengan ajaran Islam? Tentu tidak, justru regulasi yang ada berada di posisi menjelaskan lebih detail tentang Batasan yang diberikan Islam tentang poligami yang disebut adil. Bersikap adil sangat abstrak sehingga membutuhkan aturan yang lebih jelas dan detail.

Ketika mempertimbangkan praktik poligami, penting untuk menghindari pandangan yang sempit dan mementingkan aspek moral dan etika. Keputusan untuk menikah lebih dari satu istri dalam Islam harus dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan berlandaskan pada nilai-nilai kesetiaan dan kasih sayang terhadap keluarga. Poligami bukanlah hak untuk menikah lebih dari satu istri tanpa alasan yang jelas, melainkan harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan keadilan.

Dalam pandangan Islam, poligami adalah pilihan yang diizinkan dalam situasi-situasi tertentu, seperti ketika seorang wanita janda atau seorang wanita yang memiliki beban keuangan yang berat dapat menikah lagi untuk mendapatkan dukungan. Tindakan seperti itu dapat dianggap sebagai tindakan belas kasih dan dukungan, bukan sebagai hak untuk memenuhi hasrat seks lebih dari satu wanita.

Selain itu, perlu diingat bahwa seorang istri juga memiliki hak-hak yang jelas dalam konteks poligami. Misalnya, istri dapat meminta perceraian jika suaminya tidak dapat berlaku adil atau tidak memenuhi hak-haknya dengan baik. Ini menunjukkan bahwa Islam juga melindungi hak-hak perempuan dan memberikan mereka sarana untuk melindungi diri mereka sendiri dalam situasi poligami.

Dalam kesimpulannya, poligami dalam Islam adalah topik yang memerlukan pemahaman yang mendalam. Sejarah, ketentuan syariah, dan nilai-nilai kesetiaan harus dipertimbangkan saat membahas praktik ini. Poligami dalam Islam diperbolehkan dengan sejumlah ketentuan yang harus dipatuhi, dan harus selalu dijalankan dengan penuh keadilan dan kasih sayang.

Dalam konteks modern, regulasi hukum telah diterapkan untuk melindungi hak-hak perempuan dan memastikan bahwa praktik poligami tidak disalahgunakan. Dengan demikian, pemahaman yang lebih dalam dan konteks yang jelas adalah kunci untuk melihat praktik poligami dalam Islam secara adil dan seimbang.

ISLAMKAFFAH

Masuk Islamnya Sayyidina Hamzah RA

Masuknya Islamnya Hamzah menambah kekuatan umat Islam.

Di tengah suasana yang masih penuh intimidasi dan tekanan dari orang kafir Quraisy terhadap kaum muslimin, munculah secercah harapan, yaitu masuk Islamnya paman Rasulullah ﷺ, Hamzah bin Abdul Muththallib radhiyallahuanhu, pada akhir tahun ke-6 kenabian. 

Seperti dikutip dari Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah ﷺ disarikan dari kitab Ar-rahiqul Makhtum, Hamzah masuk Islam setelah mendengar berita perlakuan Abu Jahal yang telah menganiaya Rasulullah ﷺ dengan memukulkan sebuah batu ke kepala beliau hingga mengucurkan darah. Segera saja Hamzah, lelaki gagah dan terpandang di suku Quraisy yang saat itu baru saja pulang berburu, menemui Abu Jahal untuk menuntut balas atas perlakuan kasar tersebut. 

Setelah berhasil menemui Abu Jahal, Hamzah segera menghardiknya: “Wahai Abu Jahal, kamukah yang telah menghina keponakanku padahal aku sudah masuk agamanya ?”

Kemudian Abu Jahal dipukulnya dengan busur hingga terluka. Hampir saja terjadi perkelahian massal, karena keluarga kedua belah pihak ingin ikut campur. Namun Abu Jahal segera menghentikan hal tersebut seraya mengakui bahwa dia telah bersikap buruk terhadap Rasulullah ﷺ. 

Di samping itu, Abu Jahal juga pernah berupaya hendak melemparkan batu jika Rasulullah ﷺ sedang sujud dalam shalatnya. 

Pada hari yang telah ditentukan, sebagaimana biasa Rasulullah ﷺ datang ke Ka’ bah untuk shalat. Kemudian sebagaimana rencana semula, Abu Jahal mengambil sebongkah batu lalu menghampiri Rasulullah ﷺ untuk menimpakan batu tersebut ke atas kepalanya.

Selanjutnya secercah harapan datang kepada kaum muslimin dengan keislaman Umar bin Khattab radhiyallahu anhu.

IHRAM