Marah yang Dianjurkan

Dalam kehidupan sehari-hari, sering terbetik di benak kita bahwa marah adalah sesuatu yang buruk. Oleh karenanya, banyak anjuran, tips, dan keutamaan untuk menahan marah. Padahal, dalam agama Islam, marah yang biasanya dikenal orang dengan perilaku tercela, ternyata tidak semua marah adalah keburukan. Ada beberapa marah yang baik, dianjurkan, bahkan terpuji.

Marah yang dianjurkan dan terpuji

Marah yang baik dan dianjurkan adalah marah karena Allah Ta’ala. Yakni, marah disebabkan ada aturan (syariat) Allah yang dihina dan dilanggar, menegakkan kebenaran, dan untuk membela agama. Itulah marah yang terpuji dan mendapatkan pahala. Sebagaimana marahnya Nabi Musa ketika pulang mendapati kaumnya berbuat kesyirikan dengan menyembah patung anak sapi (Lihat QS. Al-A’raf: 148-154).

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَمَّا رَجَعَ مُوسَىٰٓ إِلَىٰ قَوْمِهِۦ غَضْبَٰنَ أَسِفًا قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُونِى مِنۢ بَعْدِىٓ ۖ

“Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati, dia berkata, ‘Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku!’” (QS. Al-A’raf: 150)

Walaupun ada marah yang dianjurkan, tetapi harus terukur.

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ

“Bukanlah orang kuat (yang sebenarnya) dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) pergulatan (perkelahian), tetapi orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan (menahan) dirinya ketika marah (yang tercela maupun yang terpuji).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain,

مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللَّهُ مِنَ الْحُورِ مَا شَاءَ

“Barangsiapa yang menahan kemarahannya padahal dia mampu untuk melampiaskannya, maka Allah Ta’ala akan memanggilnya (membanggakannya) pada hari kiamat di hadapan semua manusia sampai (kemudian) Allah membiarkannya memilih bidadari bermata jeli yang disukainya.”  (HR. Abu Dawud no. 4777, At-Tirmidzi no. 2021, Ibnu Majah no. 4186)

Indikasi marah yang terukur

Pertama, tidak memicu perbuatan yang melanggar aturan syariat (agama).

Misalnya: memukul, main hakim, mencaci-maki, dan lainnya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَسُبُّوا۟ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ فَيَسُبُّوا۟ ٱللَّهَ عَدْوًۢا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ

“Dan janganlah kamu memaki sesembahan-sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” (QS. Al-An’am: 108)

Kedua, memberikan nasihat.

Ketika seseorang marah karena Allah, maka marah tersebut adalah marah yang membangun dan mendorong kita untuk semakin  semangat menyampaikan kebaikan dan kebenaran.

Diriwayatkan dari Abu Mas’ud Al-Badri bahwa ada petani menemui Rasulullah dan berkata perihal ia memisahkan diri dari salat (dalam riwayat lain memperlambat datang salat) karena si fulan terlalu lama (memanjangkan) bacaan surah pada saat salat. Begitu Rasulullah mendengar petani tersebut, Abu Mas’ud kemudian berkata,

فَمَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَطُّ أَشَدَّ غَضَبًا فِي مَوْعِظَةٍ مِنْهُ يَوْمَئِذٍ ثُمَّ قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ مِنْكُمْ مُنَفِّرِينَ فَأَيُّكُمْ مَا صَلَّى بِالنَّاسِ فَلْيُوجِزْ فَإِنَّ فِيهِمْ الْكَبِيرَ وَالضَّعِيفَ وَذَا الْحَاجَةِ

“Belum pernah kulihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedemikian marahnya seperti ketika beliau menasihatinya.” Lantas, Nabi menegur, “Hai manusia, jangan sampai ada di antara kalian ada yang menjadikan orang lain menjauhkan diri dari (masjid dan ibadah), siapa di antara kalian mengimami orang-orang, lakukanlah secara ringkas (sederhana), sebab di sana ada orang-orang tua, orang lemah, dan orang yang mempunyai keperluan.” (HR. Bukhari)

Lihatlah, bagaimana ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam marah dan melampiaskannya dengan sesuatu yang positif. Beliau memanfaatkan momen marah tersebut untuk memberikan nasihat kepada para sahabatnya.

Ketiga, memberikan hukuman.

Hal ini dilakukan agar timbul efek jera bagi pelaku dan peringatan bagi orang lain agar tidak melakukan kesalahan yang sama.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata,

وما نِيل منْهُ شيء قَطُّ فَيَنتَقِم مِنْ صاحِبِهِ إِلاَّ أَنْ يُنتَهَكَ شَيء مِن مَحَارِمِ اللَّهِ تعالى : فَيَنْتَقِمَ للَّهِ تعالى

“Tidak pernah (Rasulullah) itu terkena sesuatu yang menyakiti, lalu memberikan pembalasan kepada orang yang berbuat terhadapnya, kecuali jikalau ada sesuatu dari larangan-larangan Allah dilanggar, maka Rasulullah memberikan pembalasan karena mengharapkan keridaan Allah Ta’ala. (HR. Bukhari dan Muslim)

Bahkan, Nabi tak segan memotong tangan anaknya sendiri (Fatimah) jika mencuri,

أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَايْمُ اللهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

“Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum). Namun, jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ

“Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan salat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukullah (aturan memukul dalam Islam: maksimal 10x, tidak di tempat yang sama, alatnya tidak boleh dari besi/rotan, tidak boleh membekas) mereka saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud no. 495. Lihat Irwa’u Ghalil, no. 247)

Allah pun juga bisa marah

Sebagaimana makhluknya (manusia), Sang Khalik (Allah) pun bisa marah. Allah Ta’ala berfirman,

غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ

“… bukan (jalan) mereka yang dimurkai Allah dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah: 7)

Dalam firman-Nya yang lain,

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

Dan barangsiapa membunuh seorang beriman dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya, serta menyediakan azab yang besar baginya.(QS. An-Nisa: 93)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

إِنَّ اللهَ لَمَّا قَضَى الْخَلْقَ كَتَبَ عِنْدَهُ فَوْقَ عَرْشِهِ إِنَّ رَحْمَتِي سَبَقَتْ غَضَبِي

Sesungguhnya tatkala Allah menetapkan makhluk-Nya, Dia tulis di sisi-Nya di atas arsy bahwa rahmat-Ku mendahului murka-Ku.(HR. Bukhari)

Namun, perlu diketahui bahwa marahnya Allah tidak sama dengan marah makhluknya. Hal ini sebagaimana firman-Nya,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Tidak ada sesuatu apapun yang menyamainya. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.(QS. Asy-Syura: 11)

Sifat-sifat Allah adalah sifat yang sempurna, agung, tinggi, tanpa ada aib dan kekurangan. Begitu pula, sifat murka Allah adalah sifat yang sempurna, sesuai keagungan dan kemuliaan-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلِلَّهِ ٱلْمَثَلُ ٱلْأَعْلَىٰ ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ

“… dan Allah mempunyai sifat yang Mahatinggi, dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. An-Nahl: 60)

***

Penulis: Arif Muhammad N.

Sumber: https://muslim.or.id/90026-marah-yang-dianjurkan.html
Copyright © 2023 muslim.or.id

Apa Hukum Mencukur Cambang?

Pertanyaan:

Bismillah, apa hukumnya mencukur jambang (cambang) namun membiarkan jenggot?

(Filzon Ibnu Zubir)

Jawaban:

Alhamdulillah, ash-shalatu wassalamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala alihi wa man walah, amma ba’du,

Pembahasan mencukur cambang ini termasuk dalam pembahasan tentang النمص (an-namsh). Terdapat hadis-hadis shahih yang melarang perbuatan an-namsh. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

لعن اللهُ الواشِماتِ والمُوتَشِماتِ، والمتنَمِّصاتِ، والمتفَلِّجاتِ للحُسنِ المغَيِّراتِ خَلْقَ اللهِ

“Allah melaknat wanita yang mentato dan yang minta ditato, wanita yang mencabut alisnya, dan wanita yang mengikir gigi untuk menghiasi dirinya, mereka adalah orang-orang yang mengubah-ubah ciptaan Allah” (HR. Al-Bukhari no.4886, Muslim no.2125).

Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu ia berkata:

لَعنَ النبي صلَّى اللهُ عليه وسلَّم الْوَاصِلَةَ والْمُسْتَوْصِلَةَ، والْواشِمَةَ والْمُسْتَوْشِمَةَ

“Nabi shallallahu’alaihi wasallam melaknat wanita yang menyambung rambut atau yang minta disambungkan, dan wanita yang mentato dan yang minta ditato” (HR. Al-Bukhari no. 5947, Muslim no. 2124).

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, 

لعن اللهُ الواشماتِ والمستوشماتِ ، والنامصاتِ والمتنمصاتِ ، والمتفلجاتِ للحسنِ المغيِّراتِ خلقَ اللهِ. ما لي لا ألعنُ من لعنَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ، وهو في كتابِ اللهِ

“Allah melaknat wanita-wanita yang mentato dirinya atau meminta ditato, yang mencukur alisnya atau meminta dicukurkan, dan yang mengikir giginya agar terlihat indah. Mereka semua mengubah-ubah ciptaan Allah. Tidaklah aku mendoakan laknat, kecuali yang didoakan laknat oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dan terdapat dalam Kitabullah” (HR. Al-Bukhari no. 5948, Muslim no. 2125).

An-namsh secara bahasa artinya mencabut rambut yang tumbuh di wajah. Ibnu Manzhur dalam Lisanul Arab mengatakan:

النمص: رقة الشعر ودقته، حتى تراه كالزغب، والنَّمص: نتف الشعر، تنمصت المرأة: أخذت شعر جبينها بخيط لتنتفه، قال الفَرَّاء: النامصةُ: التي تنتف الشعر من الوجه

an-namsh adalah menipiskan rambut sehingga halus seperti bulu roma. Dan an-namsh juga bermakna mencabut rambut. Wanita yang melakukan namsh artinya wanita yang mencabut alisnya dengan benang. Al-Farra’ mengatakan: an-namishah artinya wanita yang mencabut rambutnya dari wajah” (Lisanul Arab, 7/101).

Dalam Mu’jam Al-Wasith disebutkan:

انتمصت المرأة: أمرت النامصة أن تنتف شعر وجهها

“Wanita yang melakukan namsh adalah wanita yang mencabut rambut di wajahnya”.

Ibnu Atsir rahimahullah mengatakan:

النامصة: هي التي تنتف الشعر من وجهها

an-namishah adalah wanita yang mencabut rambut di wajahnya” (An-Nihayah fi Gharibil Hadits, 5/119).

Dari sini kita lihat bahwa mayoritas ahli lughah (ahli bahasa) menyebutkan bahwa an-namsh adalah mencabut rambut di wajah secara umum bukan hanya alis. 

Demikian juga jumhur ulama fikih, mereka memaknai hadis di atas sebagai larangan mencabut atau mencukur rambut di wajah secara umum. Ini pendapat mazhab Hanafi, Syafi’i, Hambali, Zhahiri, dan salah satu pendapat Maliki.

An-Nawawi rahimahullah, ulama Syafi’iyah, beliau mengatakan:

وأما النامصة فهي التي تزيل الشعر من الوجه

“Adapun an-namishah adalah menghilangkan rambut dari wajah” (Syarah Shahih Muslim, 14/106).

Ar-Ramli rahimahullah, ulama Syafi’iyah, beliau mengatakan:

التنميص، وهو الأخذ من شعر الوجه والحاجب المُحَسّن

at-tanmish adalah menghilangkan rambut wajah dan alis untuk memperindah tampilan” (Nihayatul Muhtaj, 2/25).

Al-Buhuti rahimahullah, ulama Hambali, beliau mengatakan:

ويحرم نمص، وهو نتف الشعر من الوجه

“Dan diharamkan namsh, yaitu mencabut rambut di wajah” (Kasyful Qina’, 1/81).

Al-Hashkafi rahimahullah, ulama Hanafi, beliau mengatakan:

النامصة: التي تنتف الشعر من الوجه، والمتنمصة التي يفعل بها ذلك

An-namishah adalah mencabut rambut di wajah. Dan mutanamishah adalah orang yang melakukannya” (Ad-Durrul Mukhtar, 6/373).

Pendapat ini juga dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz.

Sebagian ulama berpendapat bahwa makna an-namsh terbatas pada mencabut rambut alis. Abu Daud As-Sijistani rahimahullah mengatakan:

النامصة: التي تنقش الحاجب حتى ترقه

An-namishah adalah wanita yang memotong alisnya sampai tipis” (Sunan Abu Daud, hal. 586).

Demikian juga An-Nawawi dalam Al-Majmu’ mengatakan:

النامصة: التي تأخذ من شعر الحاجب

An-namishah adalah menghilangkan rambut alis” (Al-Majmu’ , /141).

Yang rajih adalah pendapat jumhur ulama bahwa an-namsh mencakup seluruh rambut di wajah termasuk di dalamnya rambut alis. Maka haram hukumnya untuk ditipiskan atau dicabut. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan:

أكثر أهل اللغة يقولون: إن النمص نتف شعر الوجه، وعلى هذا التعريف يكون خاصاً بالوجه، والنمص من كبائر الذنوب

“Mayoritas ahli bahasa Arab mengatakan bahwa an-namsh adalah mencabut rambut di wajah. Dengan definisi ini maka larangan an-namsh itu berlaku khusus untuk rambut di wajah. Dan an-namsh adalah dosa besar” (Liqa Babil Maftuh, rekaman no. 160a).

Mencukur cambang juga dianggap sebagian ulama termasuk dalam mencukur jenggot. Sedangkan mencukur jenggot tidak diperbolehkan. Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

انهكوا الشواربَ ، وأعفوا اللحى

“Pendekkanlah kumis dan biarkanlah jenggot” (HR. Al-Bukhari no. 5893, Muslim no. 259).

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan:

“Makna an-namishah diperselisihkan para ulama lughah dan pakar gharibul hadits. Sebagian mereka mengkhususkan kepada makna mencabut alis. Mereka mengatakan bahwa an-namsh adalah mencabut rambut alis. Dan al-inmash juga bermakna menipiskan (rambut alis). Sebagian ulama lain mengatakan: an-namsh mencakup alis dan seluruh rambut di wajah. An-namsh adalah mencabut rambut di wajah secara mutlak, termasuk rambut di pipi dan di kening.

Hadis-hadis tentang larangan an-namsh tidak menyebutkan kecuali para wanita. Namun dari sisi illah-nya, kita katakan larangan ini berlaku umum. Yang disebutkan di dalam hadis adalah an-namishah (wanita yang mencabut rambut wajah), namun dari sisi illah-nya yaitu mengubah-ubah ciptaan Allah, hukumnya berlaku umum. Sehingga tidak khusus untuk wanita saja walaupun memang mereka yang disebutkan di dalam hadis. Wallahu a’lam, sebabnya adalah karena menipiskan atau mencabut rambut wajah adalah kebiasaan para wanita. Merekalah yang lebih bersemangat untuk melakukan demikian, dengan klaim dalam rangka untuk berhias untuk suami mereka. Oleh karena itu larangan dalam hadis menyebutkan wanita saja. Namun hukumnya berlaku umum.

Oleh karena itu, larangan mentato juga berlaku untuk laki-laki. Karena terdapat di atas juga terdapat lafadz “Allah melaknat wanita-wanita yang mentato”. Andaikan perbuatan mentato ini dilakukan oleh laki-laki, hukumnya haram. Demikian juga masalah an-namsh. Maka pendapat yang tepat, larangan an-namsh berlaku umum. Tidak boleh laki-laki menipiskan alisnya atau rambut di wajahnya. Karena rambut di pipi juga termasuk jenggot. Dalam Al-Qamus Al-Muhith disebutkan, 

اللحية: ما نبت على الخدّين والذقن

“Jenggot adalah rambut yang tumbuh pada pipi dan dagu”

Dan ‘ala kulli haal, namsh yang paling besar dosanya adalah mencukur rambut alis”. 

(Fatawa Ad-Durus, no. 150).

Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom. 

***

KONSULTASI SYARIAH

Hukum Bermain Sulap

Pertanyaan:

Apa hukum permainan sulap yang sekedar trik, kecepatan tangan dan tipuan pandangan mata tanpa menggunakan ilmu sihir sama sekali?

Jawaban:

Alhamdulillah, ash-shalatu wassalamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala alihi wa man walah, amma ba’du,

Kita telah mengetahui bahwa sihir merupakan dosa dan kekufuran. Sebagaimana Allah ta’ala berfirman : 

يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ

“Mereka (Harut dan Marut) mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: ‘Sesungguhnya kami hanya ujian (bagimu), sebab itu janganlah kamu kufur’” (QS. Al-Baqarah: 102).

Sihir juga merupakan salah satu dosa besar. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda:

اجتنبوا السبعَ الموبقاتِ . قالوا : يا رسولَ اللهِ ، وما هن ؟ قال : الشركُ باللهِ ، والسحرُ ، وقتلُ النفسِ التي حرّم اللهُ إلا بالحقِّ ، وأكلُ الربا ، وأكلُ مالِ اليتيمِ ، والتولي يومَ الزحفِ ، وقذفُ المحصناتِ المؤمناتِ الغافلاتِ

“Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan. Para sahabat bertanya: wahai Rasulullah, apa saja itu? Rasulullah menjawab: berbuat syirik terhadap Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan hak, makan riba, makan harta anak yatim, kabur ketika peperangan, menuduh wanita baik-baik berzina” (HR. Bukhari no. 2766, Muslim no. 89).

Adapun sulap walaupun tidak menggunakan ilmu sihir, yaitu menggunakan kecepatan tangan, alat sulap, permainan pikiran, atau menggunakan zat kimia, namun sulap disebut oleh para ulama sebagai sihir majazi. Sehingga hukumnya sama dengan hukum sihir. Al-Alusi dalam tafsirnya mengatakan:

وأما ما يتعجب منه ـ كما يفعله أصحاب الحيل بمعونة الآلات المركبة على النسبة الهندسية تارة، وعلى صيرورة الخلاء ملاء أخرى، وبمعونة الأدوية كالنارنجيات، أو يريه صاحب خفة اليد ـ فتسميته سحرًا على التجوز، وهو مذموم أيضًا عند البعض، وصرح النووي في الروضة بحرمته. اهـ

“Adapun permainan yang membuat takjub orang-orang, sebagaimana yang dilakukan oleh para ahli ilusi yang terkadang dengan bantuan teknologi, atau trik ruangan yang kosong lalu diisi oleh orang lain secara tersembunyi, atau menggunakan zat naranjiyyah, atau menggunakan trik kecepatan tangan, ini semua disebut sihir majazi. Perbuatan seperti ini juga tercela menurut sebagian ulama, sebagaimana ditegaskan oleh An-Nawawi dalam kitab Ar-Raudhah tentang keharamannya” (Ruhul Ma’ani, 1/109).

Ilmu sulap dalam bahasa Arab disebut juga dengan sya’badzah. Dalam Mu’jam Al-Wasith disebutkan:

شَعبذةً: مهر في الاحتيال وأرى الشيءَ على غير حقيقته، معتمدًا على خداع الحواس

Sya’badzah adalah kemampuan untuk mengelabui orang lain dan memperlihatkan sesuatu kepada orang lain tidak sebagaimana hakikatnya, menggunakan trik yang mengelabui panca indra”.

Ar-Ramli, ulama besar mazhab Syafi’i, beliau menjelaskan tentang hukum sya’badzah:

وَلَا حَاجَةَ إلَى تَمْيِيزِ السِّحْرِ عَمَّا فِيهِ شِبْهُهُ مِنْ الْعُلُومِ كالسيميا وَالشَّعْبَذَةِ لِمُشَارَكَتِهَا إيَّاهُ فِي وُجُوبِ اجْتِنَابِهَا لِتَحْرِيمِهَا عَلَى أَنَّ كَثِيرًا مِنْ الْعُلَمَاءِ أَدْرَجُوهَا 

“Dan tidak perlu membedakan antara ilmu sihir dengan ilmu yang mirip dengannya, seperti simiya dan sya’badzah. Ilmu-ilmu ini sama dengan ilmu sihir, sehingga wajib untuk dijauhi karena haramnya. Dan banyak para ulama memasukkan ilmu-ilmu tersebut dalam kategori ilmu sihir” (Fatawa Ar-Ramli, 4/374-375).

Al-Allamah Manshur Al-Buhuti rahimahullah, ulama besar mazhab Hambali, beliau mengatakan:

يُعَزَّرُ مَنْ (يَدْخُلُ النَّارَ وَنَحْوَهُ) مِمَّنْ يَعْمَلُ الشَّعْبَذَةَ وَنَحْوَهَا

“Orang yang masuk ke api dan semisalnya yang mempraktekkan sya’badzah, mereka dijatuhi hukuman ta’zir” (Kasyful Qina’, 6/128).

Ibnul Humam, seorang ulama mazhab Hanafi, beliau mengatakan:

وَلَا تُقْبَلُ شَهَادَةُ أَهْلِ الشَّعْبَذَةِ وَهُوَ الَّذِي يُسَمَّى فِي دِيَارِنَا دِكَاكًا لِأَنَّهُ إمَّا سَاحِرٌ أَوْ كَذَّابٌ: أَعْنِي الَّذِي يَأْكُلُ مِنْهَا وَيَتَّخِذُهَا مُكْسِبَةً، فَأَمَّا مَنْ عَلِمَهَا وَلَمْ يَعْمَلْهَا فَلَا

“Tidak diterima persaksian dari orang yang mempraktekan sya’badzah, yaitu orang-orang yang disebut dengan dakkak di negeri kita. Karena dakkak itu bisa jadi ia penyihir betulan atau ia menipu orang. Yang saya maksud di sini adalah orang yang menjadi dakkak untuk mencari penghasilan. Adapun yang mengetahui ilmunya namun tidak mempraktekannya, maka tidak demikian” (Fathul Qadir karya Ibnul Humam, 7/414).

Dari penjelasan para ulama di atas, jelaskan tentang terlarangnya mempraktekkan ilmu sulap. Ilmu sulap juga terlarang karena mirip seperti ilmu sihir dan pelakunya mirip seperti penyihir. Padahal kita dilarang untuk menyerupakan diri dengan ahli maksiat. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

من تشبَّهَ بقومٍ فَهوَ منْهم

“Siapa yang menyerupai suatu kaum, ia bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu Daud, 4031, dihasankan oleh Ibnu Hajar di Fathul Bari, 10/282, dishahihkan oleh Ahmad Syakir di ‘Umdatut Tafsir, 1/152).

Syaikh Abdullah bin Muhammad Al-Ghunaiman menjelaskan,

التشبه بالساحر حرام، المسألة الرابعة: العقد مع النفث من ذلك، يعني: كونه يعقد عقداً ثم ينفث فيه هذا من السحر، وهذا من المحرمات، سواءً كان الإنسان ساحراً أو يتشبه بالساحر، وقد يفعل ذلك بعض الجهال تشبهاً بالساحر، فإذا رأى أن الساحر يفعل كذا فيريد أن يفعل مثله…. اهـ

“Menyerupakan diri dengan penyihir hukumnya haram. Kemudian masalah yang keempat, membuat buhul kemudian meniupnya, maka ini adalah perbuatan sihir. Dan hukumnya haram. Baik dia benar-benar penyihir atau hanya menyerupai penyihir. Dan perbuatan seperti ini dilakukan oleh sebagian orang jahil untuk meniru para penyihir. Ketika mereka melihat para penyihir melakukan seperti itu, mereka pun ingin menirunya” (Syarah Fathul Majid karya Syaikh Al-Ghunaiman, 76/17).

Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom. 

***

KONSULTASI SYARIAH

Muhammad Al-Dheif:  Simbol Perlawanan dan Legenda “Kucing 9 Nyawa”  

“Israel” gagal memburu Mohamad Al-Deif selama 26 tahun sejak 1995,  keberadaanya menjadi legenda, hingga media Barat menjulukinya “Kucing 9 Nyawa”

MOHAMMAD Al-Dheif, komandan militer tertinggi Brigade Izzuddin al-Qassam, sayap militer kelompok Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), paling dicari, dalam beberapa bulan terakhir telah menjadi ikon “penyelamat” nasional bangsa Palestina.

Para jenderal, pengamat militer dan politisi Israel melihat keberadaan Al-Dheif telah menjadi simbol dan legenda, setelah ia selamat dari beberapa upaya pembunuhan pihak Zionis Isral, tulis Al-Jazeera.

Baru-baru ini, sebuah diskusi di sebuah media berbasa Ibradi mengenai perang di Jalur Gaza membahas peran penting yang dimainkan Muhammad al-Dheif, panglima Brigade Izz al-Din al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas). ), dan mengenai isu tawanan Israel yang masih ditahan pejuang perlawanan Palestina di Jalur Gaza.

Elior Levy, koresponden urusan Palestina dan Arab untuk Channel KAN 11 Israel percaya bahwa campur tangan Al-Dheif di Hamas “sangat dalam”, bahkan dia ikut campur dalam masalah-masalah yang sangat rumit, termasuk urusan roket.

Dia mengatakan bahwa cacat fisiknya, tidak berarti dia cacat mental, ujarnya dikutip Al Jazeera.

Sementara itu, Jenderal Tamir Hayman, mantan Direktur Pelaksana Institut Studi Keamanan Nasional (INSS) mengatakan Al-Dheif “memiliki kemampuan kognitif, dan dia telah menjadi simbol dan legenda setelah selamat dari beberapa upaya pembunuhan.

“Menyebut namanya saja sudah memotivasi para petempur, “ katanya mengacu pada pejuang Palestina.

Mohammed Dheif Mohammed Diab Ibrahim Al-Masry atau Abu Khaled, yang lebih popular dipanggil Mohammed Al-Dheif (lahir 1965), adalah seorang komandan militer Palestina dan Panglima Brigade Izzuddin al-Qassam, sayap militer Hamas.

Sementara Ohid Himo, koresponden urusan Palestina di Channel 12 Israel, mengklaim bahwa pemimpin gerakan Hamas telah tinggal di ruangan gelap selama bertahun-tahun, dan informasi penjajah Zionis menegaskan bahwa dia menderita kelumpuhan di sisi kiri tubuhnya dan kehilangan penglihatan (salah satu mata) setelah menjadi sasaran upaya pembunuhan intelijen Israel.

Umumnya hari-hari ini bahasan dalam diskusi yang diselenggarakan stasiun TV Israel membahas kontroversi seputar tawanan ‘Israel’ yang masih ditahan kelompok pejuang Palestina, dan ketidakmampuan kepemimpinan militer dan politik penjajah mencapai tujuan yang dinyatakan dalam kampanye perangnya di Gaza.

Channel 14 Israel, misalnya, mengutip Doron Matza, pakar konflik Arab-Israel, yang mengatakan bahwa jika Israel puas hanya dengan mencapai tujuan memulangkan tawanan saja, maka negara penjajah itu akan kalah dalam pertempuran.

“Israel dijamin akan menanggung konsekuensi strategis yang besar di masa mendatang dan bertahun-tahun, “ katanya.

“9 Nyawa”

Muhammad Dheif telah menjadi nama yang diadopsi oleh para tahanan Palestina yang sedang ditawan di penjara-penjara Israel, serta oleh semua orang Palestina di wilayah Yerusalem Timur (Baitul Maqdis), Tepi Barat, dan Jalur Gaza.

Para pengunjuk rasa Palestina di banyak tempat di wilayah Palestina yang sedang dijajah ‘Israel’ selalu meneriakkan slogan-slogan; “Kami adalah anak buah Muhammad Dheif” selama aksi demonstrasi melawan ‘Israel’.

Al-Dheif, dikabarkan telah kehilangan istri dan putranya pada perang tahun 2014, setelah Angkatan Udara ‘Israel’ berusaha melenyapkannya di sebuah apartemen di sebuah gedung di lingkungan Sheikh Radwan di Gaza.

Menurut laporan tentara penjajah, aksi pengeboman ini sebuah upaya untuk melenyapkannya para pemimpin Hamas di Jalur Gaza; termasuk Yahya Sinwar, selama putaran terakhir pertempuran, namun upaya tersebut gagal total.

Mohammed Dheif, telah diburu Zionis ‘Israel’ selama bertahun-tahun, namun saat ini masih tetap hidup dan dikabarkan sangat aktif memimpin skenario pertempuran. Ini berdasarkan rekaman video yang baru-baru ini diperoleh Pasukan Penjajah Israel (IDF).

Zionis bahkan telah lama menawarkan hadiah sebesar 100.000 USD (lebih dari Rp1,5 miliar) bagi siapa saja yang memberikan informasi tentang keberadaannya.

Penjajah juga pernah menawarkan 400.000 USD atas informasi yang mengarah pada keberadan pemimpin operasional Hamas di Gaza, Yahya Sinwar, dan 300.000 USD untuk informasi tentang keberadaan saudara Yahya Sinwar, Mahmoud.

Fakta bahwa Dheif masih hidup dan dalam kondisi relatif baik sepenuhnya bertentangan dengan penilaian intelijen Israel beberapa tahun terakhir, yang mengira Al-Dheif memerlukan perawatan penuh, dan menggunakan kursi roda, karena derita fisiknya.

Deif diburu ‘Israel’ selama 26 tahun terakhir sejak 1995 dalam lima kali operasi serangan ditujukan. Namun semua serangan itu gagal, menjadikan dia semakin melegenda.

Kantor Berita AFP dikutip South China Morning Post menyebut reputasi itu menjadikan Deif dijuluki “Kucing 9 Nyawa” atau the cat with nine lives. Tentu saja ini mitos.

Dalam sebuah video baru-baru ini, yang diambil saat operasi pengumpulan intelijen di Jalur Gaza, Dheif terlihat berjalan dengan kedua kakinya sendiri, meski sedikit pincang.

Gonen Ben-Yitzhak, mantan staf di Badan Keamanan Dalam Negeri Israel,  Shin Bet mengatakan, Al-Dheif tidak lebih dari sebuah alat dalam gerakan organisasi Hamas. “Bahkan setelah likuidasi padanya, seseorang tetap akan datang untuk menggantikan posisinya,” kata dia di sebuah Channel KAN TV.

Dalam sebuah wawancara dengan majalah Newsweek, Yossi Kuperwasser, mantan Kepala Departemen Penelitian Korps Intelijen IDF mengatakan Mohammed Dheif lebih merupakan simbol dibandingkan siapa pun.

Kuperwasser membandingkan Al-Dhaif dengan komandan Pasukan Quds Iran, Qassem Soleimani, komandan militer Hizbullah, Imad Mughniyeh, dan arsitek serangan 11 September, Khalid Sheikh Mohammed dari Al-Qaeda.

“Meskipun kami tidak berusaha mewujudkannya, hal itu telah menjadi legenda,” katanya, menambahkan bagi banyak warga Zionis, keberadaan Al-Dheif bak Osama bin Laden, orang yang paling mudah dikenali dalam peristiwa 11 September 2001.

Khaled Al-Haroub, seorang profesor di Universitas Northwestern di Qatar yang telah menerbitkan buku-buku tentang gerakan Hamas kepada Newsweek mengatakan status mati syahid bagi para pejuang Palestina adalah sesuatu yang paling dicari. Karena itu, melenyapkanya bukan sesuatu yang merisaukan.

“Jatuhnya Al-Dheif mungkin memiliki dampak jangka pendek terhadap kemampuan militer Hamas, dan mencapai status syahid bagi seseorang yang sangat dihormati oleh para pendukungnya, pada saat yang sama, sebenarnya dapat meningkatkan status, kemampuan, dan prestise bagi Hamas,” katanya. Bahkan “Al-Dheif bisa menjadi Che Guevara Palestina, “ tambah dia.*

HIDAYATULLAH

Di Balik Gelar Al-Masih Nabi Isa

Orang Yahudi masih menunggu kedatangan Masyikha yang lain.

Oleh IMAS DAMAYANTI

Sebagai salah satu nabi yang dihormati oleh umat Islam dan umat agama Samawi lainnya, Nabi Isa kerap diberi julukan tambahan Al-Masih. Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan, kata Al-Masih sebagai gelar dari Isa anak Maryam adalah kalimat Ibrani yang di-Arabkan. Asal katanya ialah Masyika, yang asal artinya ialah yang diurapi dengan minyak.

Meski kemudian diberikan menjadi gelar kemuliaan bagi raja yang sudah dinobatkan. Sebab tiap-tiap raja yang dinobatkan (dikukuhkan sebagai raja), terlebih dahulu diurapi (diperciki) badannya dengan minyak suci oleh Kahin (pendeta).

Menurut kepercayaan Bani Israil, setelah raja-raja mereka yang besar seperti Daud dan Sulaiman mangkat, satu kali akan datang lagi Al-Masih Raja Besar mereka yang kemudian akan mendirikan kerajaan kembali. Setelah beberapa lama kemudian, Tuhan mengutus Nabi Isa anak Maryam AS. Dia diberikan gelar Al-Masih yang berarti raja itu.

Buya Hamka menjelaskan, pemberian gelar Al-Masih kepada Nabi Isa AS oleh Allah SWT adalah sebagai kedudukan seorang ‘raja’ yang memperbaiki jiwa yang telah rusak. Namun demikian, orang-orang Yahudi tidak ingin mempercayai sebab mengganggu kedudukan mereka yang telah kokoh dalam masyarakat.

Mereka memfitnah Nabi Isa kepada penguasa Kerajaan Romawi yang menguasai Yerusalem saat itu.  Mereka berkonspirasi agar Nabi Isa AS dibunuh saja. Oleh sebab itu, kata Buya Hamka, hingga saat ini pun orang Yahudi masih menunggu kedatangan Masyikha yang lain. Sebab menurut mereka, dia belum juga datang. Sedang menurut orang-orang Nasrani, Nabi Isa itu adalah raja, putera Daud yang menjanjikan Kerajaan Allah yang di Surga.

Semasa hidupnya, Nabi Isa dikenal sebagai Nabi yang shalih, tawadhu, dan tunduk kepada Allah SWT

Sedangkan nama Nabi Isa pun asalnya merupakan bahasa Ibrani yang di-Arabkan. Asal Ibraninya adalah Yasyu. Adapun bahasa Ibrani dan Arab adalah serumpun dari bahasa Semiet dalam bahasa Yunani disebut Yezuz. Semasa hidupnya, Nabi Isa dikenal sebagai Nabi yang shalih, tawadhu, dan tunduk kepada Allah SWT. Nabi Isa adalah Nabi yang terkenal di antara nabi-nabi dan rasul-rasul Allah SWT. Tak sedikit dari ahli tasawuf Islam, terutama Imam Ghazali di dalam kitab Ihya Ulumiddin pun banyak mengambil perumpamaan tentang zuhud dari sosok Nabi Isa AS.

Nabi yang terlahir dengan proses istimewa tersebut dalam Islam tidaklah dianggap sebagai anak Allah SWT. Nabi Isa adalah manusia biasa ciptaan Allah yang diutus untuk memperbaiki jiwa-jiwa yang rusak. Dan agama Islam, kata Buya Hamka, membantah sekeras-kerasnya tuduhan orang Yahudi bahwa Isa Al-Masih bukanlah anak suci. Nabi Isa jelas anak yang suci, yang istimewa, dan mulia karena terlahir dari rahim wanita suci yang pernah Allah ciptakan.

Sebagaimana diketahui, Nabi Isa AS dikenal dengan nama gelarnya Al-Masih. Di berbagai agama samawi, gelar Al-Masih memang dinisbatkan hanya kepada Nabi Isa seorang. Lantas sebenarnya, berasal dari bahasa apa nama gelar Nabi Isa dan nama ‘Isa’ itu sendiri?

Nama Nabi Isa di dalam agama-agama samawi memang dikenal, meski dikenal dengan perspektif yang berbeda-beda. Sebelum menelusuri lebih jauh mengenai gelar Nabi Isa, di dalam Islam nama gelar Al-Masih ini juga diabadikan di dalam Alquran. Tepatnya di dalam Surat Ali Imran ayat 45, Yang artinya, “(Ingatlah) tatkala berkata Malaikat: Wahai Maryam! Sesungguhnya Allah memberitakan kepada engkau bahwa engkau akan mendapatkan satu kalimah daripada-Nya, namanya Isa Al-Masih anak Maryam, yang termulia di dunia dan di akhirat, dan seseorang dari mereka yang dihampirkan.”

Dalam sebuah hadis shahih, dikatakan bahwa Nabi Isa AS kelak akan turun ke bumi di akhir zaman. Umat Nabi Muhammad SAW kemudian meminta Nabi Isa untuk menjadi imam shalat. Namun Nabi Isa menolak.

Hal itu diketahui dalam hadis yang tercantum dalam Shahih Muslim, sebagaimana diriwayatkan dari Jabir RA. “Diriwayatkan dari Jabi RA, dia mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sekelompok umatku akan terus memperjuangkan kebenaran sampai Hari Kiamat.”

Perawi berkata, “Kemudian turunlah Isa putra Maryam shollallahu’ alaihi wa sallam, lalu seorang pemimpin mereka (umat Muslim) berkata, ‘Kemarilah, untuk mengimami sholat kami’. Kemudian Nabi Isa AS berkata, ‘Tidak, sesungguhnya sebagian kalian adalah pemimpin untuk sebagian lainnya. Ini adalah penghormatanku kepada umat ini’.” (HR Muslim)

Dari hadis tersebut, bisa diketahui bahwa umat Islam adalah umat yang mulia karena merupakan umat terakhir di dunia dan nabinya pun adalah nabi terakhir di dunia. Nabi umat Islam diutus kepada seluruh manusia sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan.

Seruan Nabi terakhir itu adalah seruan yang berlaku sampai akhir zaman, sehingga umat Islam akan tetap menjadi penyeru atau pendakwah terakhir untuk mengajak orang-orang kembali kepada Allah SWT. Berpegang pada kebenaran yang nyata, dan banyak umat manusia yang melawan umat Islam karena kebenaran yang dibawa oleh para Muslim.

Dari hadis itu juga, Nabi Muhammad SAW memberitahu umatnya bahwa sekelompok umat Islam akan terus berperang melawan musuh agama dengan cara memperjuangkan kebenaran (haq) dan agama, serta mengibarkan panji-panji agama. Islam akan meraih kemenangan dan akan tetap dalam keadaan tersebut sampai datang tanda selanjutnya dari Hari Kiamat.

Tanda selanjutnya yang dimaksud ialah angin yang membawa ruh setiap orang yang beriman kepada Allah SWT. Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Amr bin Ash:”Kemudian Allah mengirim sebuah angin yang baunya seperti bau misk dan lembutnya seperti lembut sutera, tidaklah ia melewati seseorang yang di dalam hatinya terdapat keimanan meskipun hanya seberat biji benih, kecuali ia pasti akan diwafatkannya. Maka tinggallah orang-orang jahat saja, lalu terjadilah hari kiamat.” (HR Muslim)

REPUBLIKA

Non Muslim bukan Musuh Kaum Muslimin

Ada kesalahan pola berpikir yang tentu tidak sejalan dengan sunnah Nabi ketika menganggap orang di luar Islam sebagai musuh. Apalagi dalam konteks tertentu menganggap hartanya halal, begitu pula darahnya. Pola pikir seperti ini yang justru merusak citra Islam karena tentu saja bertentangan dengan perangai dan sikap Nabi Muhammad.

Musuh Islam adalah orang yang memusuhi Islam. Itu tidak bisa ditolak. Dan umat Islam wajib mengangkat senjata ketika umat Islam dalam kondisi terserang baik nyawa, harta, tanah dan tempat mereka hidup. Bahkan, bukan saja kepada yang berbeda agama, terhadap yang seagama, jika ada umat Islam yang keluar dari perjanjian damai makai a adalah status buhgat yang harus ditumpas.

Persoalannya bukan agamanya. Persoalan utama adalah ancaman terhadap komunitas Islam. Jika berbeda agama tetapi tidak mempunyai potensi merusak umat Islam dan bahkan hidup berdampingan, tidak ada satu pun alasan bagi umat Islam membenci, memusuhi, memerangi apalagi membunuh non muslim. Ingatlah perkataan Nabi yang mengancam tidak akan mencium surga mereka yang membunuh mua’had atau non muslim dalam perjanjian dengan kaum muslimin.

Nabi adalah prototipe insan toleran yang paling sempurna. Dalam banyak kisah Nabi begitu sangat menghormati mereka yang berbeda agama, apalagi yang menjalin perjanjian damai. Penduduk Kristen Najran bahkan mendapatkan jaminan keselamatan dari Nabi agar anak-anak, Wanita, para pemuka agama dan gereja mereka tidak boleh diganggu.

Nabi kerap bergaul dengan non muslim apalagi tetangganya. Ia bersilaturrahmi dan mengunjungi mereka. Nabi pun berbela sungkawa ketika dari mereka meninggal. Nabi juga mempunyai teman dekat rabi Yahudi. Dalam perang Uhud, ia ikut terjun membela Islam dalam medan tempur menghadang pasukan kafir Quraisy yang mengancam Madinah.

Nabi mempunyai keluwesan pergaulan tingkat tinggi. Penguasa Habsyah yang beragama Nasrani di Ethopia adalah salah satu sabahat Nabi. Rasulullah pernah meminta suaka politik terhadap raja yang bijaksana tersebut saat kondisi di Makkah tidak kondusif bagi para sahabat Nabi.

Sikap seperti inilah yang ditunjukkan oleh para penerus Nabi. Abu Bakar melakukan peperangan bukan kepada non muslim, tetapi kepada orang-orang murtad yang mengganggu stabilitas keamanan Madinah. Selain itu, munculnya Nabi-nabi palsu setelah wafatnya Nabi dipandang akan merusak keyakinan dan kohesi sosial umat Islam. Tentu saja, mereka para pembangkang perjanjian dan tidak membayar zakat menjadi musuh utama Islam ketika itu.

Ketika Khalifah Umar pun menaklukkan beberapa kekuasaan politik di jazirah Arab, praktek toleransi terhadap yang berbeda agama sangat dimuliakan. Perjanjian Umar di Palestina untuk tidak memngusir, membunuh, dan merobohkan bangunan ibadah adalah contoh utama dari keteladanan seorang khalifah penerus Nabi.

Persoalan utama adalah perbedaan keyakinan bukan hal yang menjadikan seorang menjadi musuh umat Islam. Musuh umat Islam adalah mereka yang mengancam kondisi umat Islam. Karena itulah, Nabi dan para sahabat mempunyai cerita dan kisah yang indah dalam pergaulan dengan yang berbeda agama. Non muslim bukan musuh kaum muslimin. Musuh sesungguhnya adalah mereka yang mengancam kesatuan umat Islam baik itu non muslim maupun muslim sendiri.

ISLAMKAFFAH

Kenalilah Allah, Hidupmu akan Bahagia

Ada sebuah ungkapan, “Tak kenal, maka tak sayang.” Hal ini mengingatkan bahwa apabila kita ingin mencintai seseorang, maka harus terlebih dahulu mengenalnya. Begitu pula, apabila Anda ingin mencintai Nabi dan para sahabat, maka hendaknya Anda banyak membaca sejarah tentang baginda Nabi dan para sahabatnya. Dengan hal tersebut, akan tumbuhlah kecintaan kepada mereka. Terlebih lagi, apabila Anda menginginkan mencintai Allah, maka Anda harus mempelajari tentang kekuasaan-Nya dan mentadaburi “Asmaul Husna“, nama-nama-Nya yang indah nan sempurna.

Banyak sekali dalil yang menyerukan kepada manusia untuk melihat kekuasaan Allah yang sangat hebat dan luar biasa, agar manusia semakin cinta dan rindu kepada Sang Khaliq.

Lihat beberapa firman Allah yang memerintahkan untuk berjalan di permukaan bumi dan memperhatikan bagaimana kekuasaan Allah. Contohnya firman-Nya,

قُلْ سِيرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ فَٱنظُرُوا۟

Katakanlah, ‘Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah!’” (QS. Al-Ankabut: 20)

Dengan seseorang melihat dan memperhatikan ciptaan Allah, maka ia akan mengetahui tentang kebesaran-Nya.

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.’” (QS. Ali ‘Imran: 190-191)

Selain merenungi kekuasaan Allah dari makhluk-makhluk-Nya, kita juga diperintahkan untuk mempelajari, mentadaburi, tentang Zat-Nya yang Mahaagung, baik dengan mempelajari dan mentadaburi Al-Qur’an maupun hadis-hadis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Keagungan Allah akan tampak dari syariatnya yang mulia dan nama-nama-Nya yang indah. Terkhusus mempelajari nama-nama yang indah. Dalam hal ini, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan motivasi untuk umatnya agar mereka senantiasa mempelajari nama nama Allah yang indah dengan ganjaran akan memasukan mereka ke dalam surga-Nya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda,

إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَة وَتِسْعِينَ اِسْمًا ، مِائَة إِلَّا وَاحِدًا ، مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّة

Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, yaitu seratus kurang satu. Barangsiapa yang menghitungnya, niscaya masuk surga.” (HR. Bukhari no. 2736, 7392 dan Muslim no. 6986)

Apakah yang di maksud dengan ihsha‘ (menghitung) dalam hadis yang mulia tersebut?

Maka, Syekh Abdul Aziz bin Nashir Al-Jalil hafidzahullah dalam kitabnya “Mukhtashar Kitab Walilllahil Asmaul Husna Fad’u Biha” memberikan 4 makna ihsha‘, yaitu:

Pertama, menghafalkan nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya yang husna, baik yang tercantum dalam Al-Qur’an maupun dalam hadis-hadis yang sahih.

Kedua, memahami dan mentadaburi makna-maknanya. Banyak sekali kitab yang menuntut kita agar dapat mentadaburi makna-makna dari setiap Asmaul Husna, seperti kitab yang ditulis oleh Syekh Prof. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad Al-Bader hafidzhahumallah yang berjudul “Fiqih Asmaul Husna“. Dan kitab karya Syekh Abdul Aziz bin Nashir Al-Jalil hafidzahullah nama kitabnya “Mukhtashar Kitab Walillahil Asmaul Husna Fad’u Biha“. Begitu pula, kitab “Walillahi Al-Asma Al-Husna Fad’u Biha” milik Syekh Muhammad Musthafa Bakri As-Sayyid. Dan masih banyak lagi yang bisa dijadikan referensi untuk mempelajari nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya

Ketiga, mengamalkan di dalam kehidupan sehari-hari. Seperti seseorang mengetahui bahwa Allah Maha Melihat (Al-Bashir), maka ia amalkan dalam kehidupan dengan terus merasa diawasi oleh Allah di mana pun dan kapan pun.

Atau seseorang mengetahui bahwa Allah adalah Zat Yang Maha Mendengar (As-Sami’), maka ia berusaha untuk senantiasa tidak mengucapkan, kecuali hal-hal yang baik saja.

Begitu juga, ketika seorang hamba mengetahui bahwa Allah adalah Al-Qadir (Mahamampu mentakdirkan), ia akan terus menyandarkan segala urusan dan kesulitannya kepada Allah karena tidak ada kata mustahil bagi Allah, sedangkan ia adalah hamba yang lemah faqir. Tidak memiliki daya dan upaya, kecuali atas izin Allah.

Keempat, senantiasa mengawali doa dengan memuja-muji Allah, dengan menggunakan nama-nama Allah yang Husna. Mengawali setiap doa kita dengan memuji Allah, dengan menyebutkan nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang mulia yang merupakan sesuatu yang sangat ditekankan di dalam berdoa. Karena itu adalah di antara wasilah yang diperbolehkan di dalam syariat Islam, bahkan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ

Hanya milik Allah asmaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu.” (QS. Al-Araf: 180)

Seperti ketika kesulitan dalam perekonomian atau diuji dengan sulitnya mencari pekerjaan untuk menopang kehidupan, kita bisa memuji Allah terlebih dahulu dengan menyebut, “Ya Razzaq, ya Allah Zat Yang Maha Memberi rezeki, berikanlah kemudahan untuk bisa mengais rezeki sebagai penopang kehidupanku.”

Atau ketika seseorang ia ingin bertobat dari kemaksiatan yang pernah ia lakukan, ia mengawali doa tobatnya dengan mengatakan, “Ya Tawwab, Zat penerima tobat seorang hamba, ampunilah segala dosa-dosaku”, dan semisalnya.

Dengan keempat ini, maka ia telah merealisasikan ihsha‘ yang disampaikan oleh Nabi dalam hadis dan ia pun akan mendapatkan keistimewaan dengan akan dimasukkannya hamba tersebut kedalam surga-Nya.

Dengan mengenal Allah, selain ia akan mencintai-Nya, maka hamba tersebut akan semakin bahagia di dalam menjalani kehidupan. Mengapa ia bahagia? Karena ia akan selalu merasa ada Zat yang selalu menjadi sandaran, Zat yang akan selalu menolong hamba-hamba-Nya, Zat yang Mahamampu mentakdirkan sesuatu yang menurut akal dangkal manusia itu adalah mustahil. Ia akan selalu yakin bahwa apa yang ia putuskan dan takdirkan itu adalah yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya, walaupun setiap hamba (dengan kelemahannya) ia tidak mengetahui rahasia dari setiap yang Ia gariskan.

Oleh karena itu, benarlah “Mengenal Allah akan membuka pintu kebahagiaan.” Hal ini pernah diungkapan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya yang berbunyi,

لاسعادة للعباد ولاصلاح لهم ، ولانعيم إلا بأن يعرفوا ربهم ويكون وحده غاية مطلوبهم ، والتعرف إليه قرة عيونهم ، ومتى فقدوا ذلك كانوا أسوأ حالا من الأنعام ، وكانت الأنعام أطيب عيشا منهم في العاجل وأسلم عاقبة في الآجل

Tidak ada kebahagiaan, kebaikan, dan kenikmatan hidup pada diri seorang hamba, kecuali mereka mengenal Rabb mereka. Sehingga Rabbnya akan selalu menjadi satu-satunya tujuannya. Dan mengenal Rabbnya akan menjadi penyejuk jiwanya. Dan kapan pun seseorang tidak mengenal Rabbnya serta tidak menjadikan-Nya sebagai tujuan, maka keadaan mereka lebih jelek daripada hewan, bahkan kehidupan hewan lebih indah di dunia ini serta lebih selamat di kehidupan akhirat kelak.”

Lantas, berapakah jumlah Asmaul Husna yang dimiliki oleh Allah subhanahu wa ta’ala? Apakah jumlahnya hanya 99 atau lebih?

Ini adalah pertanyaan yang sering dilontarkan oleh sebagian kaum muslimin. Para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan 99 yang ada di dalam hadis tersebut bukanlah pembatasan atas nama Allah subhanahu wa ta’ala. Karena nama Allah subhanahu wa ta’ala sangatlah banyak tak terbatas. Akan tetapi, sebagai bentuk kasih sayang Allah subhanahu wa ta’ala, Ia menyediakan dan menyiapkan 99 nama untuk hamba-hamba-Nya yang apabila ia mampu meng-ihsha‘-nya, maka Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan jaminan kepada dia untuk bisa masuk ke dalam surga-Nya.

Hadis di atas senada dengan seorang bernama Abdul yang mengatakan, “Aku menyiapkan uang 100.000 untuk belanja ke warung Paijo.” Ketika orang tersebut mengatakan ia menyiapkan 100.000, bukan berarti bahwa Abdul tersebut tidak memiliki uang yang lainnya. Bisa jadi ia memiliki uang yang sangat banyak, baik itu di rumahnya, di ATM, dan yang ia siapkan untuk belanja hanya senilai 100.000 saja.

Adapun dalil yang menunjukkan bahwa nama-nama Allah itu tidak terbatas hanya 99, akan tetapi lebih daripada itu adalah doa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang berbunyi,

أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ
الغَيْبِ عِنْدَكَ

Aku memohon kepada-Mu dengan segala nama-Mu yang Kau sebut untuk diri-Mu, (nama) yang Kau turunkan dalam kitab-Mu (Al-Qur’an), (nama) yang Kau ajarkan pada segelintir hamba-Mu (hadis), atau (nama) yang hanya Kau sendiri yang mengetahuinya dalam pengetahuan gaib.

Dari doa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kita bisa mengetahui bahwa nama Allah terdapat di beberapa tempat.
Yang pertama yaitu di dalam Al-Qur’an Karim. Yang kedua di dalam hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Yang tentunya kita mampu untuk menghitung nama-nama dan sifat Allah yang ada dalam Al-Qur’an dan hadis.
Adapun nama-nama dan sifat-sifat Allah yang Allah subhanahu wa ta’ala simpan, kita tidak bisa untuk menghitungnya.

Ya Allah, mudahkanlah kami untuk terus mempelajari dan mentadaburi nama-nama-Mu Yang Agung nan Mulia.

***

Penulis: Agung Argiyansyah

Artikel: Muslim.or.id

Sumber:

Dirangkum dan disarikan dari Muqodimah Kitab Walilllahil Asmaul Husna Fad’u Biha karya Abdul Aziz bin Nashir Al-Jalil.

Soal Pilihan Capres-Cawapres, Ingat Pesan Nabi Muhammad SAW Soal Persaudaraan

Sedekah yang paling baik adalah mendamaikan perselisihan.

Sekarang masyarakat ada di momen tahun politik yang sering kali menimbulkan perselisihan di tengah-tengah mereka. Terkait hal ini, Nabi Muhammad SAW telah mengingatkan umatnya agar senantiasa menjaga persaudaraan dan tidak saling bermusuhan.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda:

لَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَنَاجَشُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا

“Janganlah saling mendengki, saling memarahi, mencari-cari isu, mencari-cari kesalahan; saling menipu. Tetapi, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR Muslim).

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat (QS Al Hujurat ayat 10).

Perdamaian adalah rahmat, baik di dunia dan akhirat. Segala kerusakan di antara manusia, itu lebih besar dosanya ketimbang dosa besar yang dilarang oleh Rasulullah SAW.

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda, “Pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis dan akan diampuni semua hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun, kecuali dua orang laki-laki yang memusuhi saudaranya. Maka dikatakan, ‘Tangguhkan amal kedua orang ini, sampai keduanya berdamai. Tangguhkan amal kedua orang ini, sampai keduanya berdamai. Tangguhkan amal kedua orang ini, sampai keduanya berdamai.'” (HR Muslim).

Bahkan, mendamaikan dua pihak yang berselisih itu merupakan bentuk sedekah. Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda, “Sedekah yang paling baik adalah mendamaikan perselisihan.” (HR Thabrani dan Al Bazzar).

Mantan Mufti Mesir Syekh Ali Jum’ah menjelaskan, ketenangan dan ketentraman di antara manusia adalah sesuatu yang membuat seorang hamba ada dalam rahmat Allah SWT, dan keridhaan-Nya.

“Allah SWT mengabulkan (doa) Anda, menolong Anda, menghilangkan kecemasan Anda, dan membuat Anda lapang dada. Maka terangilah hati, mintalah ampunan kepada Allah SWT dan tutupilah aib Anda,” tuturnya.

“Namun, jika Anda menerima kerusakan tersebut, di antara kamu dan saudaramu, maka Anda diabaikan Allah SWT. Permintaan Anda akan ditunda sampai kemudian bertobat dan mendamaikan apa yang ada di antara kamu dan saudaramu. Dan ini adalah perintah Rasulullah SAW kepada kita,” tambahnya.

ISLAMDIGEST

Khutbah Jumat: Pentingnya Etika dalam Kehidupan

Tak ada suatu pemberian seorang ayah pada anaknya lebih utama dari pada pemberian budi pekerti yang baik dan etika dalam kehidupan, inilah petikan khutbah Jumat kali ini

Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil

TIDAK peduli anak siapakah engkau, pelajarilah adab. Adab baikmu mencukupimu dari nasab, begitu kata Ali Bin Abi Thalib Radhiallahuanhu. Di bawah ini naskah lengkap khutbah Jumat kali ini;

Khutbah Jumat Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari pernah menulis sebuah buku berjudul Adabul Alim Wal Muta’allim. Pada mukadimah buku ada sebuah kisah tentang Imam Syafi’i yang ditanya mengenai etika.

“Bagaimana keseriusan anda dalam mempelajari etika?” Imam Syafi’i menjawab, “Ketika aku mendengar satu hal tentang etika, maka seluruh anggota badanku merasakan nikmat atas hal itu.”

Beliau ditanya kembali, “Bagaimana pencarian anda terhadap etika?” Imam Syafi’i mengatakan, “Aku mencari ilmu etika seperti seorang ibu yang mencari anak semata wayangnya yang hilang.”

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa etika adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Dalam bahasa Arab etika sering diistilahkan dengan adab. Mengingat pentingnya kedudukan adab dalam kehidupan setiap insan, banyak para ulama menulis mengenai adab-adab dalam aktifitas seorang muslim.

Mulai bangun tidur sampai kembali tidur, tidak ada yang luput dari ajaran adab yang diajarkan oleh Sayiduna wa Maulana Muhammad ﷺ.

Bagi umat Islam, sumber adab ada dalam dua hal : Al-Quran dan Sunah Nabawiyah. Ada banyak ayat Al-Quran yang mengajarkan adab, di antaranya firman Allah SWT :

اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. an-Nahl : 90)

Allah SWT juga berfirman :

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. al-Ahzab : 21)

Ibrahim al-Harbi berkata, “Sepatutnya bagi setiap orang yang jika mendengar salah satu dari adab ajaran Nabi Muhammad ﷺ, hendaknya ia berpegang teguh dengannya.”

Hadirin yang Dimuliakan Allah SWT

Mengingat pentingnya adab sehingga Rasulullah ﷺ menjadikannya sebagai kado terindah bagi seorang anak dari orang tuanya. Beliau bersabda :

مَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدَهُ أَفْضَلَ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ

“Tidak ada suatu pemberian yang diberikan oleh seorang ayah kepada anaknya yang lebih utama dari pada pemberian budi pekerti yang baik.” (HR. Tirmizi)

Keutamaan adab bisa kita temukan dari keterangan-keterangan yang ditulis oleh Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith.

Pertama, Rasulullah ﷺ menyatakan bahwa diri beliau dididik dengan penekanan adab, langsung oleh Allah SWT :

أَدَّبَنِى رَبِّى فَأَحْسَنَ تَأْدِيْـبِى

“Tuhanku telah mendidikku, maka ia menjadikan pendidikanku menjadi baik.” (HR. Ibnu Hibban)

Sehubungan dengan adab, Sayidina Ali bin Abi Thalib berkata :

كن ابن من شئت واكتسب أدباً، يُغْنِيكَ مَحْمُودُهُ عَنِ النَّسَبِ

إِنَّ الفتى من يقول ها أنا ذا، ليسَ الفَتَى مَنْ يقولُ كان أبي

“Tidak peduli anak siapakah engkau, pelajarilah adab. Adab baikmu mencukupimu dari nasab. Pemuda sejati akan berkata, “Inilah aku!” Bukan pemuda yang berbangga dengan nasab dan berkata, “Inilah ayahku…”

Kedua, meremehkan adab atau etika dalam bertindak dan bertutur kata menyebabkan seseorang jatuh dalam perbuatan tercela.

Abdullah bin Mubarak mengatakan :

من تهاون بالأدب عوقب بحرمان السنن، ومن تهاون بالسنن عوقب بحرمان الفرائض، ومن تهاون بالفرائض عوقب بحرمان المعرفة

“Siapa yang meremehkan adab, akan dihukum dengan terhalang dari melakukan kesunahan. Siapa yang meremehkan sunah, akan dihukum dengan terhalangi dari melakukan yang wajib. Siapa yang meremehkan yang wajib, akan dihukum dengan terhalangi dari mengenal Allah SWT.”

Ma’asyiral Muslimin Jaaah Shalat Jumat Hafidzakumullah

Ketiga, mendahulukan adab lebih diutamakan sebelum mempelajari suatu ilmu. Ilmu tanpa adab mengakibatkan hilangkan berkah darinya.

Dikisahkan oleh Imam Syafi’i bahwa beliau pernah dinasehati oleh gurunya Imam Malik, “Wahai Muhammad, jadikanlah ilmumu seperti garam dan adabmu seperti tepung.”

Tentang keutamaan adab juga, dikisahkan oleh Abdurrahman bin Qasim, “Aku berkhidmat kepada Imam Malik selama dua puluh tahun. Dua tahun aku mempelajari ilmu, sedangkan delapan belas tahun aku mempelajari adab. ungguh aku menyesal, andai saja semua waktu itu aku jadikan untuk mempelajari adab.”

Dari uraian di atas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kehidupan umat Islam tidak boleh lepas dari tuntunan adab agar bisa menjadi manusia yang beradab. Adab harus kita hadirkan dalam perilaku kita sebagai apa pun.

Sebagai pejabat, masyarakat biasa, pengusaha, guru, calon pemimpin dan lain sebagainya.

Semoga dengan adab yang baik, akan lahir generasi berakhlak mulia yang untuk satu hal ini, Allah SWT mengutus Nabi Muhammad ﷺ. Jangan abaikan dan remehkan adab. Mari beradab dalam segala situasi dan kondisi.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Jumat Kedua

اَلْحَمْدُ للّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ   أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ

أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ  

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هٰذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ  

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْن

HIDAYATULLAH

Hari Ibu Nasional: Islam Perintahkan untuk Berbakti Pada Ibu

Hari Ibu Nasional adalah hari peringatan tahunan untuk menghormati peran ibu dalam keluarga dan masyarakat. Di Indonesia, Hari Ibu Nasional diperingati setiap tanggal 22 Desember.

Peringatan Hari Ibu Nasional di Indonesia didasari oleh peristiwa sejarah penting, yaitu diselenggarakannya Kongres Perempuan Indonesia pertama kali di Yogyakarta pada tanggal 22-25 Desember 1928. Kongres ini dihadiri oleh 30 organisasi perempuan dari seluruh Indonesia, dan menghasilkan keputusan-keputusan penting yang menjadi tonggak sejarah bagi perjuangan perempuan Indonesia.

Perayaan Hari Ibu Nasional tersebut sebagai bentuk penghormatan kita pada perjuangan dan jasa seorang ibu. Semua tahu tentunya, selama 9 bulan ibu telah mengandung, melahirkan bahkan menyusui, merawat anak-anaknya hingga tumbuh dewasa. Dalam ajaran Islam seorang wanita ditempatkan di posisi tinggi.

Oleh karenanya kita pun senantiasa diperintahkan untuk selalu menyayangi dan mengutamakan ibu kita. Rasulullah SAW bahkan menyebut kata ibu hingga sebanyak tiga kali dalam salah satu haditsnya. Bahwa seorang anak haruslah menghormati dan berbakti kepada kedua orang tuanya, terutama ibunya.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ

Artinya: “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR Al Bukhari dan Muslim).

Menurut pandangan Imam Al-Qurthubi dalam Tafsir Al Qurthubi berpendapat, hadits di atas menunjukkan kecintaan dan kasih sayang kepada seorang ibu harus 3 kali lipat dibandingkan pada seorang ayah. Sebab, seorang ibu harus melewati banyak kesulitan selama mengandung sang anak.

“Kesulitan di masa kehamilan, ketika melahirkan, serta kesulitan saat menyusui dan merawat anaknya. Hal itu hanya dialami seorang ibu, tidak seorang ayah,” tulis Imam Al-Qurthubi yang diterjemahkan Nurul Asmayani dalam buku Perempuan Bertanya, Fikih Menjawab.

Selaras dengan pandangan di atas, dalam hadits riwayat lain juga mengusung redaksi serupa tentang besaran bakti kepada ibu. Rasulullah SAW bersabda;

Artinya: “Sesungguhnya Allah berwasiat tiga kali kepada kalian untuk berbuat baik kepada ibu kalian, sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada ayah kalian, sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada kerabat yang paling dekat kemudian yang dekat.” (HR Ibnu Majah)

Alkisah dahulu bahkan Rasulullah juga pernah berpesan kepada Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib untuk mencari seseorang bernama Uwais al Qarni. Umar dan Ali dipesankan untuk meminta Uwais mendoakan pengampunan bagi diri mereka.

Usut punya usut, Uwais al Qarni ternyata adalah seorang anak yang sangat memuliakan ibunya. Rasulullah SAW bersabda,

إن خيرَ التابعين رجلٌ يقالُ له أويسٌ . وله والدةٌ . وكان به بياضٌ . فمروه فليستغفرْ لكم

Artinya: “Sesungguhnya tabi’in yang terbaik adalah seorang lelaki bernama Uwais, ia memiliki seorang ibu, dan ia memiliki tanda putih di tubuhnya. Maka temuilah ia dan mintalah ampunan kepada Allah melalui dia untuk kalian.” (HR Muslim).

Selain sejumlah hadist di atas dalam Al-Qur’an Allah SWT memerintahkan secara langsung agar umat muslim berbakti pada kedua orang tua atau birrul walidain. Salah satunya diterangkan dalam firmanNya surah Al Isra ayat 23 dan 24.

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا, وَٱخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ ٱلذُّلِّ مِنَ ٱلرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ٱرْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيرًا

Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”

Ayat tersebut menjelaskan bahwa kita diwajibkan untuk berbakti kepada orang tua.  Bahkan juga disebutkan dalam hadits bahwa birrul walidain memiliki derajat yang setara bahkan lebih tinggi daripada jihad. 

Termasuk bagi orang tua yang sudah meninggal, anak masih dapat berbakti dengan senantiasa mendoakannya. Demikian semoga dalam peringatan hari ibu ini kita dapat bermuhasabah, untuk lebih menghargai, menghormati dan menyayangi ibu kita lebih baik lagi. 

BINCANG SYARIAH