Hadis Palsu tentang Gharaniq (Ayat-ayat Setan)

السؤال

في كتاب آيات شيطانية لسلمان رشدي قال أن بعض آيات القرآن أُنزلت للموافقة على اكثر ثلاثة أرباب مشهورة ومحببة كانت توجد في مكة ذلك الوقت لتكون القادة على الأرباب.

تلك الآيات أُلغيت وقيل أن تلك الآيات لم تُنزل عن طريق جبريل وإنما كان الشيطان هو الذي وسوس بتلك الآيات ولم يعلم بذلك النبي محمد صلى الله عليه وسلم ذلك الوقت.

ما هي صحة هذا ؟. إذا كان هناك نسبة من الصحة في هذه الرواية فما هي تلك النسبة ؟ وأرجو أن تذكر الرواية الحقيقية لما حدث

Pertanyaan:

Dalam buku “The Satanic Verses (Ayat-ayat Setan)” karya Salman Rushdie, ia mengatakan bahwa ada beberapa ayat dalam al-Quran yang diturunkan untuk mengakui tiga sesembahan (berhala) yang paling terkenal dan paling dipuja, yang pernah ada di kota Makkah kala itu agar menjadi pemimpin sesembahan-sesembahan lain. Ayat-ayat tersebut dihapus, atau ada yang mengatakan bahwa ayat-ayat tersebut tidak diturunkan melalui Jibril ʿAlaihis Salām, melainkan setan yang membisikkan ayat-ayat tersebut dan Nabi Muhammad Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam tanpa beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam mengetahuinya pada saat itu. Bagaimana kesahihan riwayat ini? Jika riwayat ini ada benarnya, seberapa sahih riwayat ini? Saya harap Anda menyebutkan riwayat asli dari peristiwa yang terjadi tersebut.

الجواب

الحمد لله.

هذا الكلام مبني على رواية باطلة ، قال عنها ابن كثير وغيره : ” لم تصح عن النبي صلى الله عليه وسلم بسند صحيح ” . وهي : ” أن النبي صلى الله عليه وسلم قرأ سورة النجم على المشركين حنى إذا بلغ : ( أَفَرَأَيْتُمْ اللاتَ وَالْعُزَّى * وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الأُخْرَى ) ألقى الشيطان على لسان النبي صلى الله عليه وسلم قوله : ( تلك الغرانيق العُلى وإنّ شفاعتهم لتُرتجى ) فأعجب الكفار هذا المدح لهذه لأصنام الثلاثة فسجدوا “

Jawaban:

Alhamdulillah. Pernyataan ini didasarkan pada riwayat palsu, yang dikatakan oleh Ibnu Katsir dan selainnya bahwa riwayat itu tidak sahih sanadnya kepada Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam. Riwayat tersebut menyebutkan bahwa Nabi Muhammad Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam membacakan surah an-Najm kepada orang-orang musyrik hingga sampai pada ayat, “Maka apakah kalian mengetahui tentang al-Lata dan al-‘Uzza, dan yang ketiga adalah Manat? …” (QS. An-Najm: 19-20) Saat itulah setan melontarkan perkataannya ke lisan Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, “(Mereka) itulah kemuliaan yang tinggi, yang syafaat dari mereka dinanti-nanti.” Orang-orang kafir pun terkagum-kagum dengan pujian terhadap tiga berhala itu hingga tersungkur bersujud.

هذه الرواية باطلة بلا ريب في وجوه عدة :

1.   أنّ أسانيدها واهية لا تصح .

2.   أن النبى صلى الله عليه وسلم معصوم في تبليغه للرسالة .

3.   على تقدير صحة الأثر ، فقد ذكر العلماء أن هذا يكون ممّا ألقاه الشيطان في مسامع الكفار لا على لسان رسول الله صلى الله عليه وسلم ، فسمعوه منه .

وانظر كلام ابن كثير رحمه الله في الرد على هذا في تفسير سورة الحج آية رقم 52 . والله أعلم .

Riwayat ini palsu tanpa perlu diragukan, karena beberapa alasan:

  1. Sanadnya sangat lemah dan tidak sahih.
  2. Nabi Muhammad Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam maksum dari kesalahan dalam risalah yang beliau sampaikan.
  3. Andaipun riwayat itu dianggap sahih, maka para ulama mengatakan bahwa perkataan itu setan lontarkan ke dalam telinga orang-orang kafir, bukan ke dalam lisan Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam lalu mereka mendengarnya demikian dari beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam.

Lihat perkataan Ibnu Katsir —Semoga Allah Merahmatinya— yang membantah hal itu dalam dalam tafsir surah al-Hajj ayat 52. Allah Yang lebih Mengetahui.

Sumber:

https://islamqa.info/ar/answers/4135/صحة-رواية-في-كتاب-الايات-الشيطانية
PDF sumber artikel.

Dalam Kehidupan Beragama Harus Bersikap Wajar dan Tak Boleh Berlebihan

Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Zakky Mubarak mengajak umat Islam agar dalam melaksanakan kegiatan keagamaan mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya alias tidak berlebihan. Ucapan itu disampaikan Kiai Zakky dalam video yang diunggah melalui akun facebook resmi miliknya, Zakky Mubarak Syamrakh pada Rabu (3/1/2024).  


”Idza wusidal amru ila ghairi ahlihi fantadziri sa’ah, jika kita meletakkan sesuatu bukan pada ahlinya dia akan hancur, menungguhkan kehancuran,” jelasnya dikutip dari NU Online.


”Nah karena itu, dalam kehidupan beragama pun kita harus bersikap wajar, tidak boleh berlebihan,” sambung Kiai asal Cirebon Jawa Barat itu.


 Kiai Zakky juga memberikan contoh, karena umat sangat senang sekali pada guru, ulama lalu umat kadang menyampaikan informasi yang berlebihan yang sampai tidak masuk akal.


”Jangan, kita hindari. Kita hormati secara wajar dan sesuai dengan ajaran agama dan kita juga tidak boleh mencela secara berlebihan. Mencela itu tidak bagus, Maka dinyatakan cintailah orang yang engkau cintai seperlunya, sewajarnya. Demikian juga kamu membenci sesuatu jangan berlebihan harus sewajarnya,” ucapnya.


Kiai yang juga merupakan salah seorang dosen senior di Universitas Indonesia (UI) Depok tersebut mengingatkan kepada masyarakat agar mencintai dengan yang sewajarnya dan dalam menyukainya pun sewajarnya, harus wajar saja.

”Dengan demikian kita menghindar sifat ekstream atau “al-khullu fiddin” berlebihan dalam agama. Kita harus wajar saja mencintai boleh sewajarnya dan dalam menyukaipun sewajarnya,” pungkasnya.

ISLAMKAFFAH

Antara Keadilan Allah dan Ikhtiar Manusia

Masalah keadilan Allah sejak dahulu telah menjadi topik perdebatan dan polemik yang seru dari kaum Mutakallimin: Murji’ah, Qadariyah, Jabariyah, Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Memang sungguh sangat sulit berbicara tentang keadilan Allah dari sudut tinjauan manusia semata.

Sebab, nilai yang ditetapkan manusia selalu subjektif. Kehidupan manusia di dunia nampaknya seirama dengan bentuk alam dan buminya sendiri. Kalau kehidupan manusia tidak rata, maka bumi dan alam tempatnya hidup adalah cermin yang tepat.

Bukankah bumi ini rata? Kita jumpai bukit-bukit tapi juga ada lembah, ada jalan-jalan mendaki, menurun dan membelok. Ada yang cair ada juga yang padat, dan seterusnya. Alangkah janggalnya kalau semua batu-batuan jadi intan dan semua logam jadi emas. Begitulah planet bumi ini menjadi contoh kehidupan manusia, justru ketidakrataan bumi dan keragaman alam ini melahirkan kenikmatan, keindahan dan seni. Itulah keadilan Allah Swt.

Seakan, telah menjadi sunnatullah bahwa setiap kejadian, pasti mengandung kausalitas dan hikmah. Ada sebab dan ada akibat, samping bertujuan. Apabila seseorang ingin pintar, maka dia harus sekolah tinggi, pilih jurusan yang sesuai dengan bakat dan cita-cita. Maka InsyaAllah cita-cita itu akan tercapai. Adalah mustahil suatu cita-cita berhasil hanya dengan modal khayal dan bermalas-malasan, tanpa suatu kerja dan usaha.

Maka dengan demikian, wajib ada faktor usaha atau ikhtiar dan bertanggung jawab dari manusia. Usaha serta diiringi dengan doa adalah kewajiban manusia, tapi kepastian terakhir adalah di tangan Allah. Maka manusia jangan berbicara mengenai takdir suatu kejadian sebelum kejadian itu menjadi kenyataan. Kesalahan memahami takdir, dapat membawa akibat buruk dalam diri dan kehidupan manusia.

Memahami takdir

Akibat karena salah memahami takdir Allah, menyebabkan agama Islam dahulu mundur. Amir Syakib Arselan telah menulis sebuah buku berjudul: Apa Sebab Kaum Muslimin Mundur dan Mengapa Umat Lain maju? Suatu karya merupakan jawaban dari surat Syekh Basuni Imran, Mufti Negeri Sambas. Katanya, salah satu sebab kemunduran umat Islam menurut beliau, ialah karena kekeliruan iman kepada takdir juga.

Suatu ketika Umar bin Khattab dengan rombongan akan masuk sebuah kampung. Beliau lalu mendapat laporan dari seorang kurir bahwa di kampung tersebut sedang berjangkit suatu penyakit menular dan berbahaya. Setelah mendengar kabar itu, Khalifah Umar lalu mengajak rombongannya kembali. Tapi salah seorang berkata kepada beliau: “Takutkah Tuan dari takdir Allah?” Jawab Khalifah Umar: “Kita lari dari takdir Allah menuju ke takdir Allah!”

Kemenangan yang gilang-gemilang dari pahlawan-pahlawan Islam dahulu, adalah karena iman yang benar kepada takdir. Begitulah iman yang ada pada pahlawan Khalid bin Walid dalam merebut Parsi. Iman Amr Bin Ash dalam penaklukan Mesir, dan Panglima Perang Thariq bin Ziyad yang merintis penaklukan tanah Spanyol (Andalusia). Dalam hal ini, manusia harus berusaha, karena kemenangan itu adalah buah perjuangan. Allah Swt. berfirman:

اَمْ حَسِبْتُمْ اَنْ تَدْخُلُوا الْجَـنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ جَاهَدُوْا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصّٰبِرِيْنَ

Artinya: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (QS. Ali Imran [3]: 142).

لَهٗ مُعَقِّبٰتٌ مِّنْۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهٖ يَحْفَظُوْنَهٗ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْ ۗ وَاِذَاۤ اَرَادَ اللّٰهُ بِقَوْمٍ سُوْٓءًا فَلَا مَرَدَّ لَهٗ ۚ وَمَا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِهٖ مِنْ وَّالٍ

Artinya: “Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar-Ra’d [13]: 11).

إِنَّ اللهَ لا يُغيِّرُ مَا بِقَومٍ حَتَّى يغيروا ما بأنفسِهِمْ.

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu bangsa, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’ad [13]: 11).

Bahwa, setiap peristiwa ada pula hikmah dan tujuannya. Allah telah menciptakan segala sesuatunya tidaklah sia-sia. Karena itu Allah mengingatkan: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 16).

Kepercayaan kepada takdir memberikan keseimbangan jiwa, tidak berputus asa karena sesuatu kegagalan dan tidak pula membanggakan diri atau sombong karena suatu kemunduran. Sebab, segala sesuatu tidak hanya bergantung pada dirinya sendiri, melainkan juga kepada keharusan universal, mengembalikan segala persoalan kepada Allah Yang Mahakuasa.

“Agar kamu tidak menjadi putus asa atas kemalangan yang menimpamu, dan tidak pula terlalu bersuka ria dengan kemujuran yang datang kepadamu.” (QS. Al-Hadid [57]: 23).

Percaya takdir akan membawa pada ketakwaan 

Syahdan. Iman kepada takdir akan membawa peningkatan ketakwaan. Bahwa baik keberuntungan maupun kegagalan dapat dianggap sebagai ujian dari Allah. Ujian itu perlu diberikan kepada mereka yang beriman agar sejahtera dan bahagia hidupnya.

Emas umpamanya, perlu diuji. Anda kata emas enggan diangkat dari lumpur, tidak tahan dibakar dan ditempa sebagai ujian baginya, niscaya tidaklah ia akan menjadi cincin, kalung atau gelang, menjadi benda-benda yang berharga menghiasi para wanita.

Sebab itu, orang-orang beriman banyak mendapat ujian dari Allah Swt. Ujian itu akan menilai kualitas iman seseorang dan untuk mempertinggi takwa, guna menjadi modal hidup yang paling berharga. Allah Swt. berfirman:

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ 

Artinya: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak akan diuji lagi?” (QS. Al-Ankabut [29]: 2).

Manusia hendaklah hidup dengan ikhtiar, yaitu bekerja atas syarat-syarat maksimal sambil tawakal dan berdoa. Tawakal artinya mewakilkan nasib diri dan nasib usaha kita kepada Allah, sedang kita sendiri tidak mengurang-ngurangkan usaha dan tenaga kita dalam usaha itu.

Kemudian yakin bahwa penentuan terakhir berada pada kekuasaan Allah Swt. Dialah Yang Mahakuasa. Maka tawakal dan doa adalah penting. Dalam al-Qur’an banyak ayat yang menganjurkan agar manusia suka berdoa dan bertawakal. Begitulah jalannya takdir Allah.

Ayat-ayat yang menyatakan kekuasaan mutlak Allah

فَيُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ

Artinya: “Maka Allah menyesatkan siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan memberi petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.” (QS. Ibrahim [14]: 4).

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِن قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرُ

Artinya: “Tidak akan mengenai sesuatu musibah di bumi ini, dan demikian pula tidak akan terjadi pada diri kamu, melainkan sudah tertulis dalam kitab, sebelum Kami wujudkan kejadian-kejadian tersebut. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadid [57]: 22).

Ayat-ayat tentang ikhtiar dari manusia

وَمَا تَشَاؤُنَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبِّ الْعَالِمِينَ

Artinya: “Dan tidak ada yang kamu kehendaki itu kecuali telah dikehendaki oleh Allah yang mempunyai jagat raya ini.” (QS. At-Takwir [81]: 29).

قُلْ فَلِلّٰهِ الْحُجَّةُ الْبَالِغَةُ  ۚ فَلَوْ شَآءَ لَهَدٰٮكُمْ اَجْمَعِيْنَ

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Alasan yang kuat hanya pada Allah. Maka, kalau Dia menghendaki, niscaya kamu semua mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am [6]: 149).

وَقُلِ الْحَـقُّ مِنْ رَّبِّكُمْ ۗ فَمَنْ شَآءَ فَلْيُؤْمِنْ وَّمَنْ شَآءَ فَلْيَكْفُرْ ۚ اِنَّاۤ اَعْتَدْنَا لِلظّٰلِمِيْنَ نَارًا ۙ اَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا ۗ وَاِنْ يَّسْتَغِيْثُوْا يُغَاثُوْا بِمَآءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِى الْوُجُوْهَ ۗ بِئْسَ الشَّرَابُ ۗ  وَسَآءَتْ مُرْتَفَقًا

Artinya: “Dan katakanlah (Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barangsiapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir.” Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS. Al-Kahfi [18]: 29).

يٰبَنِيَّ اذْهَبُوْا فَتَحَسَّسُوْا مِنْ يُّوْسُفَ وَاَخِيْهِ وَلَا تَا۟يْـئَسُوْا مِنْ رَّوْحِ اللّٰهِ ۗ اِنَّهٗ لَا يَا۟يْـئَسُ مِنْ رَّوْحِ اللّٰهِ اِلَّا الْقَوْمُ الْكٰفِرُوْنَ

Artinya: “Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.” (QS. Yusuf [12]: 87).

Ayat-ayat itu adalah firman Allah dalam al-Qur’an. Tidak ada kontradiksi dalam ayat-ayat tersebut. Artinya, kalau timbul persangkaan bahwa ayat-ayat itu berlawanan, bukanlah demikian, melainkan pikiran kita yang memikirkannya berlawanan. Untuk itu, janganlah hendaknya hanya sebagian saja dipegang, tetapi peganglah ayat-ayat itu dalam keseluruhannya.

Tak hanya itu, harus diingat pula bahwa segala masalah yang ruwet itu hanya terbit pada akal manusia. Maka hikmahnya yang terdapat dalam ayat tentang ikhtiar dari manusia, bahwa manusia diberikan kebebasan memilih free will dari dua jalan yang terbentang yaitu, yang hak dan yang batil, yang Islam dan yang kafir.

Allah tidak harus memaksakan dari salah satu jalan itu, namun Allah mengajak dan menghendaki agar manusia suka melalui jalan yang hak, jalan yang Islam. Dengan demikian, lalu manusia berhak menerima ganjaran dan pahala dari Allah Swt. Pada ayat-ayat yang menyatakan kekuasaan mutlak Allah, mengingatkan agar manusia jangan lupa daratan, jangan takabur dan sombong. Kekuasaan dan kebebasan manusia sangat terbatas.

Akhiran, sangat tepat sebagaimana yang diibaratkan oleh Buya Hamka tentang manusia dalam takdir keadilan Allah Swt: “Laksana kebebasan seorang warga dalam satu negara. Dia bebas dalam lingkungan undang-undang. Sebab itu pada hakikatnya tidaklah bebas.”

Demikian penjelasan terkait antara keadilan Allah dan ikhtiar manusia. Semoga keterangan keadilan Allah ini memberikan manfaat. Wallahu a’lam bisshawaab.

BINCANG SYARIAH

Hukum Shalat Jenazah dan Tata Caranya

Shalat jenazah adalah shalat yang dilaksanakan sebagai bentuk penghormatan dan doa kepada jenazah seorang muslim yang telah meninggal dunia. Hukum shalat jenazah hukumnya adalah fardhu kifayah, artinya wajib dikerjakan oleh sebagian umat Islam.

Jika sudah ada sebagian yang mengerjakannya, maka kewajiban gugur bagi yang lainnya. Namun, jika tidak ada seorang pun yang melaksanakannya, maka seluruh umat Islam yang ada di sekitar jenazah berdosa.

Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarah al Muhadzab, Jilid V, halaman 212 bahwa hukum mengerjakan shalat jenazah dalam Islam adalah fardhu kifayah. Imam Nawawi berakata;

الصَّلاةُ على الميِّت فَرضُ كفايةٍ، بلا خلافٍ عندنا، وهو إجماعٌ

Artinya; Shalat atas jenazah adalah fardhu kifayah, tanpa perbedaan pendapat di kalangan kami, dan itu adalah ijma’.

Lebih lanjut, ulama telah sepakat bahwa shalat atas mayat adalah wajib, kecuali sebagian ulama Maliki yang berpendapat bahwa shalat atas mayat adalah sunnah. Pendapat ini tidak dianggap dan tidak diperhatikan oleh para ulama lainnya.

وقد نقَلوا الإجماعَ على وُجوبِ الصَّلاةِ على الميِّت، إلَّا ما حُكِيَ عن بعضِ المالكيَّة أنَّه جعَلَها سُنَّةً، وهذا متروكٌ عليه، لا يُلتَفَتُ إليه

Artinya; Dan telah mereka sampaikan ijma’ (kesepakatan ulama) atas kewajiban shalat atas jenazah, kecuali apa yang diceritakan dari sebagian ulama Malikiyah bahwa ia menjadikannya sunnah. Ini diserahkan kepadanya, tidak diperhatikan kepadanya.

Sementara itu, Ibnu Hazm dalam al-Muhalla, Jilid 2 halaman 4 bahwa shalat jenazah merupakan kewajiban yang dibebankan kepada seluruh umat Islam, tetapi kewajiban tersebut dapat gugur jika sudah dilakukan oleh sebagian umat Islam. Shalat jenazah merupakan salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan untuk dilakukan oleh umat Islam. Dengan melaksanakan shalat jenazah, umat Islam dapat mendoakan dan memohonkan ampunan kepada Allah SWT bagi jenazah yang meninggal dunia.

وأمَّا كونُ صلاة الجِنازة فرضًا على الكفايةِ؛ فلِقَولِ رسولِ الله صلَّى الله عليه وسلَّم: ((صلُّوا على صاحبِكم))، ولا خلافَ في أنَّه إذا قام بالصَّلاة عليها قومٌ، فقدْ سقَط الفرضُ عن الباقين

Artinya; Adapun status shalat jenazah sebagai fardhu kifayah, hal itu berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Shalatkanlah sahabatmu.” Tidak ada perselisihan di kalangan ulama bahwa jika ada sekelompok orang yang melaksanakan shalat jenazah, maka kewajiban tersebut telah gugur dari orang-orang yang lain.

Tata Cara Shalat Jenazah

Shalat jenazah adalah salah satu ibadah dalam agama Islam yang dilakukan untuk mendoakan jenazah agar mendapat ampunan dan rahmat dari Allah SWT. Shalat jenazah dilakukan dengan cara berdiri dan terdiri dari empat takbir.

Pertama, Niat. Membaca niat dalam hati dengan lafadz yang berbeda untuk jenazah laki-laki dan perempuan.

أصلي على هذا الميت أربع تكبيراتٍ لله تعالى

Usholli ‘ala haadza al-mayyiti arba’a takbiiraatin lillahi ta’aala

Artinya; Aku (niat) shalat kepada mayyit (laki-laki) ini dengan empat kali takbir karena Allah Ta’ala.

Sementara itu, untuk niat jenazah berkelamin perempuan, lafadz niatnya sebagai berikut:

أُصَلِّي عَلَى هٰذِهِ الـمَيِّتَةِ فَرْضًا لِلّٰهِ تَعَالَى

Ushalli ‘alâ hâdzihil mayyitati fardlan lillâhi ta’âlâ

Artinya: Aku niat shalat atas jenazah (perempuan) ini fardhu karena Allah ta’âlâ

Kedua, Takbiratul ihram. Mengangkat kedua tangan hingga sejajar telinga sambil mengucapkan kalimat “Allahu Akbar”.

Ketiga, membaca surah Al-Fatihah.

Keempat, membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، فِي الْعَالَمِينَ

Allāhumma shalli ‘alā sayyidinā Muhammadin, wa ‘alā āli sayyidinā Muhammadin kamā shallaita ‘alā Ibrāhīma, wa ‘alā āli Ibrāhīma, innaka hamīdun majīdun, wa barīk ‘alā sayyidinā Muhammadin, wa ‘alā āli sayyidinā Muhammadin, kamā baarakta ‘alā sayyidinā Ibrāhīma, wa ‘alā āli sayyidinā Ibrāhīma, fī al-‘ālamīn.

Artinya; Ya Allah, berilah shalawat kepada junjungan kami, Nabi Muhammad, dan kepada keluarga junjungan kami, Nabi Muhammad, sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Nabi Ibrahim, dan kepada keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Dan berilah keberkahan kepada junjungan kami, Nabi Muhammad, dan kepada keluarga junjungan kami, Nabi Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberkahi Nabi Ibrahim, dan kepada keluarga Nabi Ibrahim, di seluruh alam semesta.

Kelima, doa untuk jenazah. Membaca doa untuk jenazah yang berisi permohonan ampunan, rahmat, dan tempat yang layak di sisi Allah SWT. Untuk jenazah laki-laki;


اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَاجْعَلِ اْلجَنَّةَ مَثْوَاهُ. اللّهُمَّ ابْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَهْلًا خَيْراً مِنْ أَهْلِهِ. اللَّهُمَّ إِنَّهُ نَزَلَ بِكَ وَأَنْتَ خَيْرُ مَنْزُوْلٍ بِهِ. اَللَّهُمَّ أَكْرِمْ نُزولَهُ ووسِّعْ مَدْخَلَهُ

Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu ‘anhu wa akrim nuzulahu wa wassi’ madkhalahu wa aghsilhu bimaa-i wats tsalji wal barod. Wa naqqihi minal khathaayaa kamaa naqqoitats tsaubal abyadhu minad danas. Wa abdilha daaran khairan min daarihi wa ahlan khairan min ahlihi wa zaujan khairan min zaujihi wa adkhilhul jannata wa a’idzhu min ‘adzaabin qabri wa ‘adzaabin naar.

Artinya: Ya Allah, ampunilah dia, kasihanilah dia, selamatkanlah dia, dan maafkanlah dia. Dan muliakanlah tempat turunnya, dan luaskanlah jalan masuknya. Dan cucilah dia dengan air, salju, dan embun. Dan bersihkan dia dari kesalahan sebagaimana Engkau membersihkan pakaian putih dari kotoran. Dan gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik dari rumahnya, dan keluarganya dengan keluarga yang lebih baik dari keluarganya, dan pasangannya dengan pasangan yang lebih baik dari pasangannya. Dan masukkan dia ke dalam surga, dan lindungilah dia dari azab kubur dan azab neraka.

Sementara untuk jenazah perempuan ini doanya;

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهاَ وَارْحَمْهاَ وَعَافِهَا وَاعْفُ عَنْهاَ وَاجْعَلِ اْلجَنَّةَ مَثْوَاهاَ. اللّهُمَّ ابْدِلْهاَ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهَا، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهَا وَأَهْلًا خَيْراً مِنْ أَهْلِهاَ. اللَّهُمَّ إِنَّهُ نَزَلَ بِكَ وَأَنْتَ خَيْرُ مَنْزُوْلٍ بِهاَ. اَللَّهُمَّ أَكْرِمْ نُزولَهاَ ووسِّعْ مَدْخَلَهاَ

Allahummaghfirlahaa warhamhaa wa’aafihaa wa’fu ‘anhaa wa akrim nuzulahaa wawassi’ madkhalahaa wa aghsilhaa bimaa-i wats tsalji wal barod. Wa naqqihaa minal khathaayaa kamaa naqqoitats tsaubal abyadhu minad danas. Wa abdilhaa daaran khairan min daarihaa wa ahlan khairan min ahlihaa wa zaujan khairan min zaujihaa wa adkhilhaal jannata wa a’idzhaa min ‘adzaabin qabri wa ‘adzaabin naar.

Artinya:Ya Allah, ampunilah dia, kasihanilah dia, selamatkanlah dia, dan maafkanlah dia. Dan muliakanlah tempat turunnya, dan luaskanlah jalan masuknya. Dan cucilah dia dengan air, salju, dan embun. Dan bersihkan dia dari kesalahan sebagaimana Engkau membersihkan pakaian putih dari kotoran.

Dan gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik dari rumahnya, dan keluarganya dengan keluarga yang lebih baik dari keluarganya, dan pasangannya dengan pasangan yang lebih baik dari pasangannya. Dan masukkan dia ke dalam surga, dan lindungilah dia dari azab kubur dan azab neraka.

Keenam, mengangkat kedua tangan lagi sambil mengucapkan kalimat Allahu Akbar, dan membaca doa;

Doa untuk mayit laki-laki:

اَللّٰهُمَّ لاتَحرِمْنا أَجْرَهُ ولاتَفْتِنَّا بَعدَهُ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ

Allâhumma lâ tahrimnâ ajrahu wa la taftinna ba’dahu waghfir lanâ wa lahu

Artinya: Ya Allah, jangan haramkan kami dari pahalanya dan jangan beri fitnah (cobaan) bagi kami sepeninggalnya. Ampunilah kami dan ampunilah dia.

Sedangkan untuk jenazah perempuan, sebagai berikut:

اَللّٰهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهَا وَلاَ تَفْتِنَّا بَعْدَهَا وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهَا

Allâhumma lâ tahrimnâ ajrahâ wa la taftinna ba’dahâ waghfir lanâ wa lahâ

Artinya: Ya Allah, jangan haramkan kami dari pahalanya dan jangan beri fitnah (cobaan) bagi kami sepeninggalnya. Ampunilah kami dan ampunilah dia.

Ketujuh, salam: Menoleh ke kanan dan ke kiri sambil mengucapkan kalimat “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”.

Demikian penjelasan terkait hukum shalat jenazah. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Akibat Perang dengan Pejuang Palestina, 1.600 Tentara ‘Israel’ Menderita PTSD

Setidaknya 1.600 tentara “Israel” mulai menunjukkan gejala PTSD terkait pertempuran sejak dimulainya serangan darat di Jalur Gaza dua bulan lalu, menurut data yang diperoleh Walla dilansir Jerusalem Post (03/01/2023).

Dari jumlah tersebut, 76% di antaranya kembali ke tugas tempur setelah menerima perawatan di lapangan atau dari petugas kesehatan mental pada unit mereka yang ditempatkan di dekat zona tempur.

Gejala PTSD yang terkait dengan pertempuran dapat muncul selama atau di dekat operasi tempur, yang mengakibatkan peningkatan denyut jantung, keringat berlebih, tekanan darah tinggi, tremor tubuh yang tidak terkendali, kebingungan, dan kesulitan berkonsentrasi.

Selain itu, hal ini dapat menyebabkan masalah psikologis seperti kecemasan, depresi, gangguan tidur, kegelisahan, ledakan kemarahan yang tiba-tiba, dan gangguan emosional. Perawatan awal ada untuk memulihkan fungsi prajurit dan mencegah eksaserbasi gejala yang dapat menyebabkan perasaan tidak berdaya.

Namun, jika gejala-gejala tersebut bertahan selama lebih dari empat minggu, kondisi prajurit dapat memburuk menjadi stres pascatrauma yang parah, sehingga memerlukan intervensi terapi yang lebih intensif.

Berapa banyak tentara Zionis yang membutuhkan perawatan PTSD akibat perang di Gaza?

Sejauh ini, sekitar 250 tentara telah diberhentikan dari dinas karena gejala stres tempur yang berkepanjangan selama penyerbuan ke Jalur Gaza.

Selain itu, sekitar 1.000 tentara mencari bantuan lebih lanjut di pusat-pusat rehabilitasi trauma tempur, karena dukungan psikologis di tempat tidak cukup. Beberapa dari prajurit ini tidak mengatasi gejala yang terkait langsung dengan perang, melainkan karena melarikan diri dari Hamas di pangkalan mereka selama dimulainya Operasi Taufan Al-Aqsha 7 Oktober.

Pusat-pusat rehabilitasi trauma tempur menawarkan terapi individu dan kelompok, serta terapi fisik, yang bertujuan untuk meringankan gejala-gejala stres akibat perang dan memfasilitasi kembalinya mereka ke fungsionalitas penuh. Hebatnya, 75% pasien dapat kembali bertugas, meskipun dengan profil medis yang lebih rendah dalam peran yang berhubungan dengan pertempuran.*

HIDAYATULLAH

Khutbah Jumat: Menjaga Perdmaian dan Dan Stabilitas Politik di Tahun Pemilu

Khutbah I

الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ القَائِلِ فِي كِتَابِهِ الكَرِيمِ “يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ”. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ المُصَلُّونَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah

Seperti yang kita ketahui, pada Selasa, 14 November 2023, KPU telah menetapkan nomor urut Calon Presiden dan Wakil Presidan pada kontestasi Pemilu yang akan diselenggarakan pada hari Rabu, 14 Februari 2024. Masyarakat Indonesia memiliki waktu kurang dari 3 bulan untuk menentukan pilihan calon pemimpin bangsa untuk masa bakti 2024-2029.

Jika melihat pada pengalaman Pemilu tahun 2019, masyarakat Indonesia mengalami gejolak perpecahan politik yang sangat kuat, sehingga terpecah menjadi dua kubu antara pendukung masing-masing calon Presiden. Perdebatan isu politik tidak hanya terjadi di kalangan elit politik, bahkan sampai menyentuh masyarakat lapisan bawah yang harus berhadapan dengan keluarga dekat, tetangga rumah, rekan kerja, dan orang-orang yang dikenal. Hal ini mengakibatkan terjadinya putus silaturahmi dan tidak menghormati kepada orang yang berbeda pilihan politik.

Fenomena seperti ini sangat tidak sejalan dengan ajaran agama Islam yang sangat menekankan terwujudnya silaturahmi dan sikap saling menghormati di tengah masyarakat.

Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah

Menjaga silaturahim di tengah konflik politik dan konteks apapun sangat penting dalam Islam. Dalam surat al-Ra’d, ayat 21, Allah berfirman:

وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ سُوءَ الْحِسَابِ.

Artinya: “Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk”.

Allah menjelaskan dalam ayat ini, salah satu karakter orang-orang yang cerdas (Ulul Albab), yaitu mereka yang mampu menjalin dan menjaga hubungan baik atau silaturahim kepada pihak-pihak yang dianjurkan oleh Allah. Artinya, kecerdasan sosial seseorang dapat dilihat ketika mampu mengedepankan silaturahim dari pada fanatik terhadap salah satu calon Presiden dalam kontestasi politik.

Selain dari sudut pandang sosial, silaturahim juga menjadi indikator penting untuk mengukur keimanan seseorang. Rasulullah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ.

Artinya: “Dari Abu Hurairah, dari Nabi Muhammad, ia bersabda: Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menjaga hubungan baik silaturahmi dengan kerabatnya. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam”.

Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah

Selain menjaga silaturahmi, Islam juga memandang pentingnya sikap saling menghormati perdamaian di tengah perbedaan pandangan politik dan perbedaan apapun. Sikap saling menghormati bisa dilakukan dengan menahan diri untuk tidak menghina orang lain yang berbeda pandangan politik.

Kita juga tidak boleh menghina tokoh yang didukung seperti yang sudah kita alami pada tahun 2019, ketika muncul istilah Cebong dan Kampret untuk mengungkapkan hinaan kepada orang yang berbeda pilihan politik. Hal ini sudah secara tegas dilarang oleh Allah dalam surat Al-Hujurat, ayat 11:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ.

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim”.

Prilaku menghina, sebagai bentuk prilaku orang fasik, dikategorikan sebagai prilaku yang berdampak dosa besar. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Rasulullah dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: سِبَابُ المُسْلِمِ فُسُوقٌ، وَقِتَالُهُ كُفْرٌ.

Artinya: “Dari Abdullah, ia berkata, Rasulullah bersabda: menghina seorang Muslim adalah kefasikan, sedangkan membunuhnya adalah kekufuran”.

Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah

Mari kita senantiasa menjaga persatuan bangsa Indonesia dari segala bentuk perpecahan, meskipun hanya perpecahan dalam konteks Pemilu. Kiai Wahab Chasbullah telah memberikan contoh bagi kita semua ketika beliau berupaya menetralisir situasi konflik politik yang berpotensi memecah belah bangsa Indonesia dengan salah satunya melakukan kegiatan Halal bi Halal pada zaman Presiden Soekarno.

Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah Semoga hajat bangsa Indonesia dalam memilih pemimpin pada tahun 2024 nanti terlaksana dengan baik, tanpa meninggalkan noda perpecahan dan konflik di tengah masyarakat. Amin, ya Rabb al-‘Alamin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah II

الْحَمْدُ لِلّٰهِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ بنِ عَبدِ الله وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَة. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ المُسلِمُونَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَاعلَمُوا إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَواْ وَّٱلَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ. قَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُم بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر.

Sumber:https://islam.nu.or.id

Lebih Memilih Poligami, Kenapa Tidak Meneladani Kesetiaan Rasulullah?

Rasulullah, Muhammad SAW, merupakan pribadi yang unggul, dikenal sebagai manusia terbaik yang pernah hidup di antara umat manusia. Salah satu aspek kehidupan beliau yang mencolok adalah kesetiaan luar biasa kepada istri pertamanya, Sayyidah Khadijah. Dalam menggambarkan kehidupan Rasulullah bersama Sayyidah Khadijah, kita dapat melihat bukti nyata tentang bagaimana beliau menjadikan cinta, kesetiaan, dan pengabdian sebagai fondasi pernikahan yang kokoh.

Dalam “Sejarah Hidup Muhammad” karya Muhammad Husain Haikal, diuraikan bahwa hingga mencapai usia 50 tahun, Rasulullah hanya memiliki satu istri, yakni Sayyidah Khadijah. Hal ini sungguh menonjol jika dibandingkan dengan kebiasaan poligami yang umum pada masa itu. Rasulullah hidup bersama Sayyidah Khadijah selama 17 tahun sebelum kerasulannya dan 12 tahun setelahnya, tanpa pernah terlintas untuk menikahi wanita lain.

Penting untuk dicatat bahwa kesetiaan Rasulullah bukan hanya sebatas ketidakpoligaman, tetapi juga mencakup sikapnya yang tidak pernah tergoda atau terpikat oleh kecantikan wanita lain. Bahkan sebelum bertemu Sayyidah Khadijah, Rasulullah tidak tergoda oleh kecantikan wanita-wanita di sekitarnya, yang pada masa itu masih menganut budaya Jahiliyah dengan aurat yang tidak tertutup.

Kisah cinta Rasulullah dengan Sayyidah Khadijah memberikan inspirasi yang mulia bagi umat Islam. Selama hidupnya, Rasulullah tidak hanya memuliakan Sayyidah Khadijah saat beliau hidup, tetapi juga terus menyebut-nyebut sosok istri pertamanya tersebut setelah kepergiannya. Nabi tidak hanya mengenang jasa-jasa Sayyidah Khadijah dalam hidupnya tetapi juga memuji peran istimewa yang dimilikinya dalam menyokong dakwah Islam.

Rasulullah tidak hanya menunjukkan kesetiaan karena keterbatasan atau ketidakmampuan untuk menikah lagi, melainkan sebagai pilihan bijaksana dan teladan luhur. Kesetiaan beliau kepada Sayyidah Khadijah bukan sekadar menolak poligami, tetapi merupakan manifestasi cinta, penghargaan, dan keterlibatan penuh dalam hubungan pernikahan.

Pemikiran ini membawa kita kepada sebuah konsep yang dapat diambil oleh umat Islam. Daripada fokus pada nilai poligami yang diajarkan oleh Rasulullah, seharusnya umat Islam mampu menarik inspirasi dari kesetiaan beliau. Rasulullah tidak hanya mencintai Sayyidah Khadijah secara lahiriah tetapi juga memberikan dukungan penuh pada istrinya dalam segala aspek kehidupan.

Menggali Lebih dalam Tujuan Poligami Rasulullah

Perlu dipahami bahwa Rasulullah menikah bukan semata-mata karena nafsu atau keinginan pribadi, melainkan dengan tujuan yang lebih luas dan mulia. Beliau menikahi janda-janda untuk membantu mereka dari keterpurukan sosial dan juga untuk tujuan politik, seperti memperluas wilayah penyebaran agama Islam. Ini menunjukkan bahwa pernikahan Rasulullah bukanlah semata urusan pribadi tetapi juga langkah strategis untuk memperluas misi dakwah dan kemanusiaan.

Kisah cinta Rasulullah dan Sayyidah Khadijah memberikan contoh yang luar biasa tentang kesetiaan, cinta, dan pengabdian dalam pernikahan. Umat Islam dapat mengambil inspirasi dari sikap Rasulullah yang tidak hanya menolak poligami tetapi juga mengangkat kesetiaan sebagai landasan utama dalam hubungan pernikahan. Lebih dari sekadar meniru nilai-nilai yang diajarkan Rasulullah, umat Islam diharapkan untuk memahami konteks dan tujuan pernikahan dalam Islam, yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan dakwah. Dengan memahami dan menginternalisasi prinsip-prinsip tersebut, umat Islam dapat menciptakan pernikahan yang mulia dan penuh berkah.

Jika ingin meneladani Rasulullah kenapa hanya mengambil dan selalu menggemborkan persoalan Rasulullah poligami? Kenapa tidak mengambil pelajaran dari cara Rasulullah setia membangun keluarga bersama Khadijah sampai wafat. Kenapa selalu tergiur dengan poligami dengan alasan mengikuti sunnah?

ISLAMKAFFAH

Hukum Tidak Bekerja Karena Mempercayai Hari Buruk

Bagaimana hukum tidak bekerja karena mempercayai hari buruk? Dalam masyarakat, terkadang dijumpai anggapan dikalangan tukang pijat, dimana ada satu hari pantangan bagi mereka dalam menjalankan pekerjaannya. Seperti suatu contoh ada seorang tukang pijat yang mana memiliki pantangan tidak boleh memijat ketika hari selasa.

Menurut kepercayaan, apabila pantangan tersebut dilanggar maka akan berakibat nahas kepada si tukang pijat. Biasanya hal tersebut menyebabkan sakit pada pelaku pekerjaan itu. Kepercayaan itu diperkuat ketika si tukang pijat dengan terpaksa harus memijat pada hari larangan tersebut ternyata benar benar menyebabkan ia sakit. Lantas, bagaimanakah hukum tidak bekerja karena mempercayai hari buruk dalam Islam?

Dalam literatur kitab fikih, tidak ditemukan penjelasan mengenai hari baik dan hari buruk untuk melakukan pekerjaan. Bahkan syariat melarang seseorang untuk meyakini hari tertentu baik atau buruk untuk mengadakan pekerjaan.

Hal ini sebagaimana dalam penjelasan kitab Ghayatu Talkhishi Al-Murad min Fatawi ibn Ziyad, halaman 206 berikut,

مسألة: إذا سأل رجل آخر: هل ليلة كذا أو يوم كذا يصلح للعقد أو النقلة؟ فلا يحتاج إلى جواب، لأن الشارع نهى عن اعتقاد ذلك وزجر عنه زجراً بليغاً، فلا عبرة بمن يفعله، وذكر ابن الفركاح عن الشافعي أنه إن كان المنجم يقول ويعتقد أنه لا يؤثر إلا الله، ولكن أجرى الله العادة بأنه يقع كذا عند كذا، والمؤثر هو الله عز وجل، فهذا عندي لا بأس به، وحيث جاء الذم يحمل على من يعتقد تأثير النجوم وغيرها من المخلوقات،

Artinya: “Suatu permasalahan : apabila seorang bertanya kepada orang lain apakah malam ini atau hari ini layak untuk mengadakan akad atau pindah rumah? Maka dia tidak diperkenankan untuk menjawabnya. Hal ini karena syariat melarang untuk meyakini perkara itu dan sangat menentang untuk meyakini yang demikian. Maka tidak ada pandangan sedikitpun bagi seorang yang melakukannya.

 Ibnul Farkah menyebutkan dari Imam Syafi’i bahwasanya apabila ahli ilmu perbintangan berkata kemudian dia meyakini bahwa yang memberi pengaruh hanya Allah semata akan tetapi Allah menjalankan suatu kebiasaan bahwasanya hari baik terjadi diwaktu yang demikian dan yang memberikan efek adalah Allah maka hal ini menurut beliau tidak masalah. karena yang dilarang apabila meyakini bahwa yang memberi berpengaruh adalah  ahli perbintangan dan makhluk.”

Berdasarkan keterangan diatas, tidak ditemukan penjelasan mengenai hari baik dan hari buruk untuk melakukan pekerjaan. Tetapi, seseorang diperbolehkan untuk tidak melakukan pekerjaan di hari tertentu apabila khawatir mendatangkan sakit berdasarkan kebiasaan. Namun, dalam hal ini seseorang diharuskan meyakini bahwa yang mendatangkan penyakit atau kesembuhan tersebut adalah Allah SWT bukan akibat dari hari-hari yang dianggap buruk.

Sebagaimana dalam kitab Anwarul Buruq, juz 4, halaman 240 berikut,

(الأول) ما جرت العادة الثابتة باطراد بأنه مؤذ كالسموم والسباع والوباء والطاعون والجذام ومعاداة الناس والتخم وأكل الأغذية الثقيلة المنفخة عند ضعفاء المعدة ونحو ذلك فالخوف في هذا القسم من حيث إنه عن سبب محقق في مجاري العادة لا يكون حراما فإن عوائد الله إذا دلت على شيء وجب اعتقاده

Artinya : “(Pertama) Adat yang sudah berlaku dapat mendatangkan kerugian, seperti racun, binatang buas, wabah penyakit, kusta, permusuhan terhadap manusia, rakusa, makanan berat  jika perut lemah.  Takut dalam kategori ini, berdasarkan suatu sebab yang terbukti secara kebiasaan, tidak dihukumi haram, karena kebiasaan-kebiasaan yang ditetapkan Allah apabila menyebabkan terhadap sesuatu, maka seseorang harus mempercayainya. ”

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa seseorang diperbolehkan untuk tidak melakukan pekerjaan di hari tertentu apabila khawatir mendatangkan sakit berdasarkan kebiasaan. Namun, dalam hal ini seseorang diharuskan meyakini bahwa yang mendatangkan penyakit atau kesembuhan tersebut adalah Allah SWT bukan akibat dari hari-hari yang dianggap buruk.

Demikian penjelasan mengenai hukum tidak bekerja karena mempercayai hari buruk dalam Islam. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Unggul Nasab Tidak Menjamin Unggul Nasib

Dalam Islam, manusia tidak boleh membanggakan nasab [keturunan] secara berlebihan. Pasalnya, kelak yang dapat menyelamatkan kita adalah amal kita, bukan karena unggul nasab.

Lebih jauh lagi, orang yang suka membanggakan nasabnya cenderung lamban dalam beramal atau berbuat kebaikan. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT:

فَاِذَا نُفِخَ فِى الصُّوْرِ فَلَآ اَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَىِٕذٍ وَّلَا يَتَسَاۤءَلُوْنَ

Artinya: “Apabila sangkakala ditiup (hari kiamat telah tiba), maka tidak ada lagi pertalian nasab diantara mereka pada hari itu (maksudnya nasab tidak bisa menolong), dan tidak pula mereka saling bertanya”. (QS. Al-Mu’minun : 101)

Di hari kiamat kelak, nasab bukanlah faktor yang bisa menentukan nasib.  selamat atau tidaknya seseorang, maka yang paling berpengaruh adalah rahmat Allah. Dan rahmat Allah di akhirat adalah buah yang dipetik dari amal-amal sholeh yang telah dilakukan oleh seorang mukmin semasa hidup di dunia.

Allah SWT berfirman:

ان رحمت الله قريب من المحسنين

Artinya: “Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al-A’raf : 56)

Oleh karena itu, meskipun anaknya seorang Nabi kalau dirinya tidak beriman dan beramal sholeh, maka di akhirat kelak dia termasuk orang-orang yang hina dan celaka. Sebaliknya, meskipun dia adalah anaknya seorang kafir, kalau dirinya beriman dan beramal sholeh, maka di akhirat kelak dia termasuk orang-orang yang mulia.

Keimanan itu tidak dapat diwarisi, demikian pula kehormatan diri apalagi keselamatan di akhirat nanti.  Misalnya keturunan orang terhormat tapi bejat, maka dalam pandangan manusia dia itu tetap akan dipandang rendah sebagai manusia yang tidak bermartabat.

Sementara di sisi lain, kalau ada yang tetap memaksakan diri untuk menghormati, maka pasti hal itu dilakukan dengan menipu nurani. Sebaliknya, meskipun keturunan seorang yang bejat tapi dengan hidayah Allah dia menjadi mukmin yang sholeh dan taat, maka orang lain pasti akan menaruh hormat kepadanya. Nabi Muhammad SAW, bersabda:

ومن بطأ به عمله لم يسرع به نسبه

Artinya: “Barangsiapa yang lamban (atau buruk) amalnya, maka nasabnya tidak bisa (menolongnya)”.(HR. Muslim : 2699) 

Menurut Imam Nawawi dalam memaknai hadits tersebut bahwa barangsiapa  yang amalnya kurang, maka kedudukan mulianya tidak bisa menolong dirinya. Oleh karenanya, jangan terlalu berharap dari nasab atau silsilah keturunan dan keutamaan nenek moyang, akhirnya sedikit dalam beramal.

Nasab bukanlah faktor yang akan menentukan nasib. Orang yang mempunyai garis nasab yang baik, misal keturunan Nabi atau keturunan ulama,  tidak ada gunanya jika dirinya tidak mempunyai prestasi sebagai seorang mukmin yang baik. Prestasi di dunia yang kelak akan menentukan nasib di akhirat.

Demikian penjelasan terkait unggul nasab tidak menjamin unggul nasib. Wallahu A’lam Bissawab.

BINCANG SYARIAH

Untaian 23 Faedah Seputar Tauhid dan Akidah (Bag. 1)

Faedah 1: Asas kekuatan iman

Sebagaimana telah diketahui bahwa dua kalimat syahadat merupakan pondasi utama dalam agama Islam. Syahadat laailaha illallah mengandung penetapan bahwa Allah adalah satu-satunya sesembahan yang benar dan menolak segala bentuk ibadah kepada selain-Nya. Adapun syahadat anna muhammadar rasulullah mengandung keyakinan bahwa tidak ada jalan yang benar dalam beribadah kepada Allah, kecuali melalui petunjuk dan bimbingan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dalam syahadat yang pertama atau kalimat tauhid, terdapat tujuan penciptaan jin dan manusia. Allah berfirman,

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِیَعۡبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Para ulama menafsirkan bahwa beribadah kepada Allah artinya adalah bertauhid. Inilah hak Allah atas segenap hamba.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

فإنَّ حقَّ الله على العباد أن يعبدوه ولا يُشركوا به شيئًا

“Hak Allah atas para hamba adalah hendaknya mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan demikian, tauhid merupakan keadilan tertinggi yang wajib ditegakkan di atas muka bumi. Adapun syirik merupakan bentuk kezaliman yang paling besar yang harus diberantas.

Allah berfirman,

وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِی كُلِّ أُمَّةࣲ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُوا۟ ٱلطَّـٰغُوتَۖ

“Dan sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang menyerukan, ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.’” (QS. An-Nahl: 36)

Imam Malik rahimahullah menjelaskan bahwa thaghut itu mencakup segala bentuk sesembahan selain Allah.

Ibadah kepada Allah merupakan ketundukan dan perendahan diri yang dilandasi dengan kecintaan dan pengagungan. Ibadah kepada Allah digerakkan oleh harapan dan rasa takut. Harapan kepada Allah dan ampunan-Nya yang membuahkan amal saleh dan istigfar. Rasa takut kepada Allah dan siksa-Nya yang menumbuhkan ketaatan dan bertobat dari dosa dan maksiat.

Ibadah kepada Allah dibangun di atas iman kepada rububiyah-Nya. Karena hanya Allah pencipta dan pengatur alam semesta ini, maka hanya Allah yang berhak disembah. Allah berfirman,

یَـٰۤأَیُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعۡبُدُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِی خَلَقَكُمۡ وَٱلَّذِینَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ

“Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian; Yang menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 21)

Ibadah kepada Allah terwujud dengan mengikuti panduan wahyu dan ajaran Rasul-Nya. Allah berfirman,

مَّن یُطِعِ ٱلرَّسُولَ فَقَدۡ أَطَاعَ ٱللَّهَۖ

“Dan barangsiapa yang menaati rasul itu, maka sesungguhnya dia telah menaati Allah.” (QS. An-Nisa’: 80)

Allah juga berfirman,

وَمَا یَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰۤ

“Dan tidaklah dia (Muhammad) itu berbicara dari hawa nafsunya. Tidaklah yang ia sampaikan itu, melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (QS. An-Najm: 3-4)

Oleh sebab itu, seorang muslim menundukkan dirinya, pasrah kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya dan berlepas diri dari syirik dan pelakunya. Allah berfirman,

وَلَقَدۡ أُوحِیَ إِلَیۡكَ وَإِلَى ٱلَّذِینَ مِن قَبۡلِكَ لَىِٕنۡ أَشۡرَكۡتَ لَیَحۡبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡخَـٰسِرِینَ

“Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelum kamu. Jika kamu berbuat syirik, pasti akan lenyap seluruh amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar: 65)

Iman kepada Allah bukan sekedar pengakuan di lisan atau pun keyakinan di dalam hati. Lebih daripada itu, iman itu juga mengandung amalan dan ketegasan sikap terhadap kekafiran. Allah berfirman,

 فَمَن یَكۡفُرۡ بِٱلطَّـٰغُوتِ وَیُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَاۗ l

“Maka, barangsiapa yang kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang teguh dengan buhul tali yang paling kuat dan tidak terlepas.” (QS. Al-Baqarah: 256)

Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, “Bukanlah iman itu dengan berangan-angan atau memperindah penampilan. Akan tetapi, iman adalah apa-apa yang bersemayam di dalam hati dan dibuktikan dengan amalan-amalan.”

Allah berfirman,

وَ ٰ⁠حِدࣱۖ فَمَن كَانَ یَرۡجُوا۟ لِقَاۤءَ رَبِّهِۦ فَلۡیَعۡمَلۡ عَمَلࣰا صَـٰلِحࣰا وَلَا یُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦۤ أَحَدَۢا

“Maka, barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal saleh dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (QS. Al-Kahfi: 110)

Baca juga: Faedah dari Hadis Pengutusan Mu’adz ke Negeri Yaman

Faedah 2: Khauf dan raja

Di antara perkara yang sangat kita butuhkan pada masa seperti sekarang ini adalah keberadaan akidah khauf dan raja’ di dalam hati. Para ulama menggambarkan bahwa seyogyanya seorang mukmin hidup di alam dunia ini seperti seekor burung dengan dua belah sayap dan kepalanya.

Adapun kedua belah sayap itu ibarat dari khauf dan raja’. Khauf yaitu rasa takut kepada Allah, takut terhadap hukuman dan azab-Nya. Raja’ yaitu harapan kepada Allah dan pahala dari-Nya. Sementara yang menjadi kepalanya adalah mahabbah/rasa cinta, yaitu cinta kepada Allah dan apa-apa yang Allah cintai. Dengan ketiga unsur inilah seorang muslim membangun amal dan ketaatannya kepada Allah.

Allah berfirman,

نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ، وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ الْأَلِيمُ

“Beritakanlah kepada hamba-hamba-Ku bahwa Akulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih.” (QS. Al-Hijr: 49-50)

Syekh Muhammad bin Abdullah As-Subayyil rahimahullah (wafat 1434 H) mengatakan,

ولذا ينبغي على المؤمن أن يعيش في هذه الدنيا كالطائر الذي له جناحان ورأس ، أما الجناحان : فالخوف والرجاء ، وأما الرأس فالمحبة

“Oleh sebab itu, semestinya seorang mukmin hidup di alam dunia ini seperti seekor burung yang memiliki dua belah sayap dan sebuah kepala. Adapun kedua sayap itu adalah takut dan harapan, sedangkan yang menjadi kepalanya adalah kecintaan.” (lihat Fatawa Al-‘Aqidah dalam website resmi beliau. Link artikel: https://alsubail.af.org.sa/ar/node/210)

Di antara buah dan manfaat dari khauf adalah segera bertobat kepada Allah dari dosa dan maksiat kemudian berusaha menjauhi perbuatan dosa. Sementara buah dari raja’ adalah tidak berputus asa dari rahmat Allah. Adapun kecintaan merupakan penggerak utama dalam melakukan berbagai amal kebaikan. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat, bahwa hati-hati manusia itu tercipta dalam keadaan mencintai Zat Yang berbuat baik kepadanya.

Takwa kepada Allah juga ditegakkan di atas pilar khauf dan raja’ Oleh sebab itu, Thalq bin Habib rahimahullah berkata, “Takwa adalah kamu melakukan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena mengharapkan pahala dari Allah, dan kamu meninggalkan maksiat kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena takut hukuman Allah.” (Disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Risalah Tabukiyah)

Sementara ibadah kepada Allah adalah ketaatan yang dilandasi dengan puncak perendahan diri yang disertai dengan puncak kecintaan. Ketaatan kepada Allah itu lahir dari kecintaan kepada-Nya. Sebagaimana ungkapan orang arab ‘Innal muhibba liman yuhibbu muthii’u.‘ (Orang yang mencintai, maka dia akan patuh kepada siapa yang dia cintai/kekasihnya itu.)

Seorang mukmin menyandarkan hatinya kepada Allah, karena hanya Allah Zat yang menguasai alam semesta. Dia berharap kepada Allah dan pahala dari-Nya. Dia pun mengharapkan curahan rahmat-Nya. Dia pun takut kepada Allah dan hukuman-Nya. Dia takut menyelisihi dan menyimpang dari petunjuk-Nya.

Oleh sebab itu, apabila dia terjerumus dalam dosa, dia pun segera kembali dan bertobat. Dia beramal saleh, tetapi dia juga khawatir apabila amalnya tidak diterima oleh Rabbnya. Dia tidak melihat Rabbnya, kecuali sebagai Zat yang senantiasa berbuat ihsan (kebaikan) dan terus melimpahkan kenikmatan. Dan dia tidaklah melihat dirinya sendiri, kecuali penuh dengan berbagai kekurangan dan kesalahan.

Oleh sebab itu pula, para ulama salaf menggambarkan bahwa orang beriman itu memendam rasa takut kalau-kalau dirinya terjangkiti kemunafikan. Selain itu, dia juga khawatir apabila Allah tidak menerima amalnya karena sedikitnya kualitas penghambaan dan jeleknya ketaatan yang dia persembahkan. Sebaliknya, orang munafik tenggelam dalam perasaan aman dari penyakit kekafiran.

Harapan yang ada pada kaum beriman membuahkan amal dan keikhlasan dalam beribadah. Sementara angan-angan yang ada pada kaum munafik menghasilkan kemalasan dan riya’ dalam beramal. Rasa takut pada ahli tauhid membuat dirinya khawatir terseret dalam arus kemusyrikan, sebagaimana takutnya Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yang berdoa kepada Allah agar dijauhkan dari menyembah berhala.

Adapun kaum munafik dan orang yang lemah imannya, rasa takutnya kepada gangguan dan celaan manusia membuat mereka meninggalkan jalan ketaatan dan perjuangan demi mengejar serpihan kesenangan dunia.

Faedah 3. Rasa takut kepada Allah

Allah berfirman,

إِنَّمَا ذَٰلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Sesungguhnya itu adalah setan yang berusaha menakut-nakuti kalian dengan wali-wali-Nya, maka janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kalian benar-benar beriman.” (QS. Ali ‘Imran: 175)

Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah menjelaskan di dalam tafsirnya bahwa maksud ayat ini adalah setan berusaha menakut-nakuti orang beriman dengan wali-walinya. Ini tafsiran dari Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma. Mujahid juga mengatakan,

يخوّف المؤمنين بالكفار

“Yaitu, setan berusaha menakut-nakuti kaum beriman dengan perantara orang-orang kafir.” (lihat Tafsir Ath-Thabari surah Ali ‘Imran ayat 175)

Ayat yang agung ini dibawakan oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam Kitab Tauhid-nya.

Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan,

أراد المؤلف بهذه الترجمة بيان وجوب خوف الله تعالى، وأن الواجب على العبد أن يخاف ربه خوفا يحمله على إخلاص العبادة له سبحانه، ويحمله على أداء ما فرض عليه، ويحمله عن الكف عما حرم الله عليه، ويحمله على الوقوف عند حدوده

“Penulis bermaksud dengan bab ini untuk menjelaskan wajibnya takut kepada Allah dan wajib bagi seorang hamba untuk merasa takut kepada Rabbnya yang mendorongnya untuk memurnikan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan membuatnya tunduk patuh melaksanakan apa-apa yang diwajibkan kepadanya serta menahan diri dari segala hal yang diharamkan Allah, dan juga membuatnya berhenti mengikuti batasan dan ketentuan-ketentuan dari Allah.” (lihat Syarh Kitab Tauhid Syaikh Bin Baz)

[Bersambung]

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

Sumber: https://muslim.or.id/90625-untaian-23-faedah-seputar-tauhid-dan-aqidah-bag-1.html
Copyright © 2024 muslim.or.id