Belajar Hidup Zuhud

Zuhud merupakan sebab kecintaan Allah kepada seorang hamba. Para ulama salaf merupakan teladan terdepan dalam hal zuhud. Salah satu pembeda terbesar yang melebihkan mereka di atas generasi sesudahnya adalah karena mereka lebih zuhud kepada dunia dan lebih berhasrat kepada akhirat.

Pengertian Zuhud

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Zuhud yang disyari’atkan itu adalah; dengan meninggalkan perkara-perkara yang tidak mendatangkan manfaat kelak di negeri akhirat dan kepercayaan yang kuat tertanam di dalam hati mengenai balasan dan keutamaan yang ada di sisi Allah… Adapun secara lahiriyah, segala hal yang digunakan oleh seorang hamba untuk menjalankan ketaatan kepada Allah, maka meninggalkan itu semua bukanlah termasuk zuhud yang disyari’atkan. Akan tetapi yang dimaksud zuhud adalah meninggalkan sikap berlebihan dalam perkara-perkara yang menyibukkan diri sehingga melalaikan dari ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya, baik itu berupa makanan, pakaian, harta, dan lain sebagainya…” (lihat Mawa’izh Syaikhul Islam Ibnu Taimyah karya Syaikh Shalih Ahmad asy-Syami, hal. 69-70)

Berikut ini, sebagian riwayat mengenai zuhud yang dibawakan oleh Imam Ibnu Abi ‘Ashim rahimahullah (wafat 287 H) dalam kitabnya az-Zuhd. Semoga bermanfaat…

[1] Menjaga Lisan dan Perbuatan

Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa diam -pandai menjaga lisan- niscaya dia akan selamat.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 15)

Dari Jabir radhiyallahu’anhu, dia menceritakan bahwa ada seorang lelaki menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, “Wahai Rasulullah! Kaum muslimin seperti apakah yang paling utama?”. Beliau menjawab, “Yaitu seorang muslim yang bisa menjaga kaum muslimin yang lain dari gangguan lisan dan tangannya.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 21)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menjaga apa yang ada diantara kedua jenggotnya dan apa yang ada diantara kedua kakinya niscaya dia akan masuk Surga.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 22)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya dia mengucapkan kata-kata yang baik atau diam.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 23)

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, beliau berkata, “Demi Allah yang tiada sesembahan yang benar selain-Nya. Tidak ada di muka bumi ini sesuatu yang lebih butuh dipenjara dalam waktu yang lama selain daripada lisan.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 26)

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, beliau berkata, “Sesuatu yang paling layak untuk terus dibersihkan oleh seorang hamba adalah lisannya.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 27)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau berpesan, “Jauhilah oleh kalian kebiasaan terlalu banyak berbicara.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 28)

Pada suatu ketika Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berwasiat kepada putranya Abdurrahman. Beliau berkata, “Wahai putraku, aku wasiatkan kepadamu untuk selalu bertakwa kepada Allah. Kendalikanlah lisanmu. Tangisilah dosa-dosamu. Hendaknya rumahmu cukup terasa luas bagimu.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 30)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ucapan yang baik itu pun termasuk sedekah.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 30)

Dari Ibnu Abi Zakaria rahimahullah, beliau mengatakan, “Aku belajar untuk diam setahun lamanya.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 39)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Cukuplah dianggap berdosa jika seseorang senantiasa menceritakan segala sesuatu yang didengarnya.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 45)

[2] Pandai Memilih Teman

Dari Muharib rahimahullah, beliau menuturkan, “Dahulu kami berteman dengan al-Qasim bin Abdurrahman, ternyata beliau mengungguli kami dengan tiga perkara; dengan banyak sholat, banyak diam, dan jiwa yang dermawan.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 46)

Dari Malik bin Dinar rahimahullah, beliau mengatakan, “Setiap teman yang kamu tidak bisa memetik kebaikan darinya maka jauhilah dia.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 49)

[3] Memandang Dunia Sebagaimana Mestinya

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dunia ini adalah penjara bagi seorang mukmin dan surga bagi orang kafir.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 69)

Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sudah menjadi ketetapan Allah tabaraka wa ta’ala bahwasanya tidaklah Allah mengangkat suatu perkara dunia melainkan Allah juga pasti akan merendahkannya.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 115)

Dari ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah Allah membukakan dunia kepada seseorang melainkan Allah pasti akan munculkan permusuhan dan kebencian di antara mereka hingga hari kiamat.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 138)

Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berhati-hatilah kalian terhadap dunia. Berhati-hatilah kalian terhadap kaum perempuan.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 139)

Dari ‘Amr bin ‘Anbasah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada hari kiamat, dunia akan didatangkan. Kemudian dipilih darinya apa-apa yang digunakan untuk taat kepada Allah dan ikhlas karena-Nya. Adapun apa-apa yang dipakai tidak untuk taat kepada Allah dan tidak ikhlas karena-Nya maka dilemparkan ke dalam Neraka Jahannam.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 142)

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel Muslim.Or.Id

Arti Simple dari Kata Zuhud Menurut Imam Ali

Kali ini kita akan membahas tafsir Al-Qur’an dari lisan mulia Imam Ali bin Abi tholib.

Beliau pernah ditanya tentang makna dan arti Zuhud. Imam Ali menjawab :

Keseluruhan arti zuhud berada dalam dua kalimat dalam Al-Qur’an. Allah Swt berfirman :

لِّكَيۡلَا تَأۡسَوۡاْ عَلَىٰ مَا فَاتَكُمۡ وَلَا تَفۡرَحُواْ بِمَآ ءَاتَاكُمۡۗ

“Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan jangan pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (QS.Al-Hadid:23)

Barangsiapa yang tidak menyesali apa yang telah berlalu dan tidak terlampau senang dengan apa yang ia dapatkan maka itulah orang yang zuhud.

Itulah arti simple dari kata Zuhud sesuai dengan tafsiran ayat yang disampaikan oleh Imam Ali bin Abi tholib.

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Memahami Makna dan Tanda Zuhud Menurut Imam Al-Ghazali

Sebagian dari kita mungkin saja masih memiliki anggapan bahwa orang zuhud ialah orang yang meninggalkan harta dunianya. Kalau cara pandang begitu masih saja dipertahankan, mungkin kemudian hari bisa tercetus sebuah syarat bagi orang zuhud itu harus miskin. Kemudian, muncul anggapan bahwa semakin miskin seorang hamba, maka semakin zuhudlah dia. Sebenarnya bagaimana makna dan tanda zuhud sebenarnya?

Apabila melihat sejarah, tak sedikit bisa dijumpai tokoh-tokoh muslim yang terkenal kezuhudannya, tetapi ia sangat kaya dan memiliki harta yang banyak. Sebut saja seperti Abdullah bin Mubarak yang rela menyedekahkan sebagian besar laba bisnisnya untuk kecukupan para ulama semasanya, serta selalu memberi bekal kepada orang yang menemuinya, dengan kata kunci “hendak haji”. Juga seperti Syekh Abdul Qadir al-Jilani dan Syekh Hasan asy-Syadzili, gurunya para sufi dan ahli tarekat, yang keduanya terkenal berkecukupan harta.

Dengan meninggalkan harta benda saja, sejatinya memang belum tentu dapat dijadikan barometer kezuhudan seorang hamba. Karena apabila zuhud hanya dimaknai dengan meninggalkan harta saja, itu tentu sangat ringan bagi mereka yang memang merasa bahagia atau merasa bangga akan label zuhud, sebagai bentuk pujian orang lain kepadanya. Oleh karenanya, dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, Imam Abu Hamid al-Ghazali menjelaskan bahwa zuhud itu lebih mengarah pada definisi tidak bergantung pada harta dunia, bukan pada definisi meninggalkan harta secara penuh.

Misalnya, Nurul terkenal sebagai zahid (orang yang zuhud), lantaran ia selalu menyedikitkan makan untuk dirinya. Apa yang dilakukannya itu memang dengan sengaja dan ditampakkan di depan orang lain. Tetapi, secara diam-diam, ternyata Nurul lebih menikmati tatkala ia mendapat julukan sebagai orang yang zuhud, ketimbang disebut sebagai orang yang berkecukupan. Dalam kondisi demikian, masihkan Nurul disebut orang yang zuhud?

Tatkala meninggalkan harta benda atau tidak, belum tentu dapat dijadikan sebagai barometer akan kezuhudan seseorang, lantas apa sebenarnya tanda seseorang dapat disebut zuhud? Imam al-Ghazali menegaskan bahwa zuhud merupakan perilaku yang susah untuk diidentifikasi. Tetapi meski demikian, beliau mampu menyebutkan setidaknya tiga tanda zuhud.

Pertama, tidak merasa gembira dengan memiliki sesuatu yang wujud, baik harta, tahta, dan lain sebagainya. Serta tidak merasa larut dalam kesedihan tatkala kehilangan harta yang sebelumnya sempat dimiliki. Tetapi orang zuhud itu umumnya menanamkan yang sebaliknya, yaitu merasa sedih dengan memiliki harta banyak. Kemudian ketika kehilangan harta benda justru ia merasa gembira, karena tidak terbebani oleh dunia.

Tanda terebut beliau rumuskan berdasar pada Al-Qur’an surah Al-Hadid [57] ayat 23.

لِّكَیۡلَا تَأۡسَوۡا۟ عَلَىٰ مَا فَاتَكُمۡ وَلَا تَفۡرَحُوا۟ بِمَاۤ ءَاتَىٰكُمۡۗ وَٱللَّهُ لَا یُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالࣲ فَخُورٍ

Agar kalian tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kalian, dan jangan pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepada kalian. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri. [Q.S. Al-Hadid (57): 23]

Kedua, tidak merasa resah tatkala dicaci, begitu juga tak merasa berbangga diri ketika dipuji. Seseorang yang benar-benar terdapat zuhud dalam dirinya, maka ia akan memalingkan dirinya dari segala sesuatu yang bisa membuatnya terlena dan menjauhkannya dari sisi Allah Swt., termasuk di dalamnya ialah hinaan dan pujian. Tatkala ia tak terpengaruh lagi dengan hinaan dan pujian manusia, maka ia pun akan biasa saja ketika mendapat cacian maupun pujian. Dalam istilah yang kita kenal, “dipuji tidak terbang, dicaci tidak tumbang.”

Ketiga, hatinya tenteram karena selalu dekat dengan Allah Swt., juga telah terpenuhi dengan manisnya buah ketaatan dan kecintaan kepada Allah Swt. Karena sebenarnya hati manusia itu akan selalu dipenuhi dengan manisnya cinta. Tetapi sayang sekali apabila yang bersemayam dalam hati ialah manisnya cinta kepada dunia, bukan manisnya cinta kepada Allah Swt.

Terkait hati manusia yang bisa merasakan cinta kepada Allah dan cinta kepada dunia, Imam al-Ghazali mengibaratkan keduanya layaknya air dan angin dalam suatu gelas. Yang mana ketika air dituangkan ke dalam gelas dan memenuhinya, maka udara akan keluar dari gelas itu. Tatkala air dalam gelas hanya sedikit, maka anginlah yang akan memenuhi gelas itu. Keduanya memang tak bisa berkumpul dalam ruang dan waktu yang sama.

Begitu juga dengan hati manusia. Apabila manisnya cinta kepada Allah telah memenuhi hati orang yang zuhud, maka rasa cinta kepada dunia itu pun akan menjauh. Tetapi jika kecintaan kepada Allah hanya sedikit, maka rasa cinta kepada dunia pun akan masuk bebas dan memenuhi ruang hati. Selanjutnya, sang pemilik gelas diperkenankan untuk menentukan, gelasnya akan diisi air atau angin.

BINCANG SYARIAH

Hikmah Pagi: Pelajaran tentang Zuhud dan Wara’

Ibnu Taimiyah (W. 728 H) mengatakan, “zuhud adalah menghindari sesuatu yang tidak bermanfaat kelak di akhirat. Sementara wara’ adalah meninggalkan hal-hal yang dapat membahayakan nasib seseorang di akhirat kelak.”

Ibrahim bin Adham (W. 781 H) berkata, “zuhud itu ada tiga macam: 
(1). zuhud fard ialah meninggalkan hal – hal yang haram, (2). zuhud fadl ialah meninggalkan hal – hal yang halal (walaupun itu halal untuknya karena kehati-hatian ia meninggalkannya) dan (3). zuhud As-salamah meninggalkan hal – hal yang syubhat (tidak jelas kehalalan atau keharamannya).”

Umar bin Abdul Aziz (W. 101 H), kalau beliau bergadang untuk keperluan umum maka beliau akan menghidupkan lampu yang dari fasilitas negara. Akan tetapi kalau untuk kepentingan pribadi atau keluarga beliau tidak mau menggunakan fasilitas Negara beliau mengambil dari uang pribadi beliau.

Ketika suatu malam lampu agak redup, beliau berdiri untuk memperbaikinya, lalu ada yang bertanya, “wahai Amirul Mukminin, Cukuplah kami saja yang membenarkanya!” Umar menjawab “Saya adalah Umar ketika berdiri, dan Saya juga Umar ketika duduk.” (Lihat: Sirah dan Manaqib Umar Ibn Abdul ‘Aziz, Hal. 43).

Saudara perempuan Bisyr Al-Haafi (W. 227 H), bertanya kepada Imam Ahmad bin Hanbal (W. 241), “apabila kami melihat di atas rumah kami, lalu ada penjaga malam membawa lampu kemudian lampu itu sinarnya menerangi kami, bolehkah kami memintal benang di bawah cahaya lampu itu?” Imam Ahmad bertanya, “Siapa kamu? semoga Allah memaafkanmu?” Jawab perempuan itu, “saya adalah saudaranya Bisyr Al-Haafi.” Mendengar itu Imam Ahmad sontak menangis dan berkata, “di rumahmu ada orang yang sangat wara’, maka jangan memintal benang di bawah sinar lampu itu.” (Lihat: Thabaqat as-Shufiyyah, Hal. 46)

Bisyr Al-Haafi seorang tokoh besar yang terkenal dari Baghdad banyak kisah inspiratif dari beliau, di mana beliau dulu merupakan pemuda berandal yang kemudian bertaubat kepada Allah. Kemudian menjadi orang yang sangat alim yang dikenal di saentero Baghdad. Insya Allah nanti kami akan tulis kisahnya.

Semoga Allah senantiasa menjaga dan menaungi kita semuanya dengan ridho-Nya. Aamien Allahumma Aamien.

BINCANG SYARIAH

Nikmat Anggota Tubuh

Dari sesuatu paling kecil hingga sesuatu yang terbesar dalam hidup ini semuanya adalah nikmat dari Allah Swt.

وَمَا بِكُم مِّن نِّعۡمَةٖ فَمِنَ ٱللَّهِۖ

“Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah.” (QS.An-Nahl:53)

Dalam ayat lain Allah Swt berfirman :

وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَةَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.” (QS.An-Nahl:18)

Nah, termasuk dalam nikmat-nikmat yang agung dalam kehidupan kita adalah nikmat anggota tubuh yang diberikan oleh Allah Swt. Nikmat ini sangat luar biasa namun banyak orang melupakannya dan tidak mensyukurinya.

Padahal semua kenikmatan ini kelak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Swt, sebagaimana banyak disebutkan dalam banyak ayat dan riwayat.

Berbicara tentang nikmat anggota tubuh, Al-Qur’an telah menjelaskannya secara rinci dan memberi peringatan pula bahwa semua nikmat itu pasti ada pertanggung jawabannya.

إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡـُٔولٗا

“Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS.Al-Isra’:36)

Seperti ketika berbicara tentang lisan.

وَإِنَّ عَلَيۡكُمۡ لَحَٰفِظِينَ – كِرَامٗا كَٰتِبِينَ – یَعۡلَمُونَ مَا تَفۡعَلُونَ

Dan sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (amal perbuatanmu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.Al-Infithar:10-12)

مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٞ

“Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (QS.Qaf:18)

وَلَا تَقُولُواْ لِمَا تَصِفُ أَلۡسِنَتُكُمُ ٱلۡكَذِبَ هَٰذَا حَلَٰلٞ وَهَٰذَا حَرَامٞ

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta ”Ini halal dan ini haram,” (QS.An-Nahl:116)

Seperti ketika berbicara tentang mata.

قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِمۡ

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya,” (QS.An-Nur:30)

وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِنَّ

“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya.” (QS.An-Nur:31)

Dan ketika berbicara tentang telinga.

وَإِذَا سَمِعُواْ ٱللَّغۡوَ أَعۡرَضُواْ عَنۡهُ وَقَالُواْ لَنَآ أَعۡمَٰلُنَا وَلَكُمۡ أَعۡمَٰلُكُمۡ سَلَٰمٌ عَلَيۡكُمۡ لَا نَبۡتَغِي ٱلۡجَٰهِلِينَ

Dan apabila mereka mendengar perkataan yang buruk, mereka berpaling darinya dan berkata, “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu, semoga selamatlah kamu, kami tidak ingin (bergaul) dengan orang-orang bodoh.” (QS.Al-Qashash:55)

Uniknya, manusia berusaha untuk selalu terhindar dari penyakit fisik. Sedikit saja ada rasa sakit yang dirasakan, ia segera
pergi ke dokter untuk mengobatinya. Tapi sayang mereka tidak pernah peduli dengan penyakit batin yang menjangkiti anggota tubuhnya. Padahal, penyakit maknawi yang menjangkiti anggota tubuh kita lebih berbahaya dari penyakit fisik.

Sebenarnya kita harus punya perhatian lebih terhadap penyakit maknawi dalam tubuh kita. Karena anggota tubuh ini bila tidak dikontrol bisa menjadi penyebab kehancuran seseorang.

Karena itu, orang yang menjaga kesehatan fisik tapi tidak pernah peduli dengan kemaksiatan yang selalu dilakukan oleh anggota tubuhnya maka itu adalah tanda bahwa hatinya telah terjangkiti oleh penyakit yang berbahaya.

Kita dapat melihat bahwa anggota tubuh dapat menjadi sebab kehancuran seseorang dalam ayat-ayat berikut ini :

ٱلۡيَوۡمَ نَخۡتِمُ عَلَىٰٓ أَفۡوَٰهِهِمۡ وَتُكَلِّمُنَآ أَيۡدِيهِمۡ وَتَشۡهَدُ أَرۡجُلُهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS.Ya-Sin:65)

وَيَوۡمَ يُحۡشَرُ أَعۡدَآءُ ٱللَّهِ إِلَى ٱلنَّارِ فَهُمۡ يُوزَعُونَ – حَتَّىٰٓ إِذَا مَا جَآءُوهَا شَهِدَ عَلَيۡهِمۡ سَمۡعُهُمۡ وَأَبۡصَٰرُهُمۡ وَجُلُودُهُم بِمَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ – وَقَالُواْ لِجُلُودِهِمۡ لِمَ شَهِدتُّمۡ عَلَيۡنَاۖ قَالُوٓاْ أَنطَقَنَا ٱللَّهُ ٱلَّذِيٓ أَنطَقَ كُلَّ شَيۡءٖۚ وَهُوَ خَلَقَكُمۡ أَوَّلَ مَرَّةٖ وَإِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ – وَمَا كُنتُمۡ تَسۡتَتِرُونَ أَن يَشۡهَدَ عَلَيۡكُمۡ سَمۡعُكُمۡ وَلَآ أَبۡصَٰرُكُمۡ وَلَا جُلُودُكُمۡ وَلَٰكِن ظَنَنتُمۡ أَنَّ ٱللَّهَ لَا يَعۡلَمُ كَثِيرٗا مِّمَّا تَعۡمَلُونَ

Dan (ingatlah) pada hari (ketika) musuh-musuh Allah digiring ke neraka lalu mereka dipisah-pisahkan.
Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap apa yang telah mereka lakukan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka, “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?” (Kulit) mereka men-jawab, “Yang menjadikan kami dapat berbicara adalah Allah, yang (juga) menjadikan segala sesuatu dapat berbicara, dan Dialah yang menciptakan kamu yang pertama kali dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan.” Dan kamu tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu bahkan kamu mengira Allah tidak mengetahui banyak tentang apa yang kamu lakukan.” (QS.Fushilat:19)

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN

5 Contoh Perilaku Mulia Rasulullah SAW kepada Non-Muslim

Rasulullah SAW berperilaku mulia terhadap non-Muslim

Rasulullah SAW memiliki kemuliaan dari aspek perilaku. Di antara perilaku mulia ini beliau tujukan kepada kalangan non-Muslim.

Perilaku pertama, yaitu sebagaimana hadits Bukhari dan Muslim yang diriwayatkan dari jalur Aisyah RA:

عن عائشة رضي الله عنها قالت للنبي صلى الله عليه وسلم : هل أتى عليك يوم أشد من يوم أحد ؟ قال:  لقد لقيت من قومك ما لقيت ، وكان أشد ما لقيت منهم يوم العقبة ، إذ عرضت نفسي على ابن عبد ياليل بن عبد كلال ، فلم يجبني إلى ما أردت ، فانطلقت وأنا مهموم على وجهي ، فلم أستفق إلا وأنا بقرن الثعالب ، فرفعت رأسي ، فإذا أنا بسحابة قد أظلتني ، فنظرت فإذا فيها جبريل ، فناداني فقال : إن الله قد سمع قول قومك لك ، وما ردوا عليك ، وقد بعث الله إليك ملك الجبال ، لتأمره بما شئت فيهم ، فناداني ملك الجبال ، فسلم علي ، ثم قال : يا محمد ، فقال : ذلك فيما شئت ، إن شئت أن أطبق عليهم الأخشبين ؟ فقال النبي صلى الله عليه وسلم : بل أرجو أن يخرج الله من أصلابهم من يعبد الله وحده ، لا يشرك به شيئاً

Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, pernahkah engkau mengalami hari yang lebih buruk dari perang Uhud?”

Rasulullah Saw. menjawab, “Aku pernah menemui kaum yang sangat kejam yang belum pernah aku temui sebelumnya. Yaitu hari di mana aku menemui kaum di kampung Aqabah (Thaif), ketika aku bermaksud menemui Ibnu Abi Yalil bin Abdi Kulal (untuk meminta bantuan dan untuk menyebarkan Islam).

Namun, dia tidak memenuhi permintaanku. Aku pun pulang dalam keadaan wajah yang berdarah (karena perbuatan warga Thaif yang melempari batu). Ketika aku berhenti di Qarnul Tsa’alib, aku melihat awan menaungiku sehingga aku merasa teduh. Lalu, malaikat Jibril memanggilku dan bertanya, “Sesungguhnya Allah telah mendengar hinaan kaummu dan penolakan mereka terhadapmu. Allah telah mengutus malaikat penjaga gunung kepadamu.”

Kemudian, malaikat menawarkan kepada Rasulullah SAW apakah beliau mau jika dua gunung yang ada di kota Makkah ditimpakan kepada mereka sebagai pembalasan. Namun, bagaimana jawaban Rasulullah SAW?

Rasulullah menolak tawaran itu. Tidak tebersit sedikitpun di dalam hati beliau niat untuk membalas sikap buruk mereka. Rasulullah justru mendoakan mereka, “Aku berharap mudah-mudahan Allah mengeluarkan dari tulang rusuk mereka (keturunan) yang menyembah Allah Yang Maha Esa dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun.”

Kedua, yaitu seperti dalam hadits yang diriwayatkan Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, Al Hakim, Ibnu Hibban, Abu Ya’la, At- Tabrani dan Al-Baihaqi. Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari jalur Rabbah bin Rabi’:

“Kami bersama Rasulullah SAW dalam sebuah peperangan. Beliau SAW melihat orang-orang berkumpul mengelilingi sesuatu. Lalu beliau mengutus seseorang untuk melihatnya. Beliau berkata, ‘Coba lihat mengapa mereka berkumpul?’

Tak lama kemudian orang itu kembali dan berkata, ‘Mereka berkumpul menyaksikan mayat seorang wanita yang terbunuh.’ Beliau berkata, ‘Bukan mereka yang harus dibunuh!’ Ketika itu pasukan dipimpin Khalid bin Walid. Rasulullah SAW mengutus seseorang dan bersabda, ‘Katakanlah kepada Khalid, janganlah membunuh wanita dan jangan membunuh pegawai/buruh’.”

Ketiga, perilaku Rasulullah SAW kepada anak Yahudi yang jatuh sakit. Ini sebagaimana hadits sahih riwayat Bukhari dari Anas bin Malik.

عن أنس بن مالك رضي الله عنه : كان غلام يهودي يخدم النبي صلى الله عليه وسلم فمرض ، فأتاه النبي صلى الله عليه وسلم يعوده ، فقعد عند رأسه ، فقال له : أسلم . فنظر إلى أبيه وهو عنده ، فقال له : أطع أبا القاسم صلى الله عليه وسلم ، فأسلم ، فخرج النبي صلى الله عليه وسلم وهو يقول : الحمد لله الذي أنقذه من النار

“Seorang anak Yahudi yang biasa melayani Nabi Muhammad SAW menderita sakit. Lalu Nabi SAW membesuknya, kemudian dia duduk di sisi kepalanya. Lalu berkata, ‘Masuk Islamlah.’ Sang anak memandangi bapaknya yang ada di sisi kepalanya. Maka sang bapak berkata kepadanya, ‘Taatilah Abal Qasim SAW.’ Maka anak tersebut masuk Islam. Lalu Rasulullah SAW keluar seraya berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka.” (HR. Bukhari)

Keempat, dari Abdullâh bin Amr RA, dia berkata, “Nabi Muhammad SAW bersabda: 

عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : من قتل نفسا معاهدا لم يرح رائحة الجنة ، وإن ريحها ليوجد من مسيرة أربعين عاما 

‘Siapa yang membunuh orang kafir mu’ahad, (maka) ia tidak akan mencium bau surga, padahal baunya didapati dari jarak perjalanan empat puluh tahun.” (HR Bukhari)

Kelima, Rasulullah SAW berpesan kepada para panglima perangnya agar bertakwa dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah termasuk dalam peperangan. Salah satunya adalah tidak membunuh anak-anak.

Dari Buraidah, dia berkata, “Rasulullah SAW mewasiatkan kepada panglima perang atau pasukan, yang pertama agar ia dan pasukannya bertakwa kepada Allah. Di antara yang beliau katakan adalah “…jangan kalian membunuh anak-anak…” (HR Muslim, 1731).

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda, “Jangan kalian membunuh orang tua yang sudah sepuh, anak-anak, dan wanita…” (HR. Abu Dawud, Ibnu Abi Syaibah, dan Al-Baihaqi)

Sumber: saaid

KHAZANAH REPUBLIKA

Mualaf Jeffry Gunawan, Ujian demi Ujian Kuatkan Imannya

Mualaf Jeffry Gunawan bersyukur atas ujian demi ujian yang dia terima.

Jeffry Gunawan (29 tahun) merupakan pria kelahiran Surabaya. Masa kecilnya dihabiskan di Kota Pahlawan.

Dia dan keluarganya merupakan penganut agama yang taat. Sejak taman kanak-kanak, Koh Jeff, sapaan akrabnya, bersekolah di sekolah swasta yang berafiliasi dengan agama yang dianutnya. Koh Jeff menempuh pendidikan di satu yayasan yang sama hingga kelas dua SMP. Di saat itu, keluarganya memutuskan untuk menyekolahkannya di NTT, tepatnya Sumba Barat.  

Di perantauan inilah, Koh Jeff pertama kali mengenal Islam melalui akhlak teman dan keluarganya ketika kelas dua SMK. “Dulu saya diizinkan untuk mengendarai motor sehingga saya sering membonceng teman saya, antar jemput,” jelas dia.

Sama seperti dia, teman, sebut saja Anto, dan keluarganya juga adalah perantauan asal Malang. Rutinitasnya bertemu dengan Anto dan keluarganya menjadikan dia memiliki pandangan yang berbeda dengan sebuah keluarga. Hal yang tak pernah dia lakukan dengan kedua orang tuanya selama 17 tahun, mencium tangan dan pamit saat berangkat dan pulang sekolah. 

Bahkan, ibunya tak segan untuk menawarinya makan siang dan menganggapnya seperti anak sendiri. Koh Jeff akui, dia bukanlah anak yang patuh dan terkesan bandel. Perhatian Ibu Anto membuatnya tersentuh.  

Ini kali pertama Koh Jeff melihat kesantunan seorang Muslim dan keharmonisan keluarga. Namun, kisah ini tak cukup kuat untuk dia menjadi Muslim. Selain akrab dengan teman sekolah, Koh Jeff juga tetap taat beribadah meski jauh dari rumah.

Baca juga : 10 Film Fiksi Ilmiah Seru yang Tayang di Youtube

Dia diajak temannya untuk aktif ke gereja, tapi berbeda dari agamanya. Dia didaulat sebagai pemusik, khususnya drumer dan komposer. Tak hanya di tempat ibadah, keahliannya pun dia manfaatkan untuk mendapatkan uang saku.  

Banyak panggilan untuknya bermain musik hingga lintas kabupaten. Belakangan, bermain musik kemudian menjadi profesi baginya. Karena sangat mencintai hobi dan profesinya, tubuhnya pun dipenuhi dengan lukisan tato tentang musik dan peralatan musik lainnya.   

Setelah lulus sekolah, tepatnya pada 2010, Koh Jeff hijrah ke Labuan Bajo. Sebelumnya, dia sempat berpindah ke Bali. “Pekerjaan sebelumnya membawa saya ke dunia hitam dan gelap, saya jenuh dan saya berpikir harus berubah. Saya tidak ingin setengah-setengah, karena dalam hidup saya tidak ada abu-abu. Jika ingin berubah maka harus putih dan lepas dari hitam,” tutur dia. 

Akhirnya dia memutuskan untuk pindah ke Lombok. Di sana, dia tak lagi bermain musik. Koh Jeff beralih pekerjan menjadi tukang bangunan. Dia membangun rumah dan kosan milik seorang tokoh di sana, dia mengenalnya dengan panggilan Pak Haji Rahmat.   

Bagi dia yang merupakan non-Muslim, ada satu hal yang dianggap aneh olehnya. Pak Haji Rahmat menambahkan empat keran air di depan rumahnya. Ternyata, keran rumah itu disediakan gratis bagi jamaah yang akan sholat di masjid tak jauh dari rumah Pak Haji Rahmat. Dia berpikir saat itu, tindakan pemilik rumah adalah hal bodoh karena boros listrik dan air juga rumahnya jadi kotor karena banyak orang berlalu lalang di depan rumahnya.  

Koh Jeff sempat bertanya kepada Pak Haji Rahmat, dia pun membiarkannya dan tidak menjelaskan apa pun kepadanya. Satu hal yang membuatnya penasaran ini justru membuatnya terus memperhatikan orang yang datang berwudhu hingga dia hafal tata cara berwudhu setelah memperhatikan mereka, terutama saat istirahat bekerja. 

Menjadi tukang bangunan tentu mendapat upah harian. Saat itu, dia dibayar Rp 50 ribu per hari dan dibayarkan saat akhir pekan. Setelah tiga pekan bekerja, di hari Jumat, tiba-tiba Pak Haji Rahmat menegurnya karena sudah tiga kali berturut-turut tidak melaksanakan sholat Jumat. “Saya kemudian menjawab kalau saya bukan Muslim dan beliau meminta maaf kepada saya,” ujar dia. 

Setelah itu, anehnya setiap mendapat upah, Koh Jeff selalu mendapat lebih, kadang Rp 400 ribu atau Rp 450 ribu. Begitu seterusnya hingga pekerjaan selesai. Koh Jeff pun menanyakan alasan tambahan upah dan ternyata ini karena kejujuran dan kerajinannya melebihi teman-temannya yang lain. Nasihat keluarga memang tidak pernah salah, ketika giat bekerja dan jujur maka rezeki akan datang. 

Karena sering berinteraksi dengan pemilik rumah dan pengalamannya bersama temannya di NTT, Koh Jeff memutuskan untuk bersyahadat. Dia memutuskan kembali hijrah ke Labuan Bajo dan bersyahadat di daerah tersebut disaksikan seorang Ustazd. Tepat pada Maret 2013 dia bersyahadat.  

“Namun saat itu menjadi mualaf sangat sulit karena saya tidak mendapatkan pendampingan dan tuntunan sebagai Muslim yang baik,” jelas dia.  

Meski menjadi Muslim, Koh Jeff tidak bisa sholat dan kewajiban-kewajiban lainnya. Ujian pertama menjadi seorang Muslim pun datang. Niat awalnya ingin berhijrah menjadi lebih baik, namun ternyata dia kembali salah pergaulan dan terperosok. Akhirnya, dia memutuskan untuk merantau ke tempat lain.  

Sebelum pergi, dia sempat dimimpikan untuk pergi ke arah timur. Dan di sana dia melihat kubah yang besar. Dia pun kemudian memutuskan untuk pergi ke Ambon di tahun 2015. Dia menjual semua alat musik dan perabotan selama di Labuan Bajo.  

Hanya bermodalkan uang hasil penjualan dan buku kuning tuntunan sholat pemberian kepala tukangnya dahulu dia pergi menggunakan kapal. Ujian kembali mendatanginya. Tas tempatnya menaruh uang disobek dan uangnya hilang. “Saya hanya punya Rp 75 ribu sisa ongkos dan makan selama perjalanan, sisanya sebesar Rp 4,8 juta raib, “ujar dia. 

Koh Jeff kemudian memutuskan menghubungi kenalannya seorang anak buah kapal yang dekat dengan omnya. Namun, ujian kembali datang. Kali ini adalah fitnahan dari keluarga.  

Adik ibunya itu menghubungi kenalannya tersebut dan menceritakan bahwa Koh Jeff pergi karena mencuri uangnya hingga puluhan juta. Namun, alasan apa pun yang diberikan dia tidak percaya dan mengusirnya pergi setelah menginap tiga hari. Meski diusir, dia masih memberikan sebuah t-shirt bergambar komodo yang disukai paman kenalannya itu.  

Meskipun dia berbeda agama, dia masih mau menampungnya, apalagi Jeff seorang mualaf. Ambon pun ketika itu masih sering terjadi konflik agama. Kemudian, dia memutuskan menginap di penginapan namun dia hanya sanggup bayar satu malam. Tetapi, pengurusnya mengizinkan untuk menginap satu malam lagi.  

Setelah itu tanpa uang, dia hanya bisa tinggal di masjid. Penginapan tersebut tak jauh dari Masjid Raya Al Fatah. Saat itu, dia membaca buku tuntunan sholat dan dia membaca ada sholat tahajud untuk memohon pertolongan dan mengabulkan keinginan. Jeff mengakui, saat itu, hanya sholat tahajud yang baru dia bisa dan hanya itu yang dilakukannya tanpa sholat lima waktu. Baru setelah bermalam di masjid, dia ikut berjamaah.

Selama tiga hari, dia tak makan dan hanya minum air wudhu. Tidur pun di teras masjid. Hingga dia bertemu seseorang yang membantunya. “Pak Rahmat, seorang pegawai negeri, kemudian mengajak saya untuk mencarikan kosan dan pekerjaan,” jelas dia. 

Kenalannya yang memiliki rumah makan ternyata memiliki kosan dan membutuhkan pekerja. Jeff pun bekerja di sana menjadi tukang katering. Dari sinilah kariernya terus meningkat, dia kemudian dapat menjalin hubungan dengan banyak orang dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di sebuah perusahaan.  

Ujian kembali hadir, kali ini bukan ujian kesulitan, tetapi ujian kenikmatan. Dahulu dia meminta dengan harap kepada Allah SWT soal dunia, setelah mendapatkannya dia menjadi lupa diri. 

Jeff kembali meninggalkan sholat dengan alasan lingkungan pekerjaannya tidak mendukung. Kemudian, satu ketika, dia menghadiri kajian di masjid tanpa ada niat sebelumnya. Saat itu, tema kajian adalah azab, ujian, dan istidraj.   

“Saya langsung tertampar karena khawatir apa yang sedang saya rasakan ini adalah istidraj, diberikan kesenangan terus menerus meski tidak menjalankan kewajiban,” ujar dia. 

Saat itu juga, dia berdiskusi dengan sahabatnya untuk segera keluar dari pekerjaannya. Sahabatnya mencegahnya, bagaimanapun seorang Muslim harus kuat secara finansial. 

Namun, pekerjaannya tak mendukungnya sebagai seorang Muslim. Kemudian, dia berpikir untuk kembali berhijrah. Sahabatnya pun menghubungi kakaknya yang berada di Toli-Toli, Sulawesi Tengah.  

Dia pun akhirnya hijrah ke daerah tersebut dan fokus belajar Islam. Tak lama, Agustus 2018, dia menikah dengan kakak sahabatnya dan menetap di Palu. Beberapa waktu menikah, gempa mengguncang Palu, rumahnya dua kilometer dari Palu. Namun, ujian apa pun kini terus disyukuri olehnya. Meski sempat bersitegang dengan keluarga hingga ijazah ditahan. Kini, hubungan mereka baik-baik saja. 

Sejak awal, Jeff pun selalu berhubungan baik dengan ibunya dan menghormati keputusannya untuk memeluk Islam. Hanya saja, di awal memang ayahnya tidak menerimanya, namun melihat akhlak dan pribadinya yang semakin baik, keluarganya pun lebih senang dengan sosok Jeff saat ini. 

Dia kemudian bergabung dengan Mualaf Center Indonesia cabang Palu dan menjadi ketuanya. Kini, dia menjabat sebagai ketua Mualaf Center Indonesia cabang Sulawesi Tengah.  

Tak hanya berdakwah, untuk kebutuhan sehari-hari kini dia membuka usaha jual beli kendaraan bermotor. Kini dia juga disibukkan  \menjadi relawan bagi korban bencana di beberapa daerah.  

KHAZANAH REPUBLIKA

Syekh Abul Khair Mimpi Diberi Roti oleh Rasulullah

Syekh Abul Khair Aqtha becerita pada suatu kali ia pergi sendiri tanpa ada yang menemaninya ke Madinah Al Munawaroh. Selama lima hari di Madinah ia belum pernah makan karena tidak uang untuk membeli makanan.

“Bahkan makanan sekedar untuk dicicipi saja tidak ada,” kata Syekh Abul Khair seperti dikisahkan dalam kitab Fadhilan Haji karangan Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi Rah.a.

Dalam keadaan seperti itu ia pergi ke makam Rasulullah SAW.  Setelah sampai di sana ia mengucapkan salam kepada Rasulullah SAW dan kepada Syaikhain (Abu Bakar dan Umar). 

Setelah itu Syekh Abul Khair berkata. “Ya Rasulullah, nanti malam aku akan menjadi tamumu,” katanya.

Kemudian Syekh Abul Khair pergi ke belakang mimbar dan tidur di sana. Di dalam tidurnya itu ia bermimpi melihat Rasulullah SAW datang beserta Abu Bakar ra di sebelah kanannya, Umar ra di sebelah kirinya, Ali ra. 

Dalam mimpi itu Ali ra maju kehadapan Syekh Abu Khair seraya berkata untuk memanggilnya. “Lihatlah, Rasulullah datang kepadamu,”

Syekh Abul Khair pun berdiri dan Rasulullah SAW memberikan sepotong roti. “Aku pun memakan separuh bagian, dan ketika aku terbangun, roti yang separuhnya berada di dalam genggamanku,” katanya.

Syekh Maulana Muhammad Zakariya Al-Kandahlawi bahwa kisah ini dikutip dalam kitab Raudh,Wafa. Kisah semacam ini dialami oleh Syekh Ibnu Jala.

IHRAM

Menuju Kesempurnaan Ibadah Shalat (Bag. 2): Thaharah

Baca penjelasan sebelumnya pada artikel Menuju Kesempurnaan Ibadah Shalat (Bag. 1).

Thaharah atau yang biasa kita sebut bersuci merupakan syarat penting sahnya suatu ibadah shalat. Dalam setiap pembahasan tentang fiqih, Bab Thaharah selalu didahulukan sebagai pertanda betapa pentingnya mempelajari thaharah sebelum melaksanakan ibadah seperti shalat, membaca al-qur’an, thawaf dan ibadah lainnya yang mensyaratkan thaharah sebelum melaksanakannya.

Rasulullah shallallahualaihi wasallam bersabda :

مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ

“Kunci shalat adalah bersuci, yang mengharamkannya adalah takbir dan yang menghalalkannya adalah salam” [1]

Bersuci merupakan bentuk kesempurnaan iman sebagaimana sabda Rasulullah shallahahu alaihi wasallam:

اَلطُّهُوْرُ شَطْرُ الْإِمَان

“Bersuci itu setengah dari iman”  [2]

Thaharah dilakukan dengan cara menghilangkan hadats (kotoran) yang termasuk dalam kategori najis; menggunakan air atau debu yang dapat menyucikan. [3]

Najis atau kotoran tersebut merupakan penghalang bagi seorang muslim untuk melaksanakan ibadah shalat. Dengan demikian, membersihkan najis dari tubuh dan pakaian merupakan syarat yang harus kita penuhi sebelum melaksanakan shalat.

Adapun air yang digunakan untuk thaharah adalah air yang suci dzatnya dan  dapat digunakan untuk menyucikan, sebagaimana firman Allah :

وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ

“…dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu” (QS. al-Anfal : 11)

Dalam Ayat lain Allah Ta’ala juga berfirman :

وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا

” dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih”. (QS. al-Furqan : 48)

Begitupula dengan thaharah menggunakan debu (Baca : Tayammum) yang disebabkan beberapa hal seperti ketiadaan air, sakit yang tidak bisa tersentuh air dan berbagai faktor lainnya sehingga Allah Ta’ala memberikan keringanan kepada setiap ummatnya untuk memperoleh jalan lain dalam rangka menyucikan diri baik secara bathiniyah maupun lahiriyyah sebelum beribadah kepada Rabb-Nya.

Berkaitan dengan tayammum ini, Allah Taala berfirman :

وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ “

… dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu…” (QS. Al-Maaidah: 6)

Rasulullah shallallahualaihi wasallam juga bersabda :

إِنَّ الصَّعِيْدَ الطَّيِّبَ طَهُوْرُ الْمُسْلِمِ وَإِنْ لَمْ يَجِدِ الْمَاءَ عَشْرَ سِنِيْنَ.

Sesungguhnya tanah yang suci adalah sarana bersuci bagi seorang muslim. Meskipun ia tidak menemukan air selama sepuluh tahun.” [4]

Jenis Thaharah

Thaharah terbagi menjadi 2 (dua) jenis,  yaitu Thaharah Zahiriyyah dan Thaharah Bathiniyyah.

Thaharah Zahiriyyah maksudnya adalah menyucikan badan, pakaian dan tempat shalat dari najis dengan berwudhu atau bertayammum menggunakan air atau debu yang suci.[5]

Sedangkan Thaharah Bathiniyyah yaitu menyucikan diri dari kemusyrikan dan kemaksiatan.

Thaharah Bathiniyyah lebih utama didahulukan daripada thaharah Zahiriyyah, sebab tidaklah sah bersucinya seseorang yang masih melakukan kesyirikan, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

إِنَّ المُشْرِكِيْنَ نَجَسٌ

“Sesungguhnya orang-orang musyrik itu janis (kotor jiwa)”. (QS. at-Taubah : 28)

Hal yang penting diperhatikan dalam menggunakan air untuk bersuci adalah agar air tersebut tidak bercampur najis dengan memastikan bahwa air itu tidak berubah warna, rasa atau baunya.

Thaharah bhatiniyyah dilakukan dengan mentauhidkan Allah dan tidak berbuat kesyirikan. Oleh karenanya, setiap muslim yang mukallaf wajib membersihkan dirinya dari kemusyrikan.

Juga tidak kalah pentingnya, seorang mukallaf membersihkan dirinya dari perbuatan maksiat, dengki, riya’, ujub, sum’ah dan segala perbuatan yang dilarang secara syar’i. Hal ini dilakukan demi memperoleh jalan menuju kesempurnaan ibadah shalat agar diterima oleh Allah Ta’ala Wallahualam bi as-shawaab

[Bersambung]

***

Penulis: Fauzan Hidayat, S.STP., MPA

Artikel: Muslim.or.id

Dimana Kehidupan Yang Baik?

Allah Swt Berfirman :

مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَلَنُحۡيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةٗ طَيِّبَةٗۖ وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ

“Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS.An-Nahl:97)

Sayyidina Ali bin abi tholib menafsirkan kalimat “kehidupan yang baik” dengan arti Qona’ah (merasa cukup.

Tidak ada jalan menuju kehidupan yang baik, tenang dan tentram kecuali dengan Qona’ah. Kenapa?

Karena apabila seorang hamba rela dengan apa yang diberikan oleh Allah kepadanya, maka ia akan hidup terhormat walau tidak memiliki banyak harta.

Rasulullah Saw juga memberikan wejangan kepada umatnya untuk menumbuhkan sifat Qona’ah dalam hatinya.

“Jadikan dirimu rela terhadap apa yang diberikan oleh Allah, maka engkau akan menjadi manusia paling kaya.”

Rasul Saw bersabda :

“Kekayaan bukanlah dengan banyaknya harta, namun kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan jiwa.”

Qona’ah mendatangkan kecintaan Allah dan kecintaan manusia.

Seorang yang merasa cukup dengan apa yang diberikan oleh Allah Swt akan memiliki jiwa yang tenang, hati yang bahagia dan pikiran yang rileks.

Dia tidak memperhatikan apa yang dimiliki orang lain dan tidak ambisi dengan apa yang tidak ia miliki. Karenanya, orang seperti ini akan mendapat kecintaan Allah dan dicintai pula oleh manusia. Sungguh benar apa yang disabdakan oleh Rasulullah Saw.

“Bersikaplah zuhud di dunia maka Allah akan mencintaimu dan zuhudlah dengan apa yang dimiliki orang lain maka manusia akan mencintaimu.”

Orang yang Qona’ah adalah orang yang bersyukur.

Tentunya, seseorang tidak akan mencapai derajat syukur jika ia tidak merasa cukup dengan apa yang ia miliki. Orang yang bersyukur adalah ia rela dengan rezeki yang diberikan oleh Allah dan merasa cukup dengannya.

Orang yang Qona’ah adalah orang yang memiliki kehormatan diri. Tidak pernah ia merendahkan wajahnya untuk memohon kepada orang lain.

Rasulullah Saw pernah memberi kabar gembira bagi orang-orang yang Qona’ah dalam sabdanya :

“Sungguh telah beruntung seorang yang masuk Islam dan mendapat anugerah berupa kecukupan dari Allah Swt. Sehingga Allah menjadikannya rela dengan apa yang ia dapatkan.”

Orang yang Qana’ah, hidupnya seperti raja.

Sayyidina Ali bin Abi tholib pernah berkata :

“Jadilah orang yang Qana’ah maka engkau akan menjadi raja (merasa cukup dan tidak memerlukan yang lain).”

Semoga kita termasuk orang-orang yang Qana’ah.

KHAZANAH ALQURAN