Cara Allah Menjaga Kesucian Kabah, Bahkan Sumber Bangunannya

Pemeliharaan Kabah adalah berkat yang diberikan Allah sampai hari terakhir.

Sepanjang sejarahnya, Kabah memang telah berulang kali mengalami renovasi. Allah SWT melindungi Kabah secara fisik maupun kesuciannya. 

Maka ketika renovasi Kabah dilakukan, hanya material suci lah yang Allah izinkan dalam komposisinya. Sumber-sumber material dalam renovasi Kabah pun telah Allah jaga. 

Salah satu contoh adalah kisah renovasi Kabah di saat usia Rasulullah SAW menginjak 30 tahun. Saat itu kaum Quraisy berkumpul untuk merenovasi Ka’bah. Mereka ingin membangun atap Kabah namun khawatir untuk merobohkannya sebab pada saat itu Kabah hanyalah batu-batu yang belum disemen di atas pondasi.

Dalam buku Tahdzib Sirah Ibnu Hisyam karya Abdus Salam Harun dijelaskan, ketika ombak menghempaskan perahu milik saudagar Romawi ke pantai Jeddah yang membuatnya hancur berkeping-keping, kaum Quraisy lalu mengambil kayu-kayu kapal itu untuk bahan atap Kabah. 

Lalu ketika kaum Quraisy bersiap-siap merenovasi Kabah, datanglah Abu Wahab bin Amr bin Aidz bin Abd bin Imran bin Makhzuum mengambil sebongkah batu Kabah. Lalu tiba-tiba saja bongkahan batu itu terpental jatuh kembali ke tempatnya semula.

Batu itu pun bicara, “Wahai bangsa Quraisy, janganlah kalian sumbangkan untuk pembangunan Kabah ini kecuali dari harta yang halal. Janganlah campurkan ke dalamnya upah pezina, harta riba, dan harta rampasan dari seseorang.”

Mendengar itu, kaum Quraisy pun akhirnya membagi bagian perenovasian Ka’bah kepada beberapa kabilah. Bagi bani Abdul Manaf dan Zuhrah, perenovasian dilakukan di bagian antara hajar aswad, bani Makhzum merenovasi rukun Yamani, bagian belakang Kabah dilakukan oleh Jumah dan Sahm, Hijr Ismail bagi Bani Abdid Dar bin Qushay, Bani Asad dan Adiy bin Ka’ab.

Mereka menggunakan material halal dan suci untuk merenovasi Kabah. Dengan pembagian perenovasian yang adil dan saling bekerja sama.

Para penjaga Kabah

Lebih dari 110 pengelola Kabah dalam sejarah tercatat. Tradisi berabad-abad telah diturunkan dari generasi ke generasi. Para penjaga Kabah telah melindungi warisan historis yang diberikan Allah sebagaimana yang ditetapkan oleh Alquran dan Sunnah.

Pengurus Kabah, Bani Shaiba, mendapat kehormatan memegang kunci Kabah selama 16 abad. Sebelum Islam, keturunan Qusai bin Kilab bin Murrah merawat Kabah, yang keturunannya Bani Shaiba adalah pengasuh saat ini. Mereka adalah orang-orang yang kepadanya Nabi mengembalikan kunci ke Kabah setelah penaklukan Makkah. 

Merawat Kabah adalah profesi lama yang terdiri dari membuka, menutup, membersihkan, mencuci, membungkus, dan memperbaiki kain ini jika rusak. Cuci Kabah dilakukan dengan Zamzam dan air mawar. Keempat dindingnya diseka dan dicuci dengan air wangi dan doa dilakukan. 

Di masa lalu, Qusai bin Kilab, yang juga kakek Nabi, bertanggung jawab atas pemeliharaan Kabah, yang menyerahkannya kepada putra sulungnya, Abd Al-Dar, yang pada gilirannya menyerahkannya kepada anak-anaknya.  

Maka sejak awal waktu, pemeliharaan Kabah adalah berkat yang diberikan Allah sampai hari terakhir. Kini, kunci-kunci Kabah disimpan di rumah pengasuh senior. Para penjaga Kabah senantiasa dianjurkan untuk menjaga kejujuran, kerendahan hati dan menyimpan kunci dalam tas khusus yang terbuat dari sutra hijau dan emas. Para penjaga Kabah harus jujur ​​dan memiliki moral yang baik.

Mengenai kiswah Kabah, Raja Yaman Tubba adalah yang pertama kali mengenakannya. Orang-orang dari seluruh dunia mengunjunginya untuk mendapatkan persetujuan dan hadiahnya. Suku Quraish tidak pernah mengunjungi Raja Tubba. Ketika dia bertanya tentang mereka, dia diberitahu tentang Kabah, jadi dia diam-diam berkuda dengan pasukannya dan merobohkannya. 

Sebelum pemeliharaan Kabah diwariskan melalui keluarga Bani Shaiba selama beberapa generasi hingga saat ini, tugas-tugas penjagaan dan pengelolaan terdiri dari membuka dan menutup pintu Kabah, mengawasi pakaiannya, memelihara apa yang perlu diperbaiki, dibangun atau dirakit, menggunakan dupa, selain untuk mencuci, membersihkan dan menjaga maqam Ibrahim. 

IHRAM

Amalan Agar Istri Tidak Selingkuh dalam Islam

Berikut ini adalah amalan agar istri tidak selingkuh dalam Islam. Sejatinya, mempertahankan hubungan percintaan hingga masa tua, bahkan sampai ajal tiba. Merupakan cita cita bagi setiap pasangan kekasih. Namun hal itu tak semudah yang dibayangkan, banyak rintangan yang harus dihadapi. Salah satu rintangan yang menjadi momok mengerikan bagi sepasang kekasih adalah perselingkuhan.

Selain perselingkuhan merupakan suatu bentuk pengkhianatan ia juga memberi dampak yang sangat merugikan. Dari mulai rusaknya tali hubungan percintaan hingga pembunuhan. Betapa banyak korban perselingkuhan yang menyimpan rasa dendam dan memilih untuk mengakhiri hidup kekasihnya. Nah berikut amalan agar istri tidak selingkuh dalam Islam.

Dalam literatur Islam dijumpai keterangan bahwa tindakan seperti apapun yang dapat mengancam keutuhan rumah tangga adalah haram. Bahkan tindakan merusak hubungan rumah tangga orang lain termasuk dalam kategori dosa besar. Dalam sebuah hadits dikatakan:

وَمَنْ أَفْسَدَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا فَلَيْسَ مِنَّا


Artinya: “Dan barang siapa yang merusak hubungan seorang istri dengan suaminya maka ia bukan termasuk dari golongan kami.” (HR. An-Nasa’i)

Senada dengan hadist diatas, Abu Dawud juga meriwayatkan sebuah hadits mengenai orang yang menipu pasangannya bukanlah termasuk dari umat Nabi Saw. penjelasan lengkapnya sebagai berikut:


عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِها أو عَبْدًا عَلَى سَيِّدِه
Artinya, “Dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Bukan bagian dari kami, orang yang menipu seorang perempuan atas suaminya atau seorang budak atas tuannya,’” (HR Abu Dawud).

Perihal amalan agar istri tidak selingkuh Syaikh Muhammad Bin Musa Bin Isa Bin Ali Ad Damiri dalam kitabnya Hayatul Hayawan Al Kubra juz 1 halaman 65 menjelaskan secara rinci amalan agar istri tidak selingkuh sebagai berikut:

وإذا أردت أن لا يقرب المرأة أحدا غيرك، فخذ ما تستخرجه من شعرها من تسريح أو غيره، واحرقه حتى يصير رمادا، ثم اجعل منه على رأس احليلك عند الجماع معها، فلا أحد يجامعها بعد ذلك مثلك، ولا تقبل أحدا غيرك، وهو سر عجيب مجرب،


Artinya: “Jika kamu menghendaki agar wanita itu tidak mendekati orang lain kecuali kamu, maka ambillah apa yang kamu ambil dari rambutnya, baik yang disisir maupun yang tidak disisir, lalu dibakar hingga menjadi abu, lalu letakkan di kepala uretra mu ketika kamu bersenggama. agar setelah itu tidak ada lagi orang yang menyetubuhinya seperti kamu, dan kamu tidak akan mencium siapa pun kecuali dirimu sendiri, dan itu adalah rahasia yang luar biasa dan terbukti.”

Dengan demikian amalan agar istri tidak selingkuh adalah dengan cara mengambil rambut istri kemudian dibakar sampai menjadi abu, lalu dioleskan ke kepala kelamin suami ketika bersenggama.

Namun perlu diingat, selain melakukan amalan diatas juga perlu diiringi dengan ikhtiar untuk menjaga hubungan tetap harmonis sehingga tidak membuka peluang adanya perselingkuhan. seperti contoh saling memberi perhatian, kasih sayang dan lain sebagainya.

Demikian penjelasan perihal amalan agar istri tidak selingkuh dalam Islam, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bishawab.

BINCANG SYARIAH

Peliknya Kehidupan Iki Saat Ayah Minggat Tidak Bertanggungjawab, Disusul Ibu Wafat

Anak pada usia sekolah seharusnya tidak harus bekerja untuk menanggung kehidupan, justru seharusnya anak harus lebih banyak menghabiskan waktu dengan belajar dan bermain bersama teman sebayanya, namun tidak semua anak memiliki keberuntungan untuk dapat menikmati waktunya dengan belajar dan bermain. Muhammad Rizky Aditya atau yang biasa disapa Iki (11 Tahun) merupakan salah satu anak yang harus bekerja banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup, bukan saja untuk dirinya namun juga untuk menanggung nenek serta ketiga adiknya.

Dilansir dari laman detik.com Iki yang berasal daro Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) harus banting tulang berjualan keripik keliling untuk menghidupi nenek dan 3 adiknya. Hal itu terpaksa dilakukan Iki setelah ayahnya, M Ferdi (31), kabur 2 tahun lalu.
Beban hidupnya sangat besar saat itu karena sang ibu, Anita Sari, sakit-sakitan dan perlu pengobatan. Hingga akhirnya sang ibu meninggal dunia pada 24 Januari 2024 lalu.

Sejak ibunya masih hidup, Iki sudah menjadi tulang punggung bagi keluarganya. Dia pun berjualan keripik keliling di sekitaran Seberang Ulu II Palembang. Penghasilan yang didapat untuk hidup keluarganya sehari-hari, membayar kontrakan hingga membeli obat ibunya.

Usai ibunya meninggal pun, beban di pundaknya tak berkurang, sebab ia tetap mencari uang bahkan mengamen demi membiayai hidup nenek dan 3 adiknya yang masih kecil.

Hingga kini, rutinitas jualan keripik keliling masih dilakukan sepulang sekolah.

“Ibu Iki gak ada lagi (meninggal dunia), kalau ayah sudah kabur sejak Iki masih kelas 3. Iki biasanya mulai jualan dari pulang sekolah jam 12 siang sampai jam setengah 10 malam,” kata dia.

Hasil jualannya setiap hari, kata dia, diberikan ke nenek untuk biaya kehidupan sehari-hari dan bayar kontrakan. Bahkan ia menyisihkan uang untuk jajan adiknya.

Iki menceritakan pengalaman pahit hidupnya yang ditinggalkan ayah kabur tak diketahui keberadaannya hingga kini. Sang ayah kabur saat ibunya sakit berat.

Lalu terakhir, ayahnya datang lagi ketika sang ibu meninggal dunia. Bahkan ayahnya ingin membawa adik perempuannya untuk pergi namun berhasil dicegah neneknya.

“Iki berharap ayah bisa pulang ke rumah. Bisa berkumpul seperti dulu lagi,” pintanya.

Nenek Iki, Sa’adah mengaku Iki sudah bekerja keras mencari nafkah sejak duduk di kelas 3 SD. Saat itu, kata dia, Anita (ibu Iki) masih dalam kondisi sakit-sakitan dan perlu biaya berobat.

Iki yang berinisiatif berjualan untuk mendapatkan uang pengobatan dan beli obat ibunya.

Sa’adah mengaku ayah Iki pergi menelantarkan 4 anaknya yang masih kecil sejak 2 tahun lalu. Dia menyebut ayah Iki memiliki sifat temperamen yang tinggi, bahkan kerap kali melakukan KDRT pada ibunya Iki saat masih hidup.

“Waktu itu ibu Iki mau pergi ke dokter untuk berobat, saat dia (ibu Iki) mau pake celana panjang lalu ayah Iki menyuruh ibunya Iki pake daster, trus dia nendang ibunya Iki sampe dia numbur lemari baju,” jelasnya.

Tidak hanya itu saja, Ayah Iki juga pernah merobek seragam sekolah Iki karena memaksa anak sulungnya itu untuk berjualan dan tak sekolah.

“Ayah Iki pernah merobek baju sekolah Iki karena nyuruh dia jualan aja supaya bisa beliin dia nasi bungkus,” ucapnya.

Sa’adah mengaku status orang tua Iki sudah cerai secara agama namun belum secara hukum.

“Mereka kalo secara hukum belum cerai, tapi dari segi agama mereka sudah cerai. Cuman enggak ada surat cerainya aja,” katanya.

Dia menjelaskan ayah Iki pernah pulang kembali ke rumah kontrakannya saat ibu Iki meninggal dunia. Bahkan ayah Iki berencana membawa pergi anak keduanya, namun berhasil dihalangi keluarga.

“Ibu Iki tidak ridho dunia akhirat kalo bapaknya memisahkan mereka berempat, karena selama ini dia kemana (pergi) sampai ibunya meninggal pun masih tidak mau bertanggungjawab,” katanya.

ISLAMKAFFAH

Janganlah Berputus Asa, Karena Itu Dosa Besar !

Sikap putus asa sering terjadi pada diri seseorang ketika yang diinginkan tidak tercapai. Sikap ini menunjukkan orang tersebut tidak memiliki kesabaran dan tidak yakin terhadap rahmat Allah swt. Allah swt tidak mengabulkan yang diinginkan bukan berarti Allah swt benci, tetapi yang diminta kurang tepat diberikan saat itu, atau Allah swt menggantinya kepada yang lebih baik. Sebab Allah swt lebih mengetahui terhadap apa yang dibutuhkan makhluk_Nya daripada yang diinginkan makhluk_Nya. Allah swt berfirman:

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Artinya: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS. Al Baqarah: 216)

Dalam aspek Fiqh, ulama’ sepakat sikap putus asa termasuk dosa besar. Ada banyak dalil terkait larangan putus asa. Seperti ayat al Qur’an:

وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ

Artinya: jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir (QS. Yusuf: 87)

Ayat ini memberikan dua pemahaman, Pertama, larangan berputus asa. Kedua, tindakan putus asa merupakan tindakan orang-orang kafir, orang-orang yang mengingkari akan qudrah Allah swt.

Dan banyak ayat lainnya yang menunjukkan secara tegas larangan berputus asa.

Di dalam hadits juga banyak ditemukan riwayat-riwayat yang secara tegas melarang berputus asa. Seperti riwayat dari Ibn Abbas ra:

كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مُتَّكِئًا, فَدَخَلَ عَلَيْهِ رَجُلٌ فَقَالَ: مَا الْكَبَائِرُ؟ فَقَالَ: ” الشِّرْكُ بِاللهِ , وَالْإِيَاسُ مِنْ رَوْحِ اللهِ , وَالْقُنُوطُ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ

Artinya: Suatu ketika Rasulullah saw menangis, lalu seorang laki-laki masuk kepadanya, dan ia bertanya: Apa saja dosa-dosa besar itu ?, Rasulullah saw menjawab: Syirik kepada Allah, putus asa terhadap anugerah Allah swt dan putus asa terhadap rahmat Allah swt (HR. Shuhaib bin Abdul Jabbar dalam al Jamius Shahih)

Sebab itu, para ulama’ mengatakan, sesungguhnya putus asa itu termasuk dosa besar. Di dalam kitab al Mausu’ah al Fiqhiyah al Kuwaitiyah ditegaskan:

اَلْيَأْسُ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ وَالْقُنُوْطُ مِنْ فَرْجِهِ تَعَالَى مَنْهِيٌّ عَنْهُ وَمِنْ كَبَائِرِ الذُّنُوْبِ

Artinya: Putus asa terhadap rahmat Allah dan kelapangan Allah taala hukumnya dilarang dan termasuk dosa besar (Al Mausuah al Fiqhiyah al Kuwaitiyah, Juz 45, Hal 252)

Mengapa putus asa termasuk dosa besar ?

Menurut Ibn Hajar al Haitami, ada dua alasan mengapa putus asa termasuk dosa besar. Pertama, karena mengingkari terhadap nash sharih yang melarang putus asa. Dan banyak al Qur’an baik secara terang-terangan atau samar tentang larangan hal tersebut. Kedua, meyakini rahmat Allah swt tidak akan datang bagi orang tersebut. Karena dua alasan ini lah berputus asa termasuk dosa besar.

ISLAMKAFFAH

Menemukan Makna Ikhlas

Sahl bin Abdullah At-Tasturi rahimahullah mengatakan, “Orang-orang yang cerdas memandang tentang hakikat ikhlas. Ternyata mereka tidak menemukan kesimpulan, kecuali hal ini. Yaitu, hendaklah gerakan dan diam yang dilakukan, yang tersembunyi maupun yang tampak, semuanya dipersembahkan untuk Allah Ta’ala semata. Tidak dicampuri apa pun, apakah itu kepentingan pribadi, hawa nafsu, maupun perkara dunia.” (lihat Adab Al-‘Alim wa Al-Muta’allim, hal. 7-8)

Abul Qasim Al-Qusyairi rahimahullah menjelaskan, “Ikhlas adalah menunggalkan Al-Haq (Allah) dalam hal niat melakukan ketaatan. Yaitu, dia berniat dengan ketaatannya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Bukan karena ambisi-ambisi lain, semisal mencari kedudukan di hadapan manusia, mengejar pujian orang-orang, gandrung terhadap sanjungan, atau tujuan apa pun selain mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.” (lihat Adab Al-‘Alim wa Al-Muta’allim, hal. 8)

Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Dahulu dikatakan bahwa seorang hamba akan senantiasa berada dalam kebaikan selama jika dia berkata, maka dia berkata karena Allah, dan apabila dia beramal, maka dia pun beramal karena Allah.” (lihat Ta’thir Al-Anfas min Hadits Al-Ikhlas, hal. 592)

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Ada dua buah pertanyaan yang semestinya diajukan kepada diri kita sebelum mengerjakan suatu amalan. Yaitu, untuk siapa dan bagaimana. Pertanyaan pertama adalah pertanyaan tentang keikhlasan. Pertanyaan kedua adalah pertanyaan tentang kesetiaan terhadap tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebab, amal tidak akan diterima jika tidak memenuhi kedua-duanya.” (lihat Ighatsat Al-Lahfan, hal. 113)

Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, “Sesungguhnya amalan jika ikhlas, namun tidak benar, maka tidak akan diterima. Demikian pula, apabila amalan itu benar, tetapi tidak ikhlas, juga tidak diterima. (Akan diterima) sampai ia ikhlas dan benar. Ikhlas itu jika diperuntukkan bagi Allah. Sedangkan benar jika berada di atas sunah/tuntunan.” (lihat Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, hal. 19 cet. Dar Al-Hadits)

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّاۤ أَنزَلۡنَاۤ إِلَیۡكَ ٱلۡكِتَـٰبَ بِٱلۡحَقِّ فَٱعۡبُدِ ٱللَّهَ مُخۡلِصࣰا لَّهُ ٱلدِّینَ

أَلَا لِلَّهِ ٱلدِّینُ ٱلۡخَالِصُۚ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu Al-Kitab dengan benar, maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan agama untuk-Nya. Ketahuilah, sesungguhnya agama (amalan) yang murni (ikhlas) itu merupakan hak Allah.” (QS. Az-Zumar: 2-3)

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَاۤ أُمِرُوۤا۟ إِلَّا لِیَعۡبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخۡلِصِینَ لَهُ ٱلدِّینَ حُنَفَاۤءَ وَیُقِیمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَیُؤۡتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَ ٰ⁠لِكَ دِینُ ٱلۡقَیِّمَةِ

“Padahal, mereka tidaklah disuruh, melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama untuk-Nya dalam menjalankan ajaran yang lurus, mendirikan salat, dan menunaikan zakat. Demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Allah Ta’ala berfirman,

فَٱدۡعُوا۟ ٱللَّهَ مُخۡلِصِینَ لَهُ ٱلدِّینَ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡكَـٰفِرُونَ

“Berdoalah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama/amal untuk-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai.” (QS. Ghafir: 14)

Siapakah orang-orang yang ikhlas? Tsa’lab berkata, “Yaitu, orang-orang yang memurnikan ibadahnya untuk Allah Ta’ala, dan mereka itulah orang-orang yang dipilih oleh Allah ‘Azza Wajalla. Sehingga, orang-orang yang ikhlas itu adalah orang-orang pilihan. Orang-orang yang ikhlas adalah orang-orang yang bertauhid …” (lihat Ta’thir Al-Anfas, hal. 85)

Syekh As-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Ketahuilah, sesungguhnya mengikhlaskan amal karena Allah merupakan pondasi agama, ruh tauhid dan ibadah. Hakikat ikhlas adalah hamba beribadah hanya bermaksud untuk mendapatkan pahala melihat wajah-Nya, menginginkan balasan dan keutamaan dari-Nya …” (lihat Al-Qaul As-Sadid, hal. 107)

Hadis tentang ikhlas

Diriwayatkan dari Amir Al-Mukminin Abu Hafsh Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ’anhu. Beliau mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَِى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا، أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Sesungguhnya setiap amalan harus disertai dengan niat. Setiap orang hanya akan mendapatkan balasan tergantung pada niatnya. Barangsiapa yang hijrah karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena menginginkan perkara dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya (hanya) mendapatkan apa yang dia inginkan.’” (HR. Bukhari dalam Kitab Bad’i Al-Wahyi no. 1, Kitab Al-Aiman wa An-Nudzur no. 6689 dan Muslim dalam Kitab Al-Imarah no. 1907)

Ibnu As-Sam’ani rahimahullah mengatakan, “Hadis tersebut memberikan faedah bahwa amal-amal nonibadat tidak akan bisa membuahkan pahala, kecuali apabila pelakunya meniatkan hal itu dalam rangka mendekatkan diri (kepada Allah). Seperti contohnya makan, bisa mendatangkan pahala apabila diniatkan untuk memperkuat tubuh dalam melaksanakan ketaatan.” (Sebagaimana dinukil oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam Fath Al-Bari, 1: 17. Lihat penjelasan serupa dalam Al-Wajiz fi Idhah Qawa’id Al-Fiqh Al-Kulliyah, hal. 129)

Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan, “Hadis ini merupakan dalil yang menunjukkan tidak bolehnya melakukan suatu amalan sebelum mengetahui hukumnya. Sebab, di dalamnya ditegaskan bahwa amalan tidak akan dinilai jika tidak disertai niat (yang benar). Sementara niat (yang benar) untuk melakukan sesuatu tidak akan benar, kecuali setelah mengetahui hukumnya.” (Fath Al-Bari, 1: 22)

Mutharrif bin Abdullah rahimahullah mengatakan, “Baiknya hati dengan baiknya amalan. Sedangkan baiknya amalan dengan baiknya niat.” (Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Rajab dalam Jami’ Al-’Ulum wa Al-Hikam, hal. 19).

Ibnu Al-Mubarak rahimahullah mengatakan, “Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niat. Dan betapa banyak pula amal besar menjadi kecil gara-gara niat.” (Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Rajab dalam Jami’ Al-’Ulum wa Al-Hikam, hal. 19)

Seorang ulama yang mulia dan sangat wara’ (berhati-hati), Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata, ”Aku tidaklah menyembuhkan sesuatu yang lebih sulit daripada niatku.” (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 19)

Asy-Syathibi rahimahullah mengatakan, ”Penyakit hati yang paling terakhir menghinggapi hati orang-orang saleh adalah suka mendapat kekuasaan dan gemar menonjolkan diri.” (Al-I’tisham, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 20)

Di dalam biografi Ayyub As-Sikhtiyani, disebutkan oleh Syu’bah bahwa Ayyub mengatakan, ”Aku sering disebut orang, namun aku tidak senang disebut-sebut.” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 22)

Seorang ulama mengatakan, ”Orang yang benar-benar berakal adalah yang mengenali hakikat dirinya sendiri serta tidak teperdaya oleh pujian orang-orang yang tidak mengerti hakikat dirinya.” (Dzail Thabaqat Hanabilah, dinukil dari Ma’alim fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 118)

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, ”Tahun ibarat sebatang pohon. Sedangkan bulan-bulan adalah cabang-cabangnya. Jam-jam adalah daun-daunnya. Dan hembusan nafas adalah buah-buahannya. Barangsiapa yang pohonnya tumbuh di atas kemaksiatan, maka buah yang dihasilkannya adalah hanzhal (buah yang pahit dan tidak enak dipandang, pent). Sedangkan masa untuk memanen itu semua adalah ketika datangnya Yaumul Ma’ad (kari kiamat). Ketika dipanen, barulah tampak dengan jelas buah yang manis dengan buah yang pahit. Ikhlas dan tauhid adalah ‘sebatang pohon’ di dalam hati yang cabang-cabangnya adalah amal-amal, sedangkan buah-buahannya adalah baiknya kehidupan dunia dan surga yang penuh dengan kenikmatan di akhirat. Sebagaimana buah-buahan di surga tidak akan habis dan tidak terlarang dipetik, maka buah tauhid dan keikhlasan di dunia pun seperti itu. Adapun syirik, kedustaan, dan riya’ adalah pohon yang tertanam di dalam hati yang buahnya di dunia berupa rasa takut, kesedihan, gundah gulana, rasa sempit di dalam dada, dan gelapnya hati. Buahnya di akhirat berupa buah Zaqqum dan siksaan yang terus menerus. Allah telah menceritakan kedua macam pohon ini di dalam surah Ibrahim.” (lihat Al-Fawa’id, hal. 158)

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

Sumber: https://muslim.or.id/91013-menemukan-makna-ikhlas.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Pusing Ajaran Gereja, Alexender Akhirnya Menjadi Mualaf Kulit Putih Pertama di AS

Ditengah Islamophobia yang masih tinggi, Islam terus berkembang di Amerika Serikat. Sekarang jumlah umat Islam di negeri adidaya ini hampir 4 juta.

Bahkan sebuah lembaga riset Pew Research Center menyimpulkan, sekarang ini Islam menjadi agama dengan peningkatan jumlah pemeluk tercepat di dunia.

Salah satu tokoh yang berperan besar terhadap perkembangan Islam di AS adalah Alexander Russel Webb. Padahal dia seoarang mualaf. Dialah orang kulit putih pertama di AS yang memeluk Islam. Alexander seorang jurnalis handal. Para pembaca sangat menanti-nanti tulisannya, terutama karya-karya cerpennya yang terkenal sangat menarik.

Totalitas yang ia berikan dalam pekerjaannya mengantarkannya ke jabatan tertinggi sebagai ketua dewan redaksi surat kabar tempatnya bekerja.

Lama bergelut dengan dunia jurnalistik, nama Alexander pun kian terkenal, baik di kalangan masyarakat biasa maupun di tataran politisi dan pejabat negara.

Kemampuannya mempengaruhi massa dan pengalamannya dalam memimpin, menjadi alasan pemerintah Amerika mengangkatnya sebagai konsulat Amerika di Filipina. Tak disangka, kepindahannya ke Filipina membawa perubahan yang besar dalam hidupnya.

Ia menjadi seorang Muslim dengan mengucapkan dua kalimat syahadat di negara Asia Tenggara tersebut. Mengapa ia kemudian memilih Islam sebagai agamanya, kisah selengkapnya ada di sini.

9 Ayat Alquran tentang Isra’ Mi’raj

PERISTIWA Isra’ Mi’raj disebutkan dalam Alquran. Isra’ Mi’raj merupakan salah satu mukjizat nabi Muhammad. Ada beberapa ayat Alquran tentang Isra’ Mi’raj tersebut.

Isra’ Mi’raj disebut sebagai perjalanan malam yang dilakukan nabi Muhammad dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjid Al Aqsa di Palestina, kemudian menembus lapisan langit, dan bertemu langsung dengan Allah SWT di tempat yang disebut Sidratul Muntaha atau langit tertinggi.

Saat itu Nabi Muhammad SAW berbicara langsung dengan Allah SWT sekaligus menerima perintah shalat lima waktu.

Peristiwa ini merupakan peristiwa yang luar biasa sekaligus menjadi mukjizat bagi nabi Muhammad. Allah dengan tegas dan lugas menjelaskan tentang Isra’ Mi’raj dalam firman-Nya di beberaa ayat Alquran.

Berikut ayat alquran tentang Isra’ Mi’raj tersebut:

1 Ayat alquran tentang Isra’ Mi’raj: QS Al Isra Ayat 1

Secara umum, gambaran peristiwa Isra Miraj tertuang jelas dalam firman Allah SWT yang satu ini.

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad Shallallahu alaihi wassallam) pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

2 Ayat alquran tentang Isra’ Mi’raj: QS An-Najm Ayat 12–18

Allah SWT kembali menjelaskan tentang peristiwa agung nan suci itu dalam 6 ayat di Surat An-Najm. Bahkan, pada ayat 12 sampai 18 lebih memberikan detail dari Isra Miraj itu sendiri sekaligus memberikan peringatan kepada mereka yang meragukan-Nya.

أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى. وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى. عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى. عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى. إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى. مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى. لَقَدْ رَأَى مِنْ ءَايَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى

“(12) Maka apakah kamu (musyrikin Mekah hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya?
(13) Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,
(14) (yaitu) di Sidratil Muntaha.
(15) Di dekatnya ada surga tempat tinggal,
(16) (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
(17) Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.
(18) Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.”

Demikianlah kebenaran yang Allah sampaikan dalam firman-Nya tentang peristiwa Isra’ Mi’raj. []

SUMBER: OKEZONE

5 Kesalahan saat Bersedekah

PERHATIKANLAH, hidari lima hal ini yang merupakan kesalahan saat bersedekah!

Sedekah merupakan sebuah amalan kebaikan. Tak hanya memberikan harta, banyak hal baik lainnya seperti tersenyum dan menolong orang lain, juga merupakan sedekah.

Namun, dalam pelaksanaannya, adakalanya orang berbuat kesalahan dalam bersedekah. Muslim harus menghindari hal ini. Inilah lima kesalahan saat bersedekah:

1- Kesalahan saat Bersedekah: Mencari Pujian Makhluk

Salah satu kesalahan manusia dalam bersedekah adalah untuk mencari pujian makhluk. Seringkali hal ini tak disadari dan terbesit begitu saja dalam hati.Kalau begitu, meskipun kita bersedekah sebesar Gunung Uhud tapi jika niatnya bukan mencari ridha-Ny. Sia-sialah ibadah tersebut.

Bahkan dalam sebuah hadist disebutkan bahwa orang-orang yang bersedekah untuk mendapatkan pujian makhluk, maka tempatnya adalah di neraka.

“Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberi kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan yang telah diterimanya, ia pun mengakuinya.

Allah bertanya, ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’

Dia menjawab, ‘Aku tidak pernah meninggalkan sedekah dan infak pada jalan yang Engkau cintai, aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’

Allah berkata, ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang yang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’

Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya dan melemparkannya ke dalam neraka.” (HR. Muslim).

2- Kesalahan saat Bersedekah: Menunda Sedekah

Nikmat sehat dan lapang merupakan salah satu nikmat yang seringkali melalaikan manusia. Di waktu tersebut, kita kadang lupa atau bahkan menunda untuk berbuat baik, salah satunya adalah sedekah. Barulah ketika dalam kondisi sakit, kekurangan harta dan hidup tidak berguna lagi, manusia menyesal seutuhnya.

Diriwaytkan dari Abu Hurairah, bahwa ia berkata, “Seseorang bertanya kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, ‘Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling afdhal?’

Beliau menjawab, ‘Engkau bersedekah ketika masih dalam keadaan sehat lagi kaya, sangat ingin menjadi kaya dan khawatir miskin. Jangan kau tunda hingga ruh sudah sampai di kerongkongan, baru berpesan, ‘Untuk si fulan sekian dan untuk si fulan sekian.’ Padahal harta itu sudah menjadi hak si fulan (ahli waris).” (HR. Bukhari)

3- Kesalahan saat Bersedekah: Melewatkan orang terdekat

Allah berfirman, “Mereka bertanya tentang yang mereka nafkahkan. Jawablah, ‘Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.’ Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah:215) Advertisements

Ayat tersebut diturunkan saat sahabat bernama Amr bin Jamuh bertanya kepada Rasulullah tentang kepada siapa harta hendaknya diinfakkan. Sesuai ayat di atas, sedekah paling utama adalah kepada orangtua, baru kemudian kerabat dan seterusnya.

“Sesungguhnya sedekah kepada orang miskin pahalanya satu sedekah, sedangkan sedekah kepada kerabat pahalanya dua, yaitu pahala sedekah dan pahala menjalin hubungan kekerabatan.” (HR. Nasa’I, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

4- Kesalahan saat Bersedekah: Perhitungan

Ketika berbelanja kebutuhan sehari-hari kita pasti akan mengkalkulasi uang yang akan dikeluarkan dengan jumlah uang yang kita miliki. Begitupun dengan bersedekah, sebaiknya tidak berlebihan namun juga tidak pelit atau kikir dan harus disesuaikan dengan kemampuan kita.

Sedekah hendaknya tidak dihitung-hitung hingga merisaukan hati. Karena sesungguhnya jika kamu mengetahui balasan Allah maka apa yang kita keluarkan tak ada nilainya sama sekali.

Rasulullah bersabda, “Bersedekahlah kamu dan jangan menghitung-hitung karena Allah akan menghitung-hitung pula pemberian-Nya kepadamu dan jangan kikir karena Allah akan kikir pula kepadamu.” (HR. Muslim)

5- Kesalahan saat Bersedekah: Mengungkit Sedekah

Kebiasaan buruk yang seringkali dimiliki orang yang bersedekah adalah mengungkit kembali kebaikannya. Ia merasa berjasa atas pemberian yang dilakukan. Jika suatu hari terjadi konflik dengan seseorang yang disedekahkan, biasanya pemberi sedekah ankan mulai mengungkit-ungkit kebaikannya.

Ada baiknya sikap ini bisa dihindari, karena jika berlanjut akan bisa menghapus pahala sedekah itu sendiri.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” (QS. Al-Baqarah: 264)

Itulah 5 kesalahan yang perlu dihindari seorang muslim saat bersedekah. []

Referensi: 400 Kebiasaan Keliru Dalam Hidup Muslim/Karya: Abdillah Firmanzah Hasan/Penerbit: Elex Media Komputindo/Tahun: 2018

ISLAPOS

Isra Mikraj : Cara Tuhan Menguji Iman

Isra’ Mikraj adalah peristiwa penting dalam sejarah Islam yang dirayakan oleh umat Muslim di seluruh belahan dunia. Peristiwa ini merujuk pada perjalanan malam Nabi Muhammad SAW dari Masjid al-Haram di Mekkah ke Masjid al-Aqsa di Yerusalem (Isra’) dan dari sana ke langit dan kemudian kembali ke Baitullah di Mekkah (Mi’raj).

Peristiwa Isra’ Mikraj dicontohkan dalam Surah Al-Isra dan Surah Al-Mikraj dalam Al-Qur’an. Dalam perjalanan ini, Nabi Muhammad SAW dihadapkan dengan berbagai ujian dan menerima perintah shalat lima waktu dari Allah SWT.

Sejatinya peristiwa Isra’ Mikraj bukan hanya peristiwa bersejarah, tetapi merupakan momentum ujian iman yang luar biasa. Bagaimana tidak, Islam yang baru muncul pada saat itu dengan segelintir orang yang memeluk agama baru ini dihadapkan dengan peristiwa yang di luar nalar manusia.

Sungguh pertaruhan luar biasa bagi Nabi untuk menceritakan peristiwa ini. Bagaimana mungkin orang yang masih lemah imannya dan ada pula yang tidak beriman akan menerima suguhan cerita perjalanan singkat seorang manusia melintas jarak dan menembus langit.

Inilah ujian iman yang sebenarnya bahwa kekuasaan Tuhan di luar batas akal manusia. Kehendak Tuhan tidak mengenal rumus keterbatasan manusia. Tuhan tidak bisa dirumuskan dengan kekuatan manusia. Karenanya, setidaknya tiga hikmah yang dapat diambil dalam perjalanan Isra’ Mikraj:

Pertama, keteguhan dan kesabaran dalam Ujian iman.

Dalam perjalanan Isra’ Mikraj, Nabi Muhammad SAW dihadapkan dengan ujian yang sangat berat, seperti ujian pemberontakan, ejekan, dan makian. Memang dalam perjalanan Rasulullah tersebut bisa dikatakana di luar nalar, sehingga betapa sulit bagi orang lain untuk mempercayai perjalanan yang dilakukan Nabi Muhammad pada masa itu.

Perjalanan tersebut merupakan bukti kekuasaan Allah, namun diperlukan keimanan yang teguh dan kokoh untuk dapat mempercayai apa yang di sampaikan oleh Rasulullah. Pesan yang di sampaikan melalui peristiwa ini adalah, setiap mukjizat merupakan bukti dari keagungan Allah. Oleh karena itu, kepercayaan yang tulus sangat si perlukan untuk dapat mempercayai kekuasaan Allah.

Dalam ayat 60 Surat Al Isra, Allah berfirman, “Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia…” (QS. Al Isra [17]:16) Dari peristiwa ini, umat Islam dapat belajar tentang pentingnya memiliki keteguhan, kesabaran, dan keimanan yang kuat dalam menghadapi ujian kehidupan.

Kedua, ketaatan terhadap Perintah Allah.

Salah satu hikmah dari Isra’ Mikraj adalah pemberian perintah shalat lima waktu kepada umat Islam. Pelajaran yang dapat diambil adalah pentingnya ketaatan terhadap perintah Allah. Shalat lima waktu merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai bentuk ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT.

Biasanya, Allah SWT mengirimkan perintah untuk Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril, namun dalam hal shalat, Allah langsung menurunkan perintah kepada Nabi Muhammad melalui Isra Mikraj. Sebelum melakukan perjalan, umat islam awalnya diwajibkan untuk menjalankan shalat sebanyak 50 kali sehari.

Namun, setelah Rasulullah bertemu dengan para nabi lainnya, jumlah tersebut mengalami penurunan. Nabi Muhammad pun memohon kepada Allah SWT untuk menguranginya. Akhirnya, shalat lima waktu menjadi kewajiban bagi umat Islam. Shalat yang mengalami penurunan menunjukkan rahmat dan kepedulian Allah terhadap umat manusia supaya manusia masih bisa melakukan berbagai aktifitas untuk kehidupan di dunia. Karena itu, shalat lima waktu menjadi salah satu kewajiban utama bagi setiap Muslim, yang menegaskan betapa pentingnya ibadah ini dalam kehidupan sehari-hari umat Islam.

Ketiga, Pentingnya Iman dan Menjaga Hubungan dengan Allah.

Perjalanan Nabi Muhammad SAW ke langit dan bertemu dengan Allah memberikan pengajaran tentang pentingnya menjaga hubungan spiritual dengan Allah. Umat Islam diingatkan akan kebutuhan akan ibadah, doa, dan kontemplasi sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Isra’ Mikraj juga menegaskan pentingnya iman dan keyakinan dalam ajaran Islam.

Meskipun peristiwa ini mungkin sulit dipahami secara rasional, keimanan yang teguh memungkinkan umat Islam untuk menerima dan memahami kebesaran Allah. Ini merupakan pelajaran tentang betapa pentingnya mempercayai hal-hal yang tidak dapat dijangkau oleh akal dan nalar manusia semata.

Melalui pemahaman dan penghayatan atas pelajaran perjalanan Isra’ mikraj Nabi Muhammad, umat Islam diharapkan dapat mengimplementasikan nilai-nilai kehidupan yang Islami dan memperkuat ikatan spiritual mereka dengan Allah SWT. Dengan memahami dan menginternalisasi pelajaran-pelajaran tersebut, umat Islam akan mampu memperkuat iman, meningkatkan ibadah, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

ISLAMKAFFAH

Ketika Rezeki Tersendat, Ingatlah Tiga Ayat Alquran Ini

Allah menjamin rezeki setiap makhluk hidup.

Allah SWT senantiasa menepati janji-Nya, termasuk dalam jaminan rezeki bagi setiap makhluk. Maka ketika rezeki sulit didapat, maka jangan langsung menghujat Allah apalagi kufur dari nikmat-Nya.

Justru, umat Islam harus senantiasa percaya bahwa di balik kesulitan Allah selipkan kemudahan. Maka jika segala upaya sudah dilakukan dan doa sudah rutin dihaturkan, ingatlah tiga ayat Alquran ini yang menjadi penghibur di kala rezeki sedang mampet.

Syekh Aidh Al Qarni dalam kitab La Tahzan menjelaskan bahwa yang memberi rezeki itu hanya satu. Seluruh rezeki hamba itu berada di sisi-Nya, dan Dia telah mengatur semua itu. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Surat Adz Dzariyat ayat 22:

وَفِى السَّمَآءِ رِزۡقُكُمۡ وَمَا تُوۡعَدُوۡنَ

“Wa fissamaaa’i rizqukum wa maa tuu’aduun.”

Yang artinya, “Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu.”

Syekh Aidh Al Qarni menjelaskan, jika memang yang memberi rezeki itu adalah Allah, maka mengapa manusia itu harus menjilat dan mengapa harus merendahkan diri di hadapan orang lain hanya karena ingin mendapatkan rezeki dari sesama manusia? Allah SWt berfirman dalam Surat Hud ayat 6:

وَمَا مِنۡ دَآ بَّةٍ فِى الۡاَرۡضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزۡقُهَا وَ يَعۡلَمُ مُسۡتَقَرَّهَا وَمُسۡتَوۡدَعَهَا‌ؕ كُلٌّ فِىۡ كِتٰبٍ مُّبِيۡنٍ

“Wa maa min daaabbatin fil ardi illaa ‘alal laahi rizquhaa wa ya’lamu mustaqarrahaa wa mustawda’ahaa; kullun fii Kitaabim Mubiin.”

Yang artinya, “Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).”

Kemudian, dalam firman-Nya yang lain dalam Surat Fathir ayat 2:

مَا يَفۡتَحِ اللّٰهُ لِلنَّاسِ مِنۡ رَّحۡمَةٍ فَلَا مُمۡسِكَ لَهَا ۚ وَمَا يُمۡسِكۡ ۙ فَلَا مُرۡسِلَ لَهٗ مِنۡۢ بَعۡدِه ؕ وَهُوَ الۡعَزِيۡزُ الۡحَكِيۡمُ

“Maa yaftahil laahu linnaaasi mir rahmatin falaa mumsika lahaa wa maa yumsik falaa mursila lahuu mimb’dih; wa Huwal ‘Aziizul Hakiim.”

Yang artinya, “Apa saja di antara rahmat Allah yang dianugerahkan kepada manusia, maka tidak ada yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan-Nya maka tidak ada yang sanggup untuk melepaskannya setelah itu. Dan Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.”

IQRA