Kemarau Panjang, Tapi Hati jangan Kering

Para ulama menitik beratkan cuaca dan musim kemarau sebagai kuasa Dzat Pencipta yang cukup diimani dan disikapi sebagai ayat kauniyyah berupa iradah-Nya, wajib diterima dengan penuh tafakkur

PARA ilmuwan mengatakan, tahun 2023 ini merupakan tahun terpanas secara global. Ada banyak pandangan, terkait fenomena alam yang belakangan ini dirasakan secara langsung penduduk bumi, El Nino yang dianggap salah satu faktor.

El Nino berasal dari bahasa Spanyol [yang artinya anak laki-laki], kemudian digunakan untuk menandai kondisi arus laut hangat tahunan, yang mengalir ke arah selatan di sepanjang pesisir Peru dan Ekuador saat menjelang Natal. Kondisi yang muncul berabad-abad lalu itu dinamakan El Nino de Navidad oleh para nelayan Peru.

Menghangatnya perairan di Amerika Selatan itu ternyata berkaitan dengan anomali pemanasan lautan yang lebih luas di Samudera Pasifik bagian Timur, bahkan dapat mencapai garis batas penanggalan internasional di Pasifik Tengah.

Dalam kondisi yang berbeda, terjadi anomali pendinginan lautan di Samudera Pasifik bagian Timur dan Tengah yang dinamai La Nina [dalam bahasa Spanyol artinya Si Gadis].

Karenanya, di antara Stasiun Klimatologi ada yang mendefinisikan bahwa El Nino sebagai fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya, yang terjadi di Samudera Pasifik bagian Tengah. Sedangkan La Nina adalah fenomena kebalikannya, yakni Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian Tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya.

Terlepas dari semua itu, para ulama lebih menitik beratkan bahwa cuaca dan musim merupakan kuasa Dzat Pencipta yang cukup diimani dan disikapi sebagai ayat kauniyyah berupa iradah-Nya.

Suhu panas atau suhu dingin, musim kemarau atau musim penghujan, merupakan keadaan yang wajib diterima adanya dengan penuh tafakkur. Karenanya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menulis bab tersendiri terkait “Larangan Memaki Cuaca [ad-dahr]” dalam bukunya Kitaabut Tauhiid.

Kemarau di Masa Lampau

Jauh sebelum manusia mengetahui “Ilmu Prakiraan Cuaca”, Al-Quran berkisah tentang Nabiyullaah Yusuf ‘alaihis salaam yang diberikan anugerah mampu mentakwil mimpi Sang Raja Mesir terkait kemungkinan terjadinya kemarau panjang yang akan dialami.

Hal ini diisyaratkan dalam kalam-Nya:

يُوسُفُ أَيُّهَا ٱلصِّدِّيقُ أَفْتِنَا فِى سَبْعِ بَقَرَٰتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعِ سُنۢبُلَٰتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَٰتٍ لَّعَلِّىٓ أَرْجِعُ إِلَى ٱلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَعْلَمُونَ

“[Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru]: “Yusuf, hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir [gandum] yang hijau dan [tujuh] lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya.” (QS. Yusuf/ 12: 46).

“Yusuf berkata:

قَالَ تَزْرَعُونَ سَبْعَ سِنِينَ دَأَبًا فَمَا حَصَدتُّمْ فَذَرُوهُ فِى سُنۢبُلِهِۦٓ إِلَّا قَلِيلًا مِّمَّا تَأْكُلُونَ

“Supaya kamu bertanam tujuh tahun [lamanya] sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.” (QS. Yusuf/ 12: 47).

ثُمَّ يَأْتِى مِنۢ بَعْدِ ذَٰلِكَ سَبْعٌ شِدَادٌ يَأْكُلْنَ مَا قَدَّمْتُمْ لَهُنَّ إِلَّا قَلِيلًا مِّمَّا تُحْصِنُونَ

“Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya [tahun sulit], kecuali sedikit dari [bibit gandum] yang kamu simpan.” (QS: Yusuf/ 12: 48)

ثُمَّ يَأْتِى مِنۢ بَعْدِ ذَٰلِكَ عَامٌ فِيهِ يُغَاثُ ٱلنَّاسُ وَفِيهِ يَعْصِرُونَ

“Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan [dengan cukup] dan di masa itu mereka memeras anggur.” (QS. Yusuf/ 12: 49).

Rasulullah ﷺ sebagaimana diceritakan sahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ’anh:

أن رجلا دخل المسجد يوم الجمعة، من باب كان نحو دار القضاء، ورسول الله صلى الله عليه وسلم قائم يخطب، فاستقبل رسول الله صلى الله عليه وسلم قائما، ثم قال: يا رسول الله، هلكت الأموال وانقطعت السبل، فادع الله يغثنا. فرفع رسول الله صلى الله عليه وسلم يديه، ثم قال: اللهم أغثنا، اللهم أغثنا، اللهم أغثنا. قال أنس: ولا والله، ما نرى في السماء من سحاب، ولا قزعة، وما بيننا وبين سلع من بيت ولا دار. قال: فطلعت من ورائه سحابة مثل الترس، فلما توسطت السماء انتشرت ثم أمطرت. فلا والله ما رأينا الشمس ستا

“Seorang lelaki memasuki masjid pada hari jum’at melalui pintu yang searah dengan Daarul Qadha. Ketika itu Rasulullah ﷺ sedang berkhutbah dengan posisi berdiri. Lelaki tadi berkata: ‘Wahai Rasulullah, harta-harta telah binasa dan jalan-jalan terputus [banyak orang kelaparan dan kehausan]. Mintalah kepada Allah agar menurunkan hujan!’. Rasulullah ﷺ lalu mengangkat kedua tangannya dan mengucapkan: Allahumma aghitsna [3x]. Anas berkata: ‘Demi Allah, sebelum itu kami tidak melihat sedikit pun awan tebal maupun yang tipis. Awan-awan juga tidak ada di antara tempat kami, di bukit, rumah-rumah atau satu bangunan pun”. Anas berkata, “Tapi tiba-tiba dari bukit tampaklah awan bagaikan perisai. Ketika sudah membumbung sampai ke tengah langit, awan pun menyebar dan hujan pun turun”. Anas melanjutkan, “Demi Allah, sungguh kami tidak melihat matahari selama enam hari.” (HR. Bukhari no.1014, Muslim no.897).

Istighfar dan Berkah Hujan

Turunnya keberkahan hujan, juga berkaitan dengan permohonan ampun [istighfaar] manusia kepada Pencipta-nya. Isyarat ini ditunjukkan sebagaimana halnya Nabiyullaah Nuh ‘alaihis salaam kepada kaumnya.

فَقُلْتُ ٱسْتَغْفِرُوا۟ رَبَّكُمْ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارًا

“Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.” (QS. Nuh/ 71: 10)

يُرْسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا

“Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat.” (QS. Nuh/ 71: 11)

وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَٰلٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّٰتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَٰرًا

“Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan [pula di dalamnya] untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh/ 71: 12).

Adapun permohonan ampun ini, bisa dilakukan dengan sekadar memanjatkan do’a di mimbar-mimbar khutbah bagi para imam dan khatib, atau berdo’a sendirian dengan cara-cara yang disunnahkan [istighatsah], bahkan shalat minta hujan [istisqa’] apabila telah memenuhi persyaratan dan alasan mengapa shalat khusus ini harus diselenggarakan.

Penyebab Kekeringan

Rasulullah ﷺ menuturkan dalam sabdanya, bahwa di antara sebab Allah ‘azza wa jalla menguji hamba-Nya dengan kekeringan atau kemarau panjang, adalah bertalian dengan sikap hamba terhadap Rabb-nya yang kurang memperlihatkan sikap penghambaannya, yakni senang menahan harta kekayaan yang menjadi hak orang lain.

ولم يَمْنعوا زكاة أموالهم إلا مُنعوا القطرَ من السماء، ولولا البهائمُ لم يُمطروا

… Ketika orang-orang enggan membayar zakat, air hujan akan ditahan dari langit. Andaikan bukan karena hewan-hewan ternak, niscaya hujan tidak akan pernah diturunkan …” (HR. Ibnu Maajah)

Hati jangan ikut Kering

Dengan sepenuh kelapangan untuk menerima keadaan, semoga kemarau panjang tidak membuat batin kita ikut terguncang dan hati kita turut menjadi kering kerontang.

Rasulullaah ﷺ senantiasa membimbing jiwa agar tetap hidup damai dan penuh iman dalam menghadapi segala keadaan. Abu Sa’id al-Khudri radhiyallaahu ‘anh pernah berkisah, bahwa sang Rasul panutan pernah mengajarkan do’a kepada seorang shahabat bernama Abu Umaamah radhiyallaahu ‘anh yang sedang dilanda kebingungan dan kecemasan dengan do’a berikut:

اللهم إني أعوذُ بكَ منَ الهمِّ والحزَنِ، وأعوذُ بكَ منَ العجزِ والكسلِ، وأعوذُ بكَ منَ الجُبنِ والبخلِ؛ وأعوذُ بكَ مِن غلبةِ الدَّينِ وقهرِ الرجالِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegundahan dan kesedihan, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepada-Mu dari sifat penakut dan bakhil, aku berlindung kepada-Mu dari terlilit hutang dan intimidasi dari orang lain.” (Lihat: Jaami’us Shagier, no 2864, dari Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallaahu ‘anh).*/ Teten Romly Qomaruddin,  Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia   

HIDAYATULLAH

Sejarah Tragedi di Tanah Suci (2) : Kelompok Perjuangan Nasionalisme Palestina Melawan Israel

Perjuangan kemerdekaan Palestina dan perlawanan terhadap Israel adalah salah satu konflik terlama dan paling rumit di dunia. Konflik ini telah berlangsung selama beberapa dekade, dan dalam perjalanan itu, berbagai gerakan dan organisasi telah muncul untuk memimpin perjuangan rakyat Palestina.

Munculnya pengaruh kekuatan asing dari negara-negara besar turut mewarnai gejolak tragedy di tanah suci ini. Israel yang sejak awal dilegitimasi oleh Barat khususnya Inggris, telah mendapatkan dukungan besar secara militer terutama dari Amerika Serikat. Berdirinya negara Israel di tanah Palestina telah menimbulkan gejolak.

Perlawanan rakyat Palestina dan Arab  menandai krisis Timur Tengah yang berkepanjangan. Gerakan itu telah semakin kompleks dengan munculnya faksi-faksi gerakan di Palestina yang memiliki pandangan, gerakan dan strategi politik untuk pembebasan Palestina. Perjuangan Palestina tidak sesederhana satu kelompok tetapi menunjukkan gerakan yang beragam.

Di bawah ini, beberapa gerakan dan organisasi utama yang terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Palestina.

  1. Organisasi Pembebasan Palestina atau Palestine Liberation Organization (PLO)

PLO didirikan pada tahun 1964 sebagai badan yang mewakili rakyat Palestina. Salah satu tokoh awal dalam pembentukan PLO adalah Ahmad Shukeiri. PLO merupakan aliansi organisasi politik yang bertujuan untuk mencapai kemerdekaan dan hak nasional Palestina. Mereka telah terlibat dalam perundingan internasional dan memiliki sayap militer seperti Al-Fatah yang dipimpin oleh Yasser Arafat. Sayap militer ini terlibat dalam serangkaian serangan dan perlawanan terhadap Israel.

PLO adalah sebuah payung organisasi yang menggabungkan beberapa faksi dan kelompok politik Palestina yang berbeda di bawah satu otoritas sentral. Inilah beberapa faksi utama yang terkait dengan PLO:

Fatah: Fatah adalah faksi PLO yang paling terkenal dan penting. Didirikan pada tahun 1959 oleh Yasser Arafat dan rekan-rekannya, Fatah menjadi kekuatan pendorong di dalam PLO. Fatah menggunakan taktik militer dan diplomasi untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Yasser Arafat memimpin PLO selama beberapa dekade, dan Fatah mendominasi kepemimpinan organisasi. Pada tahun 1993, Fatah menandatangani Kesepakatan Oslo dengan Israel, yang menyebabkan pendirian Otoritas Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Front Demokratik untuk Pembebasan Palestina (DFLP): DFLP adalah faksi PLO yang memiliki basis Marxis. Mereka memandang perjuangan kemerdekaan Palestina sebagai bagian dari perjuangan sosialis dunia. DFLP mengambil bagian dalam beberapa operasi bersenjata melawan Israel dan tetap aktif di dalam PLO.

Gerakan Pembebasan Rakyat Palestina (PFLP): PFLP juga merupakan kelompok Marxis yang terlibat dalam perjuangan bersenjata melawan Israel. Mereka dikenal dengan aksi-aksi spektakuler, seperti pembajakan pesawat pada tahun 1970-an. PFLP adalah salah satu faksi yang paling keras dalam tuntutan mereka terhadap Israel. PFLP didirikan oleh George Habash pada tahun 1967 dan menggabungkan elemen-elemen nasionalis dan Marxis. Mereka telah mengambil bagian dalam serangkaian operasi bersenjata melawan Israel dan masih merupakan faksi yang aktif dalam PLO.

Kelompok lain: Selain kelompok-kelompok utama di atas, masih ada beberapa faksi minor yang tergabung dalam PLO, masing-masing dengan orientasi politiknya sendiri. Beberapa di antaranya mungkin bersifat nasionalis, Islamis, atau berbasis etnis.

  1. Hamas: Harakat al-Muqawama al-Islamiyya (Gerakan Perlawanan Islam)

Hamas didirikan pada tahun 1987 selama intifada pertama (pemberontakan) Palestina melawan pendudukan Israel. Beberapa tokoh utama dalam pembentukan Hamas termasuk Sheikh Ahmed Yassin dan Mahmoud al-Zahar. Organisasi ini dibentuk sebagai tanggapan terhadap kondisi yang dialami oleh rakyat Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza dan sebagai alternatif terhadap Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang saat itu dipimpin oleh Yasser Arafat. Hamas mengusung ideologi Islam yang keras dengan menentang segala bentuk kompromi dengan Israel dalam perjuangan untuk kemerdekaan Palestina.

Hamas bertujuan untuk memerdekakan seluruh wilayah Palestina dan mendirikan negara Palestina yang independen dan berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya. Mereka menggambarkan konflik dengan Israel sebagai perang jihad atau perjuangan suci dan mendukung penggunaan kekuatan bersenjata dalam upaya membebaskan tanah air Palestina. Hamas juga mengedepankan nilai-nilai Islam dalam pemerintahan dan masyarakat, termasuk penerapan syariah. Mereka juga memiliki sayap militer, Izz ad-Din al-Qassam Brigades yang terlibat dalam serangkaian serangan terhadap Israel, termasuk serangan roket dan serangan bom bunuh diri.

Hamas dianggap sebagai organisasi teroris oleh sejumlah negara dan lembaga internasional, termasuk Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Israel. Namun, di sisi lain, Hamas juga memiliki dukungan luas dalam masyarakat Palestina dan sejumlah negara di Timur Tengah, seperti Iran.

Hubungan antara Hamas dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) telah bergejolak sepanjang sejarah. Pada tahun 2007, Hamas mengambil alih kontrol Jalur Gaza dari Fatah, faksi yang merupakan bagian dari PLO. Sejak itu, Tepi Barat dan Jalur Gaza telah memiliki pemerintahan yang terpisah.

  1. Palestinian Islamic Jihad (PIJ)

PIJ didirikan pada tahun 1981 oleh Dr. Fathi Shaqaqi dan Abdel Aziz Odeh dan mahasiswa Palestina di Mesir dengan tujuan mendirikan negara Palestina di Tepi Barat, Gaza. Jihad Islam, seperti Hamas yang tidak sepakat dengan perjuangan PLO dan Otoritas Palestina. Mereka fokus pada konfrontasi militer dengan Israel. Tidak seperti Hamas, mereka tidak menggunakan partisipasi politik seperti Pemilu.  Mereka mendapatkan dukungan Iran dalam pelatihan, keahlian, dan dana, namun mayoritas senjata diproduksi lokal.

PIJ adalah kelompok Islam militan yang bertujuan untuk menghapus Israel dan mendirikan negara Palestina yang independen. Mereka aktif dalam perlawanan bersenjata terhadap Israel. PIJ memiliki sayap militer yang kuat yang terlibat dalam serangkaian serangan terhadap Israel.

Selain kelompok dan organisasi di atas, ada kelompok-kelompok kecil dan faksi lainnya yang juga terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Palestina. Perjuangan ini telah mencakup serangkaian Intifada (pemberontakan) yang terjadi pada tahun 1987 dan 2000 serta serangkaian perundingan damai yang dipimpin oleh Amerika Serikat yang hingga hari ini juga tidak bisa meredam konflik dan tragedi di tanah suci ini.

Perjuangan Palestina adalah perjuangan kemerdekaan Nasionalisme Palestina. Perjuangan ini adalah murni perlawanan penjajahan terhadap tanah Arab Palestina yang telah mendiami lama di Kawasan tersebut. PLO memang telah menjadi wakil dari rakyat Palestina dengan adanya otorita Palestina yang terus berjuang. Namun, ia tidak memiliki pengaruh di Jalur Gaza karena kalah pamor dengan Hamas. Dua kekuatan ini dalam perjuangan Palestina masih cukup dominan dengan pendekatan dan gerakan yang berbeda, tetapi memiliki satu tujuan kemerdekaan Tanah Palestina.

ISLAMKAFFAH

Sejarah Tragedi di Tanah Suci (1) : Berdirinya Negara Israel dan Penjajahan di Tanah Palestina

Sejarah berdirinya Negara Israel dan konflik yang terkait dengan penjajahan di Tanah Palestina adalah topik yang kompleks dan kontroversial. Banyak pertarungan kekuatan yang tidak hanya persoalan agama. Kepentingan ekonomi dan politik yang kerap mengatasnamakan agama juga muncul.

Peta kekuatan konflik di tanah suci Palestina juga terbilang kompleks. Dua kutub kekuatan besar dunia seperti Barat dan Soviet juga pernah menunggangi isu Palestina. Saat ini pun, peta pertarungan itu hampir sama. Dukungan Israel oleh Amerika dan Barat berhadapan juga dengan dukung politik dari negara yang kontra terhadap Amerika, Barat dan NATO semisal dari Rusia, Iran, China dan Korut.

Kecamuk di Palestina juga tak kunjung selesai. Perjuangan rakyat Palestina adalah perjuangan rakyat yang tanahnya dijajah oleh pendatang Yahudi. Sementara Yahudi kerap melontarkan klaim sejarah atas kepemilikan tanah tersebut.

Konflik di Tanah suci itu juga tidak sesederhana perang agama. Ada pula kekuatan rakyat Palestina dimotori oleh Arab Palestina beragam Kristen Dr. George Habash mendirikan Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina atau dikenal dengan Popular Front for the Liberation of Palestina (PFLP). Selain bukan disemangati Islam, gerakan ini berhaluan komunis yang memiliki tujuan sama pembebasan Palestina dan perlawanan terhadap Israel.

Untuk memahami sepenuhnya konteks sejarahnya, kita perlu merinci beberapa peristiwa kunci yang terjadi selama abad ke-20.

  1. Awal Mula Sengketa di Tanah Suci

Pada awal abad ke-20, wilayah Palestina adalah bagian dari Kesultanan Utsmaniyah yang sedang mengalami penurunan. Pada masa Perang Dunia I, Inggris dan Prancis menduduki wilayah ini. Setelah berakhirnya Perang Dunia I, Perjanjian Versailles tahun 1919 dan Perjanjian Sèvres tahun 1920 menentukan nasib wilayah tersebut.

  1. Deklarasi Balfour (1917)

Pada tahun 1917, Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur Balfour, mengeluarkan deklarasi yang dikenal sebagai Deklarasi Balfour. Deklarasi ini menyatakan bahwa Inggris mendukung pembentukan “rumah nasional bagi bangsa Yahudi” di Palestina. Hal ini membuka jalan bagi imigrasi besar-besaran Yahudi ke wilayah tersebut.

Imigran Yahudi berbondong-bondong akibat tragedi berdarah yang dilancarkan oleh Nazi. Mereka mendapatkan tempat nyaman di Palestina dengan membangun komunitas dari tahun ke tahun. Legitmasi kekuatan Inggris semakin memantapkan langkah mereka yang dalam banyak hal mendapatkan perlawanan dari penduduk Arab Palestina.

  1. Mandat Liga Bangsa-Bangsa

Setelah Perang Dunia I, Liga Bangsa-Bangsa memberikan mandat kepada Inggris untuk mengelola Palestina (Mandat Palestina) yang mencakup wilayah modern Israel dan Palestina. Mandat ini diatur oleh Kepala Mandat Palestina, yang pada awalnya mengikuti visi Deklarasi Balfour.

  1. Aliyah dan Pembentukan Negara Israel

Pada periode antara Perang Dunia I dan Perang Dunia II, jumlah imigran Yahudi meningkat secara signifikan melalui Aliyah (pemulangan orang Yahudi ke Palestina). Mereka mendirikan komunitas-komunitas di sana dan mendirikan infrastruktur politik dan ekonomi yang mendukung pendirian negara mereka sendiri.

Pada mulanya berdirinya negara Israel tidak sepenuhnya mengisi lahan-lahan seperti saat ini. Namun, pembagian wilayah yang tidak adil dengan 55 persen penguasaan di bawah negara Israel mulai menimbulkan gejolak.

  1. Konflik Arab-Israel 1947-1949

Penolakan Arab terhadap pendirian negara Yahudi di Palestina memicu konflik bersenjata pada tahun 1947. Pada 1949, setelah berakhirnya perang, Israel diakui sebagai negara merdeka oleh sejumlah negara.

  1. Pengusiran dan Pengungsi Palestina

Konflik berdampak besar pada penduduk Arab Palestina. Banyak orang Palestina mengungsi atau diusir dari rumah mereka selama perang, dan ini menciptakan masalah pengungsi yang berlanjut hingga hari ini.

  1. Perang Arab-Israel 1967 dan Pendudukan

Pada tahun 1967, Perang Enam Hari terjadi antara Israel dan negara-negara Arab. Israel berhasil merebut Tepi Barat, Jalur Gaza, Yerusalem Timur, dan Semenanjung Sinai. Ini adalah awal dari pendudukan Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza, yang berlanjut hingga sekarang. Luas wilayah Palestina semakin menyusut dari tahun ke tahun yang menyisakan tepi Barat dan Jalur Gaza.

  1. Upaya Perdamaian dan Konflik Terkini

Selama beberapa dekade, telah ada upaya-upaya perdamaian yang diintervensi oleh berbagai pihak, termasuk Amerika Serikat. Namun, upaya-upaya ini belum mencapai penyelesaian yang memuaskan dan konflik berlanjut hingga hari ini.

Upaya militerisasi Israel ke tengah warga Palestina kerap terjadi dan menimbulkan korban. Perlawanan Rakyat Palestina juga tidak pernah padam. Terakhir, pasukan militant Hamas melancarkan serangan Badai Al-Aqsa yang mengejutkan Israel. Akibatnya, konflik jalur Gaza kembali menggema dan menimbulkan banyak korban dari kedua belah pihak.

Berdirinya Negara Israel dan penjajahan di Tanah Palestina adalah cerminan dari konflik yang rumit yang melibatkan berbagai pihak dengan klaim historis dan politik yang berbeda. Ini adalah masalah yang sangat sensitif dan penuh emosi, yang terus mempengaruhi situasi politik di kawasan tersebut dan mengakibatkan penderitaan bagi banyak orang di kedua sisi konflik.

ISLAM KAFFAH

7 Manfaat Sedekah

Ibnul Qoyyim mengatakan, 

أنها تقي مصارع السوء وتدفع البلاء حتى إنها لتدفع عن الظالم وتطفئ الخطيئة وتحفظ المال وتجلب الرزق وتفرح القلب وتوجب الثقة بالله وحسن الظن به

“Sungguh bersedekah itu mencegah kematian yang jelek, mencegah bala’ sampai penggemar maksiat pun terjaga dari bala’ karena rajin bersedekah, menghapus dosa, menjaga harta, mendatangkan rezeki, membuat gembira hati dan menyebabkan hati yakin dan baik sangka kepada Allah.” (Uddah ash-Shabirin hlm 490)

Sedekah, donasi sosial, wakaf dll memiliki banyak manfaat. 

Diantara manfaatnya adalah:

Pertama:

Dijaga Allah dari kematian yang buruk semisal mati sedang melakukan maksiat, mati dicabik-cabik singa, dimakan buaya dll, mati dibunuh plus mutilasi, dsb. 

Kedua:

Mencegah bala’, wabah, malapetaka, siapapun pelakunya baik dia seorang muslim yang taat ataupun penggemar maksiat. 

Ketiga:

Menghapus dosa. Jika “sedekah” kepada anjing kehausan itu menghapus dosa pelacur, apalagi sedekah untuk penuntut ilmu agama, penghafal al-Qur’an, sedekah Alat Pelindung Diri (APD) untuk petugas kesehatan, sedekah bahan makanan pokok untuk orang yang harus menjalani karantina dll. Sedekah semisal ini tentu lebih dasyat menghapus dosa pelakunya. 

Keempat:

Menjaga harta. Sedekah adalah perintah Allah dan Nabi menjanjikan bahwa siapa yang melakukan perintah Allah, maka Allah akan jaga diri dan hartanya. 

Kelima:

Mendatangkan dan keberkahan rezeki. Sebaliknya pelit itu berdampak kehancuran harta atau hilangnya keberkahan harta. 

Keenam:

Sumber kebahagiaan hati adalah menolong sesama dengan bersedekah dan lainnya. 

Ketujuh:

Bukti sekaligus kiat melatih diri untuk yakin dan berbaik sangka kepada Allah.

Diantara sebab pelit adalah tidak yakin bahwa rezeki esok hari itu sudah dijamin oleh Allah. Inilah contoh buruk sangka kepada Allah.

Penulis: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.P.I.

Read more https://pengusahamuslim.com/7086-7-manfaat-sedekah.html

Empat Prinsip Seorang Pedagang Muslim

أَرْبَعُ رَكَائِز لِلتَّاجِرِ الْمُسْلِم

Empat Prinsip Seorang Pedagang Muslim

روى الإمام أحمد في «مسنده» من حديث عبد الله بن عمرو، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ((أَرْبَعٌ إِذَا كُنَّ فِيكَ فَلاَ عَلَيْكَ مَا فَاتَكَ مِنَ الدُّنْيَا : حِفْظُ أَمَانَةٍ، وَصِدْقُ حَدِيثٍ، وَحُسْنُ خَلِيقَةٍ، وَعِفَّةٌ فِي طُعْمَةٍ))

Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dari hadis Abdullah bin Amr –semoga Allah meridainya– bahwa Rasulullah Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Empat perkara yang jika Anda miliki, tidak akan merugikan Anda urusan dunia yang terluput dari Anda: (1) menjaga amanah, (2) jujur dalam ucapan, (3) baik dalam akhlak, dan (3) menjaga diri dalam makanan.”

هذا حديث عظيم جدير بكلِّ تاجر مسلم أن يتأمله وأن يكون نصب عينه، بل ينبغي أن يُشاع بين التجار وفي المحلات التجارية وبين الشركات حتى يُصَحِّحَ لمن اشتغل بالتجارة مساره وطريقته في البيع والشراء والتعامل، وذلك بأن تكون هذه الأمور الأربعة أسسًا ثابتةً عنده لا يساوم فيها مهما كان الربح، ففي الحديث معالجة حكيمة وعظيمة جداً للفساد الكبير الذي يحصل لأخلاق الناس عند الإقبال على الدنيا وحطامها والتجارة واكتساب المال وطلب الأرباح

Ini adalah hadis agung yang selayaknya menjadi bahan renungan dan fokus perhatian bagi setiap pedagang Muslim, bahkan semestinya disebarkan ke tengah komunitas pedagang dan di tempat-tempat perniagaan dan perusahaan-perusahaan untuk mengoreksi metode dan cara orang-orang yang bekerja di bidang perniagaan dalam berjual beli dan bermuamalah.

Hal tersebut dilakukan dengan menjadikan empat perkara tersebut sebagai prinsip dasar yang kokoh dalam diri seseorang yang tidak tergoyahkan dengan berapapun keuntungan yang dia dapat.

Dalam hadis ini ada solusi yang penuh hikmah dan teramat urgen untuk mengatasi kerusakan besar yang telah terjadi pada moral manusia ketika mereka berurusan dengan perkara dunia dan mengais puing-puingnya, berniaga, mengumpulkan harta, dan mencari laba.

وأنَّه لا سلامة من ذلك إلا بأن يحافظ التاجر على هذه الأسس الأربعة المذكورة في الحديث، ويحرص على أن لا يخرم منها شيئا، ويجعلها بمثابة الركائز التي لا يقبل أن تضيع، ثم هو لا يبالي إن فاته شيء من الدنيا في سبيل محافظته على هذه الركائز، حتى وإن كان بين يديه مكاسب كبيرة وأرباح كثيرة، فإنها لا تحطّم شيئا من هذه الأسس؛ مستحضرًا دومًا قول النبي صلى الله عليه وسلم: ((فَلاَ عَلَيْكَ مَا فَاتَكَ مِنَ الدُّنْيَا)) فهو غير مبال بما يفوته من الدنيا في سبيل محافظته وتمسكه بهذه الخلال الجليلة والخصال العظيمة المذكورة في الحديث.

Tidak ada jalan keselamatan dari semua itu kecuali jika seorang pedagang menjaga keempat asas yang disebutkan dalam hadis tersebut, berusaha untuk tidak sedikitpun merusaknya, dan menjadikannya seperti pondasi yang tidak boleh terkisis.

Dengan demikian, dia tidak perlu khawatir dengan perkara dunia yang hilang dari dirinya selama dia masih menjaga pondasi-pondasi ini. Walaupun di tangannya ada pendapatan yang besar dan keuntungan yang banyak, hal itu tidak akan menggerogoti asas-asas ini karena selalu mengingat sabda Nabi Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), “… tidak akan merugikan Anda urusan dunia yang terluput dari Anda; ….”

Maknanya bahwa seseorang tidak perlu merisaukan dunianya yang hilang selama dia masih menjaga dan berpegang teguh dengan empat sifat mulia dan karakter agung yang disebutkan dalam hadis ini.

والإنسان يُمتَحن امتحانا شديدا في هذه الأمور الأربعة عندما يدخل مجال التجارة؛ فأحيانًا تعرض له أرباح كثيرة مغرية جداً لكنها تحتاج منه إلى أن يكذب أو أن يغش ونحو ذلك، فيدخل في مساومة مع نفسه، هل يُحصِّل هذا الربح بمثل هذه المسالك ؟ أم يقول كما دلَّ الحديث: لا عليَّ ما فاتني من الدنيا، ولْتبقَ لي هذه الأسس؟

Seseorang benar-benar diuji dengan ujian yang berat dalam empat prinsip ini ketika dia memasuki dunia perdagangan. Ada kalanya dia diiming-imingi dengan keuntungan besar yang sangat menggiurkan namun mengharuskannya untuk berbohong, menipu, dan lain sebagainya.

Akhirnya, dia bernegosiasi dengan dirinya sendiri, haruskah mencari untung dengan cara-cara seperti itu, ataukah dia akan mengatakan sebagaimana yang dinyatakan dalam hadis ini, “Tidak akan merugikanku urusan dunia yang terluput dariku selama aku mempertahankan prinsip-prinsip ini.”?

حتى لو كان في ظاهر الأمر أنه لن يربح، وأنه يخسر الصفقة أو التجارة أو يفوته شيء من الأرباح والمكاسب، فإنَّ الله سبحانه تعالى يعوِّضه خيراً؛ لأن الرزق والفضل بيده سبحانه وتعالى.

Walaupun jika secara kasatmata dia tidak mendapat untung dan merugi dalam transaksi atau perniagaannya dan kehilangan sebagian keuntungan dan pendapatannya, namun sesungguhnya Allah Subẖānahu wa Ta’ālā Menggantinya dengan kebaikan untuknya; karena rezeki dan karunia ada di tangan-Nya Subẖānahu wa Ta’ālā.

فقول النبي عليه الصلاة والسلام ((فَلاَ عَلَيْكَ مَا فَاتَكَ مِنَ الدُّنْيَا)) يعدُّ ضمانًا للتاجر؛ أي فلا تأسَ على ما فات من الربح وإن كبر ولا تأسف، فإنك في خير وغنيمة حتى وإن فاتك هذا المال. ولك العوض المبارك من الله، ولهذا ينبغي على كل مَنْ يُقدِم على تجارة أن يتنبه لهذه الأسس الأربعة العظيمة، وأن تكون ثابتة عنده:

Jadi, sabda Nabi Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam (yang artinya): “… tidak akan merugikan Anda urusan dunia yang terluput dari Anda; …” merupakan jaminan bagi pedagang. Artinya, janganlah Anda berputus asa atas keuntungan yang terluput dan jangan bersedih walaupun itu besar jumlahnya, karena Anda berada dalam kebaikan dan keuntungan meskipun Anda kehilangan sejumlah harta. Anda akan mendapatkan ganti yang diberkahi dari sisi Allah. Oleh karena itu, setiap orang yang hendak masuk ke dunia perniagaan harus memperhatikan empat asas pokok ini dan meneguhkannya dalam dirinya.

الأول ((حِفْظُ أَمَانَةٍ))؛ أي هو أمين في تعاملاته؛ لا يغش، ولا يخدع، ولا يمكر، أمينٌ في حفظ حقوق الناس، وفي إعادة أموالهم، فلا يضيع حقوق الناس بل يرعى للأمانة حقّها . وقد يبتلى الإنسان عندما يدخل باب التجارة ويمتحن؛ هل يحافظ على الأمانة ؟ أو يضيِّعها في سبيل أن يُحصّل مالاً أو يُحصّل شيئًا من حطام الدنيا ؟ فكثير من الناس يسقط في هذا الامتحان ويضيِّع الأمانة في سبيل أن يكسب مالًا أو عرضاً من عرض الدنيا ومتاعها الزائل.

Prinsip Pertama: Menjaga Amanah.

Artinya, seseorang harus amanah dalam muamalahnya, tidak curang, memperdaya, atau menipu. Dia harus amanah dalam menjaga hak-hak manusia dan mengembalikan harta milik mereka. Dia tidak boleh menyia-nyiakan hak orang lain dan harus menjaga hak amanahnya. Seseorang mungkin dicoba dan diuji ketika ia memasuki ranah perdagangan, apakah dia bisa menjaga amanah ataukah akan menyia-nyiakannya demi mendapatkan uang dan mengais reruntuhan dunia?

Banyak orang gagal dalam ujian ini dan menyia-nyiakan amanah demi mendapatkan uang atau sekerat dunia dan kesenangannya yang fana.

ومن الناس من يتعامل بالأمانة في حدودٍ ضيقةٍ وفي مصالحَ محدودةٍ، فهو يتعامل بالأمانة في حدود من يعاملُه بها جزاءً له من جنسِ عملهِ، فإذا وجد أمينا عامَلَه بالأمانة، وإذا وجد خائِناً عاملَه بالخيانَة، وليس هذا شأنُ المؤمن، ففي «المسند» وغيره بإسناد صحيح من حديث أنس بن مالك رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ((أَدِّ الْأَمَانَةَ إِلَى مَنْ ائْتَمَنَكَ وَلَا تَخُنْ مَنْ خَانَكَ ))

Ada sebagian orang yang bermuamalah secara amanah hanya dalam batasan yang sempit dan demi kepentingan tertentu. Dia akan bermuamalah secara amanah sebatas dengan orang yang bermuamalah secara amanah dengannya sebagai bentuk timbal balik kepadanya atas hal serupa yang telah dia lakukan. Jika dia bertemu orang yang amanah, dia akan berlaku amanah kepadanya namun jika dia bertemu orang yang khianat, dia akan berlaku khianat kepadanya. Ini bukan karakter seorang mukmin.

Disebutkan dalam al-Musnad dan lainnya dengan sanad yang sahih dari hadis Anas bin Malik –semoga Allah meridainya– bahwa Nabi Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Tunaikan amanah kepada orang yang memberi amanah kepada Anda dan jangan mengkhianati orang yang mengkhianati Anda.”

فالأمانة مطلوبة في كل وقتٍ وحين وفي جميع الأحوال وهي ممدوحة في جميع أحوالها، والخيانةُ مذمومة وقبيحةٌ في جميع أحوالها، ولهذا قال عليه الصلاة والسلام: (( وَلَا تَخُنْ مَنْ خَانَكَ )) ؛ نعم طالِبْهُ بحقِّك لكن لا تعامِلْه بالخيانة فإن الخيانة مذمومةٌ في كل وقت وحين.

Jadi, sifat amanah dituntut di setiap waktu dan dalam semua keadaan karena ia adalah sifat yang terpuji di semua kondisi. Adapun khianat adalah sifat buruk dan tercela dalam semua keadaan. Oleh karena itu, beliau Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “… jangan mengkhianati orang yang mengkhianati Anda.”

Ya, tuntutlah hak Anda namun jangan berkhianat karena khianat itu tercela di setiap waktu dan dalam semua keadaan.

الثاني ((صِدْقُ حَدِيثٍ))؛ أي أنه لا يكذب بل يحافظ على الصدق، وعندما يُحدِّث الناس في بيعه وشرائه دائماً يكون صادقاً، إذا قال لهم “هذه البضاعة جديدة” فهو صادق في كلامه، إذا قال “هذا النوع أصيل ” يكون صادقاً في كلامه، إذا قال “هذا من اليوم ليس من الأمس” يكون صادقا في كلامه وهو في نفسه يقول: “ماذا يغنيني إذا كسبت من هذا ريـالا ومن ذاك ريالين أو عشرة أو ألفا أو أكثر وضاع مني خُلق الصدق وأصبحتُ كذّاباً ؟!

Prinsip Kedua: Jujur dalam Ucapan.

Artinya, seseorang tidak boleh berbohong, bahkan harus selalu menjaga kejujuran. Jadi, ketika dia berbicara kepada orang-orang ketika berjual beli, dia selalu jujur.

Jika dia mengatakan kepada mereka, “Barang ini baru,” maka dia jujur ​​dalam ucapannya.

Jika dia mengatakan, “Barang ini produk asli,” maka dia jujur ​​dalam ucapannya.

Jika dia mengatakan, “Ini barang hari ini, bukan kemarin,” maka dia jujur ​​dalam ucapannya.

Sedangkan hati kecilnya berbisik, “Apa manfaatnya bagiku jika aku mendapatkan dari seseorang satu rial, dua rial, sepuluh atau seribu rial, atau lebih banyak dari itu namun aku kehilangan karakter kejujuranku dan aku menjadi pendusta?!!

وقد قال عليه الصلاة والسلام: ((إِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّار )) ؛ مؤمنًا بأن الرزق بيد الله سبحانه وتعالى، وليست الريالات أو الدراهم بالتي تضيِّع خُلق الصدق عنده، لأن الصدق أصل ثابت وأساس لا يساوم فيه ولا يضيِّعه.

Nabi Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam telah bersabda (yang artinya), “Janganlah kalian berdusta, karena dusta akan menyeret kepada keburukan, dan keburukan akan menjerumuskan ke neraka.”

Dia beriman bahwa rezeki ada di tangan Allah Subẖānahu wa Ta’ālā. Mencari rial dan dirham bukanlah dengan menanggalkan karakter kejujuran pada dirinya, karena kejujuran adalah landasan pokok dan asas yang tidak boleh ditoleransi atau diabaikan.

بينما بعض الناس أخلاقياته تَفسُد مع ممارسة البيع والحرص على الدنيا والمكاسب فيُبتَلى بصفقات معيّنة يجد نفسه منساقاً إلى الكذب فيها، بل ربما يحلف أيمانا مغلّظة، وقد قال عليه الصلاة والسلام: ((ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ)) وذكر منهم: ((الْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ)). فيبيع الصدقَ ويصبح كذابًا من أجل اكتساب شيء من الدنيا ومتاعها الزائل – والعياذ بالله-.

Sementara itu, ada sebagian orang karakter terpujinya rusak karena rutinitasnya berniaga dan ketamakannya terhadap dunia dan pendapatan. Baru diuji dengan beberapa transaksi tertentu, dia sudah mendapati dirinya cenderung untuk berdusta dalam transaksi tersebut, atau bahkan berani bersumpah dengan sumpah Mughallaẓah (yaitu sumpah pada momen atau tempat yang diagungkan, pent.), padahal beliau Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam telah bersabda (yang artinya), “Tiga orang yang Allah tidak akan Berbicara kepada mereka pada hari kiamat, tidak akan Melihat dan Mensucikan mereka, serta Memberikan azab yang pedih bagi mereka, …” kemudian beliau menyebutkan salah satu dari mereka, “Orang yang menjual dagangannya dengan sumpah palsu.” Dia menjual kejujuran dan menjadi seorang pembohong hanya demi mendapatkan sekerat dunia dan kesenangannya yang sesaat –Semoga Allah melindungi kita.

الثالث ((حُسْنُ خَلِيقَةٍ)) أي يعامل الناس بالأخلاق الحسنة وبالآداب الكريمة، والمشتغل بالتجارة والبيع والشراء يشاهد من أصناف أخلاقيات الناس واختلاف طبائعهم بل سيئي المعاملة منهم شيئاً كثيراً، ودوام الاحتكاك بالناس في البيع والشراء والمعاملات تؤثر على الأخلاق تأثيراً سلبياً إن لم يُحافظ على هذه الركيزة المبيَّنة في هذا الحديث «حُسْنُ الخَلِيقَة»؛

Prinsip Ketiga: Baik dalam Akhlak.

Artinya, dia harus bermuamalah dengan manusia dengan akhlak terpuji dan etika yang santun. Orang yang berkecimpung dalam perniagaan dan jual beli tentu melihat berbagai macam akhlak manusia dan perbedaan sifat mereka, bahkan menemukan lebih banyak orang yang buruk muamalahnya.

Kontak secara terus-menerus dengan manusia dalam urusan jual beli dan muamalah lainnya akan memberi pengaruh negatif yang kuat terhadap akhlak seseorang jika dia tidak menjaga prinsip yang dijelaskan dalam hadis ini, “… baik dalam akhlak.”

فيصبح التاجر حينئذ في صراع مع نفسه للمحافظة على حُسن خلقه، لا أن يبيع أخلاقه في السوق باحتكاكه بسيئي الأخلاق من الناس، إذ إنّ بعض الناس بسبب معايشته لأصنافٍ من الناس وحاجته للبيع والتجارة أصبح لعّاناً طعّاناً بذيئاً سيء الخلق، اكتسب هذا في تجارته وفي معاملته للناس، فضيّع هذه الخصلة بسبب اقتحامه التجارة ودخوله فيها دون محافظةٍ على هذه الركيزة العظيمة.

Di saat seperti inilah seorang pedagang bertarung dengan dirinya sendiri untuk mempertahankan kebaikan akhlaknya dengan tidak menjual akhlaknya di pasar dikarenakan pergaulannya dengan orang-orang yang berperilaku buruk.

Sungguh, karena kehidupan yang bersinggungan dengan berbagai karakter manusia dan karena tuntutan kebutuhan untuk berjualan dan berniaga, sebagian orang berubah menjadi orang yang gemar melaknat, menuduh, berkata kotor, dan berperilaku tercela.

Semua ini dia peroleh dari perniagaannya dan dari pergaulannya dengan orang-orang. Akhirnya dia kehilangan karakter ini karena masuk dalam dunia perdagangan dan terjerat keadaan tanpa bisa menjaga prinsip agung ini.

والتاجر المسلم الناصح لنفسه لا يجعل التجارة واحتكاكه بالناس سببًا لضياع الأخلاق، وماذا يربح الإنسان إذا حصَّل مالاً وفسدت أخلاقه ؟! وماذا تغني عنه أمواله وماذا تنفعه إذا فسدت الأخلاق ؟!

Seorang pedagang Muslim harus welas asih terhadap dirinya sendiri dan tidak kehilangan akhlaknya karena perniagaan dan pergaulannya dengan orang-orang di sekitarnya. Apa yang diperoleh seseorang jika dia mendapatkan uang namun kehilangan moralnya?! Apa guna dan manfaat hartanya baginya jika harus kehilangan akhlaknya?!

الرابع قال: ((عِفَّةٌ فِي طُعْمَةٍ))؛ أي أن يتعفف في طعامه وذلك بالحرص على اكتساب الحلال والبُعد عن الحرام والمتشابه، وقد قال عليه الصلاة والسلام: (( إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ، فَمَنْ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ، أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ)).

Prinsip Keempat: Menjaga Diri dalam Makanan.

Artinya, seseorang harus menjaga diri dalam urusan makanan dengan bersungguh-sungguh berusaha mendapatkannya dengan cara yang halal dan menghindari sesuatu yang haram maupun yang syubhat.

Beliau Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam telah menasihatkan (yang artinya), “Sesungguhnya perkara yang halal itu jelas dan yang haram juga jelas namun di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar), yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia.

Oleh karena itu, barang siapa yang menjaga diri dari perkara-perkara syubhat tersebut, berarti dia telah menjaga kesucian agama dan kehormatannya. Barang siapa yang terjatuh ke dalam perkara syubhat, maka dia telah terjatuh kepada perkara yang haram, seperti seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar area terlarang hingga hampir-hampir ia masuk ke dalamnya. Ketahuilah, bahwa setiap raja itu mempunyai area terlarang! Ketahuilah bahwa area terlarang Allah adalah larangan-larangannya.”

فهو حريص على عفّة مطعمه؛ أي الطعام العفيف الذي ليس فيه حرام وليس فيه شائبة حرام، فإذا كان البيع فيه ربا، أو غش، أو تدليس، أو صورة من صور البيوع المحرمة في الشريعة ابتعد عنه تمامًا ؟ لأن من الأصول الثابتة عنده عفّة المطعم، لا يفرط فيه، ويبحث عن الربح بحثًا لا ينخرم فيه هذا الأمر.

Jadi, seseorang harus berusaha menjaga kesucian makanannya; makanan yang suci artinya makanan yang tidak mengandung sesuatu yang haram atau tercampur dengan yang haram.

Jika dalam suatu perniagaan melibatkan riba, kecurangan, penipuan, atau bentuk-bentuk transaksi yang terlarang dalam syariat, maka dia harus benar-benar menghindarinya. Yang demikian itu karena salah satu prinsip yang teguh dalam dirinya adalah menjaga diri dalam urusan makanan. Ia tidak akan mengabaikannya dan akan mencari keuntungan dengan cara yang tidak melanggar prinsip ini.

بينما بعض الناس يدخل التجارة وميدان اكتساب الربح ولا يبالي في قضية عفة المطعم، ولا يبالي بالمال الذي اكتسبه هل هو من حلال أو من حرام ؟ بل بعضهم قاعدته في هذا الباب: « الحلال ما حلَّ بيدك، والحرام ما حُرِمتَ منه»، فالذي حلّ بيده وصار في حيازته من أي طريق كان هو الحلال، والحرام ما لم تَطَله يده ولم ينله، فلا يبالي بحلال أو حرام

Sementara itu, sebagian orang yang memasuki ranah perniagaan dan dunia pencarian laba abai dengan masalah kesucian makanannya dan tidak peduli dengan pendapatannya, apakah didapatkan dari yang halal ataukah haram.

Sebaliknya, sebagian dari mereka malah memiliki prinsip sendiri dalam masalah ini, “Yang halal adalah apa sudah didapatkan dan yang haram adalah yang belum didapatkan.”

Jadi, apa yang telah ada dalam genggaman tangannya dan sudah menjadi miliknya bagaimanapun caranya ia mendapatkannya, itulah yang telah halal.

Adapun yang haram adalah apa belum ada dalam genggaman tangannya dan apa yang belum dia dapatkan, padahal Nabi Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram, maka api neraka lebih layak untuknya.”

Beliau Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam juga telah menceritakan tentang seseorang yang telah melakukan perjalanan jauh hingga rambutnya kusut dan berdebu. Lantas ia menengadahkan kedua tangannya ke atas (sambil mengatakan), “Ya Tuhan! Ya Tuhan!” Sedangkan makanannya haram, minumnya haram, pakaiannya haram, dan ia tumbuh dengan sesuatu yang haram. Bagaimana mungkin doanya tersebut dikabulkan?!

أي: كيف يستجاب لمن كانت هذه حاله ؟! ولهذا قال بعض السلف: «من سرَّه أنْ يستجيب الله دعوته، فليُطِب طُعمته».فهذا باب حري بالتاجر المسلم أن يعنى به تفقهًا وفهمًا فلا يُدخل على نفسه من الطعام والشراب شيئًا إلا بعد تفقه فإذا كان طيِّباً طَعِمَهُ وشَرِبَه، وإذا كان حراماً أو مشتبهًا تركه وابتعد عنه، لأن من الأصول الثابتة عنده: طيب المطعم، لا يُساوَم في هذا الأمر بل هو من الأمور الثابتة الراسخة عنده

Maksudnya, bagaimana mungkin seorang yang seperti itu dikabulkan doanya?! Itulah sebabnya, seorang ulama Salaf berkata: “Barang siapa yang ingin doanya dikabulkan oleh Allah, maka hendaknya dia memperbaiki makanannya.”

Inilah ranah di mana seorang pedagang Muslim harus sangat memperhatikannya dengan betul-betul mengerti dan memahami, sehingga tidak memasukkan ke dalam dirinya makanan atau minuman kecuali dia sudah mengetahuinya, bilamana itu baik maka ia memakan dan meminumnya namun jika itu haram atau syubhat maka ia meninggalkannya dan menghindarinya. Yang demikian itu karena salah satu prinsip yang teguh dalam dirinya adalah makanan yang baik.

Inilah prinsip yang tidak bisa ditoleransi dalam ranah ini bahkan harus menjadi sesuatu yang kokoh dan mengakar dalam dirinya.

فلتحافظ أخي التاجر المسلم على هذه الركائز الأربعة ولا تُضيِّع منها شيئاً ولتحذر من الشيطان و النفس الأمّارة بالسوء كأن يقال ” دخلت السوق بالصدق وبضاعتي كسدت، ولا تنفق إلا بضاعةُ الكذّابين أو الغشاشين من حولي، الذين يكذبون على الناس ويقولون والله هذا جديد ويحلفون “، فهو ميدان تمحيص للأخلاق ، ولا يضرُّك ما فاتك من الدنيا، نصيحةً لك من نبيك عليه الصلاة والسلام، وسترى ذلك عند صبرك على السُّنة ومحافظتك على وصايا النبي الكريم عليه الصلاة والسلام. والعاقبة الحميدة لك في الدنيا والآخرة.

Oleh karena itu, wahai saudaraku para pedagang muslim, hendaknya Anda menjaga empat prinsip ini dan jangan mengabaikannya sedikitpun dan waspadalah terhadap setan dan jiwa Anda yang selalu menyuruh kepada keburukan, seolah-olah berbisik, “Saya masuk pasar dengan jujur namun daganganku tidak laku dan justru yang laku adalah dagangan para pendusta dan penipu di sekitarku yang berbohong kepada orang-orang dengan berkata dan bersumpah, ‘Demi Allah, ini barang baru!’”

Sungguh, ini memang medan untuk menguji akhlak. “Tidak akan merugikan Anda urusan dunia yang terluput dari Anda, …” inilah nasihat untuk Anda dari Nabi Anda Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, yang akan Anda dapati saat Anda bersabar menjalankan sunah dan saat menjaga wasiat-wasiat Nabi Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam yang mulia tersebut. Anda juga akan mendapatkan akibat yang terpuji karenanya di dunia dan di akhirat.

أعاذك الله ـ أخي الكريم ـ من منكرات الأخلاق والأعمال والأهواء، ورزقك المال الحلال والعيش الهنيء إنه سميع مجيب، والله أعلم، وصلى الله وسلَّم على عبد الله ورسوله نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين.

Wahai saudaraku yang budiman, semoga Allah Melindungi Anda dari akhlak, perbuatan, dan nafsu yang tercela serta Memberikan Anda rezeki berupa harta yang halal dan kehidupan yang nyaman. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa. Allah yang lebih Mengetahui.

Semoga selawat Allah serta salam-Nya tercurah kepada hamba Allah dan Rasul-Nya, Nabi kita Muhammad, beserta keluarga beliau dan seluruh sahabatnya.

Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al-Abbad Al-Badr

Sumber:
https://al-badr.net/muqolat/3952

Read more https://pengusahamuslim.com/7696-empat-prinsip-seorang-pedagang-muslim.html

Bimbingan Islam dalam Menyikapi Kesalahan Orang Lain

Kita sebagai seorang beriman harus senantiasa sadar bahwa setiap orang pasti pernah terjerumus ke dalam kesalahan. Bahkan, dua manusia yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala (Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad ‘alaihimassalam) pun juga pernah berbuat kesalahan. Tiada manusia yang sempurna. Jika kita ingin mencari pasangan, teman atau guru yang tidak memiliki kesalahan, maka selama-lamanya kita tidak akan pernah mendapatkannya.

Islam membimbing kepada kita terkait bagaimana menyikapi berbagai kesalahan tersebut. Sikap yang dianjurkan dan dituntunkan adalah dengan bersikap taghaful (yaitu pura-pura tidak tahu dan mengabaikan kesalahan).

Imam Syafi’i rahimahullah berkata,

اَللَّبِيْبُ الْعَاقِلُ هُوَ الْفَطِنُ الْمُتَغَافِلُ

Orang yang cerdik pandai adalah orang yang taghaful. (Lihat Mujam Ibn al Muqri`, 51)

Imam Ahmad rahimahullah mengatakan,

العافيةُ عشرةُ أجزاءٍ كُلُّهَا في التَّغَافُل

Keselamatan itu ada 10 cabang, semuanya didapatkan dengan taghaful (Riwayat Baihaqi dalam Manaqib Imam Ahmad)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda terkait terpujinya sifat taghaful,

وَلاَ تَحَسَّسُوا، وَلاَ تَجَسَّسُوا، وَلاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَ تَدَابَرُوا، وَلاَ تَبَاغَضُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا

Janganlah kalian melakukan tahassus, jangan melakukan tajassus, jangan saling hasad, jangan saling membelakangi, dan jangan saling benci. Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara!(HR. Bukhari)

Kapan dianjurkan taghaful?

Pertama: Jika urusannya terkait dunia dan bukan perkara maksiat

Kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berinteraksi dengan istri dan pembantu beliau (Anas Bin Malik) adalah seringkali tidak menyalahkan mereka terhadap perkara dunia.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

“Orang yang paling baik (akhlaknya) di antara kalian adalah orang yang paling baik kepada istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik kepada istriku.” (HR. Tirmidzi, lihat As-Sahihah, no. 285)

Anas bin Malik mengisahkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling baik akhlaknya, paling lapang dadanya, dan paling besar kasih sayangnya.

“Suatu hari (sewaktu Anas masih kecil pen.) beliau mengutusku untuk suatu keperluan. Aku berangkat, tetapi aku malah (terlupa) menuju anak-anak yang sedang bermain di pasar, bukan melaksanakan tugas Rasul. Aku ingin bermain bersama mereka. Aku tidak pergi menunaikan perintah yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Beberapa saat setelah berada di tengah-tengah anak-anak itu, aku merasa seseorang berdiri di belakangku dan memegang bajuku. Aku menoleh, ternyata dia adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan tersenyum, beliau bersabda, ‘Wahai Unais (panggilan sayang Nabi ke Anas bin Malik), apakah kamu telah pergi seperti yang aku perintahkan?’ Maka, aku pun salah tingkah, kemudian aku menjawab, ‘Ya, sekarang aku berangkat wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.’” (HR. Muslim)

Kedua: Jika maksiatnya terkait hak manusia bukan hak Allah

Kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam jika yang dicaci maki dan dihina adalah dirinya pribadi, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak membalas.

Allah Ta’ala berfirman,

وَ لَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِّن قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَ أُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا وَ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللهِ وَ لَقَدْ جَآءَكَ مِن نَّبَإِ اْلمـُرْسَلِينَ

“Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka. Tidak ada seorang pun yang dapat merubah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebagian dari berita rasul-rasul itu.” (QS. Al-An’am: 34)

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa beliau pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan suatu kisah tentang seorang Nabi di antara para nabi. Ia dipukul oleh kaumnya dan meneteskan darahnya. Lalu, ia sambil mengusap darah pada wajahnya ia berkata,

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِى فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ

Ya Allah ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Begitu pula tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dilempari batu di Thaif, maka Allah utus malaikat penjaga gunung kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk diperintahkan melakukan apa saja untuk membalas orang-orang di Thaif. Malaikat (penjaga) gunung memanggil Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengucapkan salam, lalu berkata, “Wahai Muhammad! Jika engkau mau, aku bisa menimpakan Akhsabain (dua gunung di kota Makkah).”

Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,

بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا

“(Tidak) namun aku berharap supaya Allah Azza wa Jalla melahirkan dari anak keturunan mereka orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun jua.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Teladan Nabi dalam menyikapi kesalahan

Pertama: Kisah penghianatan sahabat Hatib Bin Balta’ah

Hatib Bin Balta’ah merupakan salah satu sahabat Nabi yang ikut perang Badar dan berhijrah. Dan para sahabat yang ikut perang Badar mendapatkan keridaan Allah dan dijamin surga. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لن يدخلَ النارَ رجلٌ شَهِد بدرًا والحُدَيْبِيَة

Tidak akan masuk neraka orang yang ikut dalam perang Badar dan perjanjian Hudaibiah.” (HR. Ahmad)

إِنَّ اللَّهَ اطَّلَعَ عَلَى مَنْ شَهِدَ بَدْرًا فَقَالَ: اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ

“Sesungguhnya Allah mengawasi ahli Badar, lalu berfirman, ‘Lakukanlah apa yang kalian inginkan, karena sungguh, kalian telah Aku ampuni.’” (HR. Ahmad, 3:322-323)

Kesalahan yang pernah dilakukan adalah membocorkan rahasia kaum muslimin ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat berencana untuk menaklukan kembali kota Makkah dari tangan kaum kafir Quraisy. Hatib menulis sepucuk surat yang ditujukan kepada orang-orang Makkah untuk membocorkan strategi penyerangan dengan mengutus seseorang untuk membawa surat yang ditulisnya ke Makkah.

Namun, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengetahuinya melalui malaikat jibril, sehingga beberapa sahabat diutus untuk mencegat perempuan pembawa surat itu. Tatkala Hatib disidang, maka ia berkata, “Jangan hukum Aku wahai Rasulullah. Demi Allah, sesungguhnya aku ini beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak murtad dan tidak pula menukar agamaku. Wahai Rasul, kaum muhajirin yang ada di Makkah memiliki orang-orang yang melindungi keluarganya, sementara aku tidak. Aku bermaksud meminta tolong kepada mereka supaya tidak mengganggu keluargaku!”

Para sahabat yang marah tetap menilai bahwa Hatib telah berkhianat bahkan Umar bin Khatab berkata, “Biarkan Aku penggal lehernya. Sesungguhnya dia telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya.” Akan tetapi, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memaafkan dan mengingatkan tentang firman Allah di atas. (Lihat HR. Bukhari, no. 4890 melalui https://dorar.net/hadith/sharh/6334, lihat Siyar Alam al-Nubala’, 3/32 dan Fatawa Mu’asirah oleh Al-Qaradhawi, hal. 176-177)

Kedua: Kisah yahudi memberi salam keburukan kepada Nabi

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ اسْتَأْذَنَ رَهْطٌ مِنْ الْيَهُودِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا السَّامُ عَلَيْكُم،ْ فَقَالَتْ عَائِشَةُ بَلْ عَلَيْكُمْ السَّامُ وَاللَّعْنَة،ُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّه،ِ قَالَتْ أَلَمْ تَسْمَعْ مَا قَالُوا؟ قَالَ قَدْ قُلْتُ وَعَلَيْكُمْ (رواه مسلم)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Sekelompok orang-orang Yahudi minta izin untuk bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu mereka mengucapkan, ‘Assaamu ‘alaikum (racun/kematian bagimu).’”

‘Aisyah menjawab, “Bal ‘alaikumus saam wal la’nah. (Justru bagi kalian kematian dan laknat).”

Maka, Rasulullah menasihati, “Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya Allah mencintai kelemahlembutan dalam segala urusan.”

Lalu ‘Aisyah berkata, “Tidakkah Anda mendengar ucapan mereka?” Jawab beliau, “Ya, aku mendengarnya, dan aku telah menjawab, ‘wa’alaikum.’” (HR. Muslim)

Dari hadis di atas menunjukkan bahwa tidak setiap keburukan harus dibalas dengan keburukan dan dianjurkan untuk mengabaikan tindakan bodoh orang yang jahat selagi tidak menimbulkan mafsadat (kerusakan).

***

Penulis: Arif Muhammad N.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87840-bimbingan-islam-dalam-menyikapi-kesalahan-orang-lain.html

Gaza, Blokade 17 Tahun, dan Satu dari Tiga Masjid Suci Kita

Tanyakan apa yang akan kita lakukan jika hal yang sama terjadi pada Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Apakah kita akan diam? begitulah Gaza dan Masjidil Aqsha

SAAT INI perhatian dunia kembali tertuju pada Gaza, Baitul Maqdis, dan Masjidil Aqsha. Apa yang terjadi saat ini tidak bisa dilihat sebagai suatu peristiwa terpisah sebagai serangan dan reaksi balasan dari pihak rakyat Palestina dan penjajah Zionis ‘Israel’ saja.

Akan tetapi, ini adalah bagian dari lapisan konteks sejarah panjang, geopolitik, hukum internasional, kemanusiaan, termasuk juga bagian dari akidah.

Penting untuk dicatat bahwa jarak antar Gaza dan Masjidil Aqsha di kota Baitul Maqdis sebenarnya tidak jauh berbeda dengan jarak antara Jakarta dan Bogor.

Akan tetapi, selama 17 tahun ini, rakyat Gaza hampir tidak mungkin memasuki Masjidil Aqsha karena Gaza dikepung ketat, menjadi penjara terbesar di dunia.

Hampir dua dekade, Zionis memblokade Gaza dari segala arah, baik dari darat, laut, maupun udara.

Namun, meski dalam kondisi seperti ini, Gaza adalah wujud sesungguhnya dari Murabith (penjaga) Masjidil Aqsha, tidak tunduk berlutut dengan makar-makar dari para penjajah, termasuk makar Deal of the Century yang bertujuan merubah fungsi Masjidil Aqsha sebagai tempat peribadatan antar umat beragama.

Gaza melanjutkan perjuangan Nabi kita, Nabi Muhammad ﷺ yang tidak tinggal diam saat Masjidil Aqsha dalam kondisi dijajah dan dinistakan.

Ketika Nabi Muhammad ﷺ mengemban amanah kenabian di Makkah, beliau baru mengenal dua masjid suci bagi Umat Islam. Masjid yang lokasinya di kota tempat beliau tinggal yaitu, Masjid Al-Haram. Serta masjid lain di tempat yang sangat jauh dari tempat kelahirannya, di sebelah utara Jazirah Arab yakni, Masjid Al-Aqsha.

Kemudian setelah berhijrah ke Madinah, beliau mendirikan masjid suci lainnya di kota Nabi yang dinamakan, Masjid Nabawi.

Rasulullah ﷺ terhubung dengan Masjid Al-Aqsha sejak awal periode kenabiannya, sebab merupakan kiblat shalat beliau. Inilah masjid suci yang menjadi kiblat pertama Nabi kita dan juga ummatnya. Jika kita menganalisis sejarah kehidupan beliau hingga wafatnya, mayoritas usia beliau shalat menghadap masjid di wilayah Baitul Maqdis ini.

Perintah pemindahan arah kiblat, yang tercantum pada QS. Al-Baqarah ayat 144, turun pada waktu Nabi Muhammad ﷺ sudah tinggal di Madinah. Bahkan, sebuah Hadis Shahih merinci informasinya, yaitu arah kiblat berubah setelah 16 atau 17 bulan beliau hijrah, atau bisa dihitung kurang lebih 1,5 tahun.

Apa maknanya?

Selama 13 tahun periode Makkah beliau terhubung secara spiritual ke Masjid Al-Aqsha. Kemudian ditambah lagi 1,5 tahun sesudah hijrah, baginda Nabi kita di Madinah tetap shalat menghadap kiblat pertamanya.

Maka, bisa kita hitung bersama bahwa Nabi shalat menghadap ke Masjid Al-Aqsha selama 14,5 tahun. Ini artinya sebagian besar dari 23 tahun periode kenabiannya, beliau shalat menghadap Masjid Al-Aqsha. Oleh karena itu, jelas betapa kuatnya ikatan keimanan antara Nabi kita dengan masjid lokasi peristiwa Isra Mi’raj ini.

Seorang Murabith di Masjidil Aqsha pernah berkata, “Ketika kita memiliki tiga orang anak, maka cinta kita sebagai orang tua akan merata kepada semuanya. Namun, ketika salah satu dari tiga anak kita ada yang sakit, maka kita akan mencurahkan perhatian kepada satu anak itu sampai dia sembuh. Alhamdulillah saat ini dua masjid suci Umat Islam, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dalam keadaan aman. Tetapi, sadarkah kita bahwa tahun ini Masjid Al-Aqsha sudah 106 tahun dalam kondisi terjajah dan dinistakan oleh Zionis?”

Jadi, sudah seharusnya saat ini kita mencurahkan perhatian ke Masjidi Al-Aqsha yang “sedang sakit” dan ikut berusaha untuk menyembuhkannya dengan apa pun yang kita mampu.

Tentunya dengan mengikuti apa yang dicontohkan oleh teladan utama kita Rasullullah ﷺ. Itulah pegangan kita, pegangan rakyat Gaza, pegangan pejuang Baitul Maqdis dalam melihat apa yang terjadi pada satu dari tiga masjid suci dalam Islam.

Tanyakan apa yang akan kita lakukan jika hal yang sama terjadi pada Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Apakah kita akan diam? Lihatlah semua peristiwa dengan kacamata pemahaman ini, kacamata keimanan, kacamata kemanusiaan. Maka pendirian kita pun tidak akan goyah, meski media dan makar-makar mengatakan sebaliknya.*/Tim Peneliti ISA (Institut Al-Aqsha untuk Riset Perdamaian

HIDAYATULLAH

Catat! Ini Kriteria Orang yang Tidak Sah Dijadikan Imam Salat

Ketika melaksanakan salat berjamaah, ada seorang imam yang memimpin pengerjaan ibadah wajib tersebut. Imam tidak boleh sembarangan, ada sejumlah syarat yang dipenuhi.

Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi melalui Kitab Minhajul Muslim menyebut bahwa secara umum, seorang imam harus laki-laki yang lurus dan paham soal fikih. Selain itu, dalam sebuah hadits Nabi SAW bersabda:

“Yang mengimami suatu kaum (jamaah) itu hendaklah yang paling baik bacaan kitab Allah (Al Quran) nya. Jika di antara mereka itu sama, maka hendaklah yang paling tahu tentang sunnah, dan apabila di antara mereka sama pengetahuannya tentang as-Sunnah, hendaklah yang paling dahulu berhijrah, dan apabila di antara mereka sama dalam berhijrah, hendaklah yang paling dahulu memeluk Islam’. Dalam riwayat lain disebutkan: “Yang paling tua usianya. Janganlah seorang maju menjadi imam shalat di tempat kekuasaan orang lain, dan janganlah duduk di rumah orang lain di kursi khusus milik orang tersebut, kecuali diizinkan olehnya.” (HR Muslim)

Mengutip buku Fikih Empat Madzhab Jilid 2 oleh Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang imam salat ialah:

Beragama Islam
Baligh
Berjenis kelamin laki-laki
Berakal sehat
Mampu membaca Al-Qur’an
Bebas dari hadats kecil maupun besar
Lancar dalam pelafalan huruf hijaiyyah dan tidak tertukar antara huruf satu dengan lain
Bukan seorang makmum

Setelah memahami sejumlah syarat yang harus dimiliki oleh seorang imam salat, ada juga beberapa kriteria orang yang tidak sah dijadikan imam salat. Seperti apa? Berikut pemaparannya seperti dinukil dari buku Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq karya Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi.
Kriteria Orang yang Tidak Sah Dijadikan Imam Salat

Menurut pendapat mayoritas ulama, tidak sah hukumnya menjadi imam jika seseorang memiliki halangan tertentu. Seperti gangguan pencernaan sehingga sering buang angin, gangguan kencing sehingga sering buang air.

Orang yang seperti itu tidak boleh menjadi imam di hadapan makmum yang sehat atau memiliki halangan berbeda dengannya. Namun, dalam pandangan mazhab Maliki imam seperti itu tetap sah tetapi dinilai makruh.

Kemudian, orang yang buta huruf juga tidak diperkenankan menjadi imam kecuali mengimami orang yang sesama dengan dirinya. Hal ini merujuk pada sabda Rasulullah SAW yang berbunyi,

“Tidak boleh seorang perempuan atau pelaku maksiat menjadi imam bagi orang mukmin, kecuali jika dia memaksa dengan kekuasaannya, atau cambuknya, atau pedangnya.” (HR Ibnu Majah)

Sementara itu, mengutip buku Kupas Tuntas Salat tulisan H M Masykuri Abdurrahman dan Mokh Syaiful Bakhri, ada juga orang yang makruh untuk dijadikan imam. Contohnya seperti orang fasik, ahli bidah, orang yang mengulang-ulang huruf fa’, orang yang mengajukan diri sebagai imam padahal tidak berhak, anak hasil zina, orang yang tidak diketahui bapaknya, dan budak sahaya.

DETIK

Cara Membentuk Akhlak Mulia Anak

Ada banyak cara dalam membentuk akhlak mulia anak. Hal ini sangat penting bagi generasi hari ini. Pasalnya, di beberapa wilayah, seorang anak dengan tega hati mempertontonkan sikap yang sangat arogan.  

Beberapa waktu lalu beredar video pembacokan guru oleh murid di Sekolah. Melansir dari berbagai sumber, detik-detik Ali Fatkhur bersimbah darah seusai dibacok siswanya berinisial AR, terekam dalam sebuah video amatir. Tampak dalam video Ali Fatkhur hendak dilarikan ke rumah sakit dengan bantuan sejumlah guru lainnya.

Terlihat, seragam yang dikenakan korban sudah penuh darah. Guru MA YASUA Demak mengalami tersebut mengalami luka cukup serius di bagian lehernya seusai dibacok menggunakan senjata tajam (sajam) jenis celurit (lebih jelasnya silahkan tonton video pada link ini ).

Dari kejadian ini membuktikan bahwa sang murid tidak mempunyai adab dan nir empati. Orangtua dan para pendidik mesti mawas diri, karena bisa jadi kesalahan pola asuh dan didik selama ini. Orangtua gagal membentuk anak sholeh dan sholehah karena membiarkan mereka dididik oleh zaman. Tak terkecuali, sistem pendidikan juga gagal mencetak pelajar bermoral (karena membiarkan hedonisme dan budaya liberal masuk ke lini pendidikan).

Seharusnya, murid atau remaja sebagai tonggak estapet masa depan seharusnya disiapkan secara matang dengan memberikan penanaman akidah yang kokoh dan moral yang baik. Krisis adab yang melanda para pelajar Indonesia mencerminkan gagalnya pendidikan saat ini menciptakan generasi yang beriman dan bertakwa.

Bahkan, ironisnya, badan Narkotika Nasional (BNN) juga melaporkan hasil survei bahwa ada 2,3 juta pelajar yang mengkonsumsi narkoba. Tidak sedikit pula pelajar putri yang menjalankan profesi sebagai PSK. Bahkan ada pelajar yang malah menjadi mucikari dengan menawarkan teman-temannya kepada para lelaki hidung belang.

Pertanyaannya adalah bagaimana cara membentuk generasi yang bermoral (berakhlak)? Mengingat, sudah saatnya kita menyelamatkan para pelajar (remaja) dari krisis akhlak. Mereka adalah harapan masa depan umat ini. Karena itu, jangan sampai remaja saat ini terperosok ke dalam kubangan lumpur sekularisme, hedonisme dan premanisme.

Sekilas tentang akhlak 

Kata khuluq, jika tidak dibarengi dengan adjektifnya, maka ia selalu berarti budi pekerti yang luhur, tingkah laku dan watak yang terpuji. Sedang dalam buku yang lain dalam menjelaskan pengertian akhlak Quraish Shihab mengatakan, bahwa kata akhlak walaupun terambil dari bahasa arab (yang biasa berartikan tabiat, perangai, kebiasaan bahkan agama).

Namun, kata itu tidak ditemukan dalam al-Qur’an. Justru yang ditemukan hanyalah bentuk tunggal kata tersebut yaitu khuluq yang tercantum dalam al-Qur’an surat Al-Qalam ayat 4. Allah Swt. berfirman:

وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ

Artinya: “Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur.” (QS. Al-Qalam [68]: 4).

Penting dicatat, bahwa Rasulullah Saw. sendiri membawa misi untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini sebagaimana sabdanya:   

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ 

Artinya: “Sesungguhnya, aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak.” (HR. Ahmad).   

Hadits ini menjadi salah satu bukti otentik bahwa Nabi Muhammad Saw. lahir sebagai pembawa Islam yang penuh rahmat dan perbaikan akhlak. Peradaban itu terus berkembang sehingga menjadikan Islam sebagai agama yang diminati dan digemari. Perkembangannya sangat pesat, diterima oleh mayoritas kalangan.

Kalaupun misalnya ada yang menolak, hal itu bukan atas dasar ketidaksenangan mereka kepada akhlak Rasulullah Saw., akan tetapi atas dasar fanatisme pada keyakinan sebelumnya, kepentingan yang terusik, atau faktor lain.

Akhlak menyangkut hubungan makhluk Khaliq dan hubungan makhluk-makhluk dalam tatanan nilai-nilai ilahiyah. Hubungan makhluk Khaliq disebut ibadah, sedangkan hubungan makhluk-makhluk dinamakan mu’amalah.

Adapun sosok manusia yang memiliki komitmen yang paling sempurna dalam melaksanakan, memelihara dan menjaga hubungan tersebut adalah Rasulullah Saw. Sedangkan puncak dari hubungan tersebut terletak pada shalat. Makanya cukup beralasan, bila Rasulullah Saw. mengetengahkan keteladanan yang paling utama untuk diikuti adalah shalat yang beliau lakukan.

Akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika. Kenapa demikian? Karena etika hanya dibatasi pada sopan santun antar sesama manusia, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Sementara itu, akhlak lebih luas maknanya dari pada yang telah dikemukakan terdahulu, serta mencakup pula beberapa hal yang tidak merupakan sifat lahiriah.

Misalnya yang berkaitan dengan sifat batin maupun pikiran. Akhlak inilah mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah Swt., hingga kepada sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa).

Cara Membentuk Akhlak Mulia Anak

Menarik apa dikatakan oleh Habib Husein Bin Ja’far Al-Hadar, bahwa “Secantik-cantiknya orang, sekaya-kayanya orang, seningrat-ningratnya orang kalau tidak punya akhlak pasti mentok tiga bulan, enam bulan atau satu tahun. Selebihnya bosen. Karena makanan batin kita itu bukan uang, bukan jabatan, bukan peningratan, tapi kebaikan akhlak yang agung.”

Syahdan, pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. John Dewey salah seorang filsuf dari Amerika Serikat yang dikenal sebagai kritikus sosial tentang pendidikan menyatakan, bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan, fungsi social, sebagai bimbingan, sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup.

Setidaknya, pernyataan ini mengisyaratkan bahwa pendidikan adalah sesuatu yang niscaya dalam kehidupan manusia. Sesederhana apapun kehidupan manusia, namun ia tetap memerlukan pendidikan. Dalam arti lain, adanya kehidupan dan komunitas manusia ditentukan oleh aktivitas pendidikan di dalamnya.

Berbeda dengan Al-Ghazali yang mengartikan pendidikan yaitu, menghilangkan akhlak yang buruk dan menanamkan akhlak yang baik. Dengan demikian, pendidikan adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk melahirkan perubahan-perubahan progressive pada tingkah laku manusia.

Dari sini sudah jelas bahwa, substansi dari pendidikan adalah pendidikan akhlak. Bisa dikatakan juga bahwa pendidikan akhlak dan pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh seorang pendidik untuk membentuk tabiat yang baik pada seorang anak didik, sehingga terbentuk manusia yang taat kepada Allah Swt. Pembentukan tabiat ini dilakukan oleh pendidik secara kontinue dengan tidak ada paksaan dari pihak manapun.

Lalu Bagaimana Metodenya?

Syahdan, berkenaan dengan metode pendidikan ada tiga cara membentuk akhlak mulia anak yang perlu diperhatikan. Pertama, adalah aspek yang berkaitan dengan tujuan utama pendidikan islam dalam pembentukan karakter khalifah. Peranan pendidik adalah aktif untuk pembentukan karakter ini, tidak dibenarkan anak-anak dibiarkan saja.

Kedua, adalah berkenaan dengan berbagai metode yang tersebut di dalam al-Qur’an seperti lemah lembut, memulakan dengan yang mudah, memilih waktu yang tepat, deduksi, cerita dan lain-lain. Sementara aspek ketiga adalah berkenaan dengan penggerakan (motivasi) yang melibatkan ganjaran dan hukuman.

Ibn Miskawaih mengatakan, bahwa dalam mencapai akhlak yang baik, maka pertama, adanya kemauan yang sungguh-sungguh untuk berlatih terus menerus dan menahan diri (al-adat wa al-jihad) untuk memperoleh keutamaan dan kesopanan yang sebenarnya sesuai dengan keutamaan jiwa.

Tentu saja, latihan ini terutama diarahkan agar manusia tidak memperturutkan kemauan jiwa al-syahwaniyyat dan al-ghadabiyyat. Karena kedua jiwa ini sangat terkait dengan alat tubuh, maka wujud latihan dan menahan diri dapat dilakukan antara lain dengan tidak makan dan tidak minum yang membawa kerusakan tubuh, atau dengan melakukan puasa.

Tetapi, apabila kemalasan muncul, maka latihan yang patut dilakukan antara lain dengan bekerja yang di dalamnya mengandung unsur yang berat. Misalnya mengerjakan shalat yang lima atau melakukan sebagian pekerjaan yang baik yang di dalamnya mengandung unsur yang melelahkan.

Kedua, dengan menjadikan semua pengetahuan dan pengalaman orang lain sebagai cermin bagi dirinya sendiri. Adapun pengetahuan dan pengalaman yang dimaksud dengan pernyataan ini adalah, pengetahuan dan pengalaman berkenaan dengan hukum-hukum akhlak yang berlaku bagi sebab munculnya kebaikan dan keburukan bagi manusia. Maka dengan cara ini, seseorang tidak akan hanyut ke dalam perbuatan yang tidak baik, karena ia bercermin kepada perbuatan buruk dan akibatnya yang dialami orang lain.

Tak hanya itu, cara mengajarkan akhlak dapat dilakukan dengan Taqdim al-Takhalli an al-Akhlaq al-Madhmumah thumma Tahalli bi al-Akhlaq al-Mahmudah, yakni dalam membawakan ajaran moral atau al-Akhlaq al-Mahmudah adalah dengan jalan Takhalli (mengosongkan atau meninggalkan), al-Akhlaq al-Madhmumah (akhlak yang tercela), kemudian Tahalli (mengisi atau melaksanakan ) dan al-Akhlaq al-Mahmudah (akhlak yang terpuji). Dalam pengajaran akhlak itu, haruslah menjadikan iman sebagai pondasi dan sumbernya. Iman itu sebagai nikmat besar yang menjadikan manusia bahagia di dunia dan akhirat.

Sederhananya, metode-metode dalam pembentukan akhlak diantaranya adalah, olah jiwa, pembiasaan, keteladanan dan lingkungan yang sehat. Jika hal ini semuanya terlaksana dengan baik, maka penanaman pendidikan akhlak akan berjalan mulus, dan begitu sebaliknya. Sehingga para murid tidak hanya memperoleh prestasi-prestasi keilmuan secara akademik, melainkan juga mapan secara akhlak.

Demikian penjelasan terkait cara membentuk akhlak mulia anak. Pasalnya, mendidik anak adalah kewajiban bagi orang tua. Wallahu a’lam bisshawaab.

BINCANG SYARIAH

Masjid Ramah Anak Ala Rasulullah

Masjid ramah anak ala Rasulullah adalah masjid yang ramah dan terbuka bagi anak-anak, di mana mereka dapat belajar, bermain, dan beribadah dengan nyaman. Rasulullah SAW sendiri sangat menyayangi anak-anak dan menjadikan masjid sebagai tempat yang aman dan menyenangkan bagi mereka.

Nah berikut beberapa ciri masjid ramah anak ala Rasulullah SAW. Akhir-akhir ini ada sekian banyak orang yang salah dalam melakukan tindakan. Dimana, ketika anak-anak datang ke masjid untuk membiasakan dirinya di lingkungan masjid, sering kali para jama’ah mengusir, membentak, mengintimidasi, dan bahkan melakukan kekerasan fisik kepada anak-anak yang sedang dalam proses pembiasaan di lingkungan masjid. 

Akibatnya, tak sedikit dari anak-anak menjauhi masjid karena diusir, dibentak, diintimidasi, hingga mengalami kekerasan fisik oleh orang-orang dewasa maupun remaja yang tidak mengharapkan kehadiran mereka ke masjid. Anak-anak dianggap mengganggu kenyamanan dan ketertiban dalam menjalankan ibadah.

Sebenarnya kalau ditelisik, secara harfiah, masjid berasal dari Bahasa Arab yaitu sajada, yasjudu, sujudan. Sementara itu, dalam Kamus Al-Munawwir, berarti membungkuk dengan khidmat. Dari akar kata tersebut, terbentuklah kata masjid yang merupakan kata benda yang menunjukkan arti tempat sujud. Kita tahu bahwa sujud adalah rukun shalat sebagai bentuk ikhtiar hamba dalam mendekatkan diri pada Allah Swt.

Penting dicatat bahwa, fungsi paling utama dari sebuah masjid adalah sebagai tempat pelaksanaan ibadah shalat agar umat muslim dapat melaksanakan ibadah shalat secara bersama-sama, atau dikenal dengan shalat berjamaah.

Tentu saja, kegiatan shalat berjamaah menjadi salah satu ajaran pokok dalam agama Islam. Ini dibuktikan dengan banyaknya hadist yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. terkait dengan keutamaan shalat berjamaah. Salah satunya adalah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang berbunyi:

صلاة الجماعة تفضل على صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة

Artinya: “Sholat berjamaah lebih utama 27 derajat daripada sholat sendirian.” (HR. Imam Bukhari). 

Syahdan, ajaran Rasulullah Saw. terkait dengan shalat berjamaah merupakan perintah yang benar-benar ditekankan. Inti dari memakmurkan masjid adalah menegakkan shalat berjamaah yang merupakan salah satu syiar Islam yang paling diutamakan. Sementara yang lain adalah pengembangannya.

Tak hanya itu, shalat jamaah merupakan indikator utama keberhasilan dalam memakmurkan masjid. Dalam hal ini, keberhasilan dan kurang berhasilnya dalam memakmurkan masjid dapat diukur dengan seberapa jauh antusias umat Islam dalam menegakkan shalat berjamaah di masjid, bukan seberapa megah dan menterengnya bangunan masjidnya.

Isu-isu mengenai masjid ramah anak menjadi kian mencuat ketika masyarakat dihadapkan pada fakta semakin naiknya jumlah kasus kekerasan terhadap anak. Kekerasan terhadap anak tidak saja terjadi di dalam rumah, di lingkungan bermain, maupun di sekolah, namun tindak kekerasan terhadap anak juga sering kali terjadi di dalam komplek rumah ibadah. Khususnya masjid, baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan.

Padahal, sebenarnya anak adalah anugerah sekaligus amanah yang dititipkan oleh Allah Swt. kepada orang tua. Menjadi anugerah, karena anak akan menghadirkan kebahagiaan dalam pernikahan orang tua, dan amanah karena orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik, membimbing, dan membesarkan anak-anaknya sehingga anak-anak mampu menjadi anak yang soleh dan berbudi pekerti yang luhur.

Bukankah anak yang shalih merupakan salah satu sumber amalan yang tidak akan pernah putus. Dan untuk mewujudkannya orang tua memiliki peran mendidik agar mereka beretika mulia, termasuk mengajarkannya untuk terbiasa shalat di masjid.

Namun, sayangnya, seringkali proses pendidikan dan pembiasaan ini terhambat karena ulah beberapa orang jamaah maupun pengurus masjid yang tidak sabar dalam menghadapi anak-anak. Itu sebabnya, tak heran jika mereka mengusir, membentak, mengintimidasi, atau bahkan melakukan kekerasan fisik kepada anak-anak yang sedang dalam proses pendidikan dan pembiasaan di lingkungan masjid tersebut.

Sejatinya, hal ini bertentangan dengan ajaran agama Islam yang dengan tegas melarang umatnya untuk memarahi anak-anak yang sedang bermain di lingkungan masjid. Hal ini karena sejatinya memarahi anak bukannya menyelesaikan masalah, justru akan menimbulkan masalah baru yang lebih besar. Dan, kekerasan fisik yang dialami oleh anak akan membekas dalam psikologi anak yang membuatnya enggan dan takut untuk ke masjid bahkan hingga ia dewasa.

Anak usia dini adalah anak yang berkisar antara usia 1-6 tahun. Masa anak usia dini merupakan salah satu periode yang sangat penting, karena priode ini merupakan tahap perkembangan kritis. Pada masa inilah kepribadian mulai dibentuk. Pengalaman-pengalaman yang terjadi masa ini cenderung bertahan dan mempengaruhi sikap anak sepanjang masa hidupnya.

Pada masa ini anak senang melakukan berbagai aktivitas seperti memperhatikan lingkungan sekitar, meniru, mencium, dan meraba. Lingkungan yang kaya dan banyak memberikan rangsangan dapat meningkatkan kemampuan belajar anak. Jhon Locke menyebutnya anak waktu kecil bagaikan kertas kosong “Tabularasa”.

Lalu bagaimana sebenarnya konsep masjid ramah anak ala Rasulullah ?

Sebenarnya, konsep Masjid Ramah Anak adalah satuan masjid sebagai ruang publik untuk beribadah (mahdhah dan ghairu mahdhah), dapat menjadi salah satu alternatif untuk dikembangkan menjadi tempat anak-anak berkumpul, melakukan kegiatan positif, inovatif, kreatif dan rekreatif yang aman dan nyaman, dengan dukungan orangtua dan lingkungannya.

Tentu saja, konsep Masjid Ramah Anak bukan tidak memiliki tujuan, melainkan pertama, ingin mengoptimalkan fungsi masjid sebagai ruang publik yang dikembangkan menjadi pusat kreativitas anak, dan menjadi tempat alternatif untuk anak-anak berkumpul, melakukan kegiatan positif, inovatif, kreatif dan rekreatif yang aman dan nyaman serta terhindar dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi. Sebuah hadits dari riwayat Ibnu Majah, Rasulullah Saw. bersabda:

وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أَكْرِمُوا أَوْلَادَكُمْ وَأَحْسِنُوا آدَابَهُمْ

Artinya: “Nabi Saw. bersabda: “Muliakanlah anak-anak kalian dan ajarilah mereka tata krama.”

Kedua, mengoptimalkan fungsi masjid melalui berbagai kegiatan peningkatan pemahaman dan kesadaran bagi orang tua, terkait pengasuhan dan kesejahteraan keluarga berbasis pemenuhan hak anak termasuk anak berkebutuhan khusus.

Bukan hanya itu, pembentukan dan pengembangan Masjid Ramah Anak, secara tidak langsung menanamkan ajaran prinsip non diskriminasi. Artinya, prinsip non diskriminasi yaitu pengelola masjid tidak membedakan suku, ras, agama, jenis kelamin, bahasa, paham politik, asal kebangsaan, status ekonomi, kondisi fisik maupun psikis anak, atau faktor lainnya.

Kemudian, menjadikan anak sebagai pertimbangan utama dalam setiap pengambilan kebijakan serta pengembangan program dan kegiatan. Bahkan, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan anak. Dalam hal ini, konsep Masjid Ramah Anak menjamin hak anak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan memenuhi hak mereka sesuai periode tumbuh kembangnya semaksimal mungkin.

Pun juga, mengakui dan memastikan bahwa setiap anak diberikan kesempatan untuk mengekspresikan pandangannya secara bebas, independen, dan santun terhadap segala hal yang mempengaruhi dirinya, dan dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan untuk setiap kegiatan yang akan dilaksanakan di Masjid Ramah Anak.

Sederhana, memakmurkan masjid tidak hanya sebatas menjadi tempat ibadah seperti shalat, dzikir, doa dan i’tikaf, akan tetapi juga dapat menjadikan masjid sebagai pusat pendidikan Islam, terlebih mengajari anak-anak kecil, bukan justru mengusirnya. Allah Swt. berfirman dalam al-Qur’an surah An-Nur Ayat 36:

فِىۡ بُيُوۡتٍ اَذِنَ اللّٰهُ اَنۡ تُرۡفَعَ وَيُذۡكَرَ فِيۡهَا اسۡمُهٗۙ يُسَبِّحُ لَهٗ فِيۡهَا بِالۡغُدُوِّ وَالۡاٰصَالِۙ

Artinya: “Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang.” (QS. An-Nur: 36).

Anak adalah tabungan akhirat

Anak tidak hanya sekedar sebagai penerus dan pelanjut keturunan, lebih dari itu anak adalah aset bagi orang tua yang pada akhirnya kelak akan menjadi modal dan penolong untuk kehidupan yang lebih kekal, akhirat. Dalam sebuah hadits dijelaskan:

إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Artinya: “Apabila anak adam (manusia) telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya darinya, kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah (sedekah yang pahalanya terus mengalir), ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang selalu mendoakannya.” (HR. Muslim No. 1631).

Dengan demikian, apabila anak dianggap aset, sudah seharusnya orang tua semaksimal mungkin mengusahakan pendidikan yang terbaik untuk anak. Dan tiada konsep yang lebih baik selain dari yang datang dari Rasulullah Saw. Karena yang disampaikan oleh Rasulullah adalah tidak lagi diragukan kebenaran dan kepastiannya. Baik itu yang berupa perkataan, perbuatan ataupun persetujuannya.

Dikatakan, pada riwayat At-Tirmidzi ini, Rasulullah Saw. menyebutkan keutamaan pahala pengajaran orang tua terhadap anaknya perihal norma-norma yang mesti diinternalisasi oleh anaknya. Rasulullah Saw. menyebutkan satu pelajaran adab yang diberikan kepada anaknya lebih baik dari pada ibadah sedekah makanan pokok seberat 1 sha’ atau setara 2,7 kilogram gandum.

 عن جابر بن سمرة رضي الله عنه قال قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم  لأنْ يُؤَدِّبَ الرجلُ وَلَدَه خيرٌ من أن يتصدق بصاع أخرجه الترمذي

Artinya: “Dari sahabat Jabir bin Samurah ra, Rasulullah Saw. bersabda: “Pengajaran seseorang pada anaknya lebih baik dari (ibadah/pahala) sedekah satu sha’.” (HR At-Tirmidzi).

Demikian penjelasan terkait masjid ramah anak ala Rasulullah. Kita berharap, yang dicontohkan Rasulullah ini bisa diterapkan di masjid di Indonesia, yang menjadikan masjid untuk semua kalangan. Wallahu a’lam bishawab.

BINCANG SYARIAH