Kaidah Jual Beli yang Mendukung Maksiat

Apa ada kaidah baku yang bisa membantu dalam memahami jual beli barang haram dan jual beli yang digunakan untuk perbuatan maksiat? Apakah setiap jual beli yang mendukung maksiat jadi haram?

Moga bahasan Rumaysho.Com kali ini bisa membantu untuk memahami masalah ini.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Janganlah kalian saling tolong menolong dalam dosa dan melanggar batasan Allah.” (QS. Al-Maidah: 2)

Beberapa contoh tolong menolong dalam maksiat

Pertama: Tolong menolong dalam transaksi riba

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris), dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim, no. 1598).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini menegaskan haramnya menjadi pencatat bagi dua orang yang bertransaksi riba dan menjadi saksi dalam transaksi tersebut. Hadits ini juga menunjukkan haramnya tolong menolong dalam kebatilan.” (Syarh Shahih Muslim, 11:23)

Orang yang duduk di sekitar orang yang minum khamar pun tidak dibolehkan. Dari ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah sampaikan kepada segenap manusia bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يَقْعُدَنَّ عَلَى مَائِدَةٍ يُدَارُ عَلَيْهَا بِالْخَمْرِ

Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia duduk di tempat yang di sana terdapat khamar yang diedarkan.” (HR. Ahmad, 1:20. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan lighairihi, sedangkan sanad hadits ini dhaif. Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib menyatakan bahwa hadits ini sahih lighairihi).

Kedua: Tolong menolong dalam meminum khamar

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

لَعَنَ اللَّهُ الْخَمْرَ وَشَارِبَهَا وَسَاقِيَهَا وَبَائِعَهَا وَمُبْتَاعَهَا وَعَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَحَامِلَهَا وَالْمَحْمُولَةَ إِلَيْهِ

Allah melaknat khamar, orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya, penjualnya, pembelinya, orang yang memerasnya, orang yang mengambil hasil perasannya, orang yang mengantarnya, dan orang yang meminta diantarkan.” (HR. Abu Daud, no. 3674 dan Ibnu Majah no. 3380. Al-Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Ketiga: Tolong menolong dalam risywah (sogok menyogok)

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الرَّاشِىَ وَالْمُرْتَشِىَ.

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap.” (HR. Abu Daud, no. 3580; Tirmidzi, no. 1337; Ibnu Majah no. 2313. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Apa yang dimaksud risywah? Risywah bisa dibaca dengan rusywah, bisa pula dengan rasywah. Ketiga cara baca ini dibenarkan oleh Ibnu Hajar dalam Fath Al-Bari (5:221). Ibnul ‘Arabi rahimahullah berkata,

الرِّشْوَة كُلّ مَال دُفِعَ لِيَبْتَاعَ بِهِ مِنْ ذِي جَاهُ عَوْنًا عَلَى مَا لَا يَحِلُّ ، وَالْمُرْتَشِي قَابِضه ، وَالرَّاشِي مُعْطِيه ، وَالرَّائِش الْوَاسِطَة

“Risywah adalah segala sesuatu yang diserahkan untuk membayar orang yang punya kedudukan supaya menolong dalam hal yang tidak halal. Al-murtasyi adalah yang menerima sogok. Ar-rasyi adalah yang memberikan sogok. Ar-raisy adalah perantara dalam menyogok.” (Fath Al-Bari, 5:221)

Kaidah jual beli yang mendukung maksiat

1. Mubasyarah maqshudah (langsung barang maksiat dan ditujukan untuk maksiat)

Mubasyarah: Barang maksiat

Maqshudah: Ditujukan untuk maksiat

Contoh: Ada yang menjual khamar yang digunakan untuk pecandu yang minum minuman keras.

Hukum: Haram menolong

2. Mubasyarah ghairu maqshudah (langsung haram tetapi tidak diketahui tujuannya untuk hal mubah)

Mubasyarah: Barang maksiat

Ghairu maqshudah: Tidak diketahui kegunaannya untuk hal yang mubah

Contoh: Ada yang membeli rokok, di mana yang membeli pasti bukan gunakan untuk hal mubah. Bentuk lainnya adalah membeli rokok, bukan ia yang merokok, tetapi orang lain.

Hukum: Haram menolong

3. Maqshudah ghairu mubasyarah (ditujukan untuk maksiat tetapi tidak langsung barang haram)

Maqshudah: Diketahui dipakai maksiat

Ghairu mubasyarah: Barang mubah

Contoh: Ada yang memberi uang, tetapi tahu akan digunakan membeli miras.

Hukum: Haram menolong

4. Ghairu mubasyarah wa laa maqshuudah (tidak langsung dan tidak ditujukan untuk maksiat)

Ghairu mubasyarah: bukan barang maksiat

Ghairu maqshudah: dapat digunakan untuk yang mubah dan haram

Contoh: Menjual gawai dan tidak diketahui dipakai untuk yang mubah ataukah yang haram.

Hukum: Boleh menolong

Keempat kaidah di atas disimpulkan dari Majma’ Fuqaha bi ‘Amrika dalam konferensi kelima di Bahrain pada tahun 1428 H, di mana disarikan dari buku Harta Haram Muamalat Kontemporer (cetakan ke-23), hlm. 623-624.

Semoga bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.

Referensi:

  1. Fath Al-Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari. Cetakan Keempat. Tahun 1432 H. Ibnu Hajar Al-Asqalani. Penerbit Dar Ath-Thiybah.
  2. Harta Haram Muamalat Kontemporer. Cetakan ke-23, Tahun 2020. Dr. Erwandi Tarmizi, M.A. Berkat Mulia Insani.
  3. Shahih Muslim bi Syarh Al-Imam Muhyiddin Yahya bin Syarf An-Nawawi (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj). Cetakan pertama, Tahun 1433 H. Yahya bin Syarf An-Nawawi. Penerbit Dar Ibnu Hazm.

Disusun di Darush Sholihin, Malam Jumat, 23 Muharram 1442 H (11 September 2020)

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Yuk, kembangkan Jual Beli yang Jujur dan Amanah di Toko Albani

Haramnya Bisnis dengan Skema Ponzi dan Aplikasi GOINS

CIRI INVESTASI PENIPUAN

  1. Menawarkan imbalan hasil yang sangat tinggi dan tidak wajar.
  2. Mengandalkan pemasukan dari investor baru
  3. Nilai produk atau jasa yang diperoleh tidak sebanding dengan investasi yang dikeluarkan
  4. Alamat perusahaan tidak jelas

BENTUK INVESTASI PENIPUAN

  1. Skema ponzi
  2. Skema piramida
  3. Inventory loading

SKEMA PONZI

Dalam skema Ponzi, investor dijanjikan akan mendapatkan penghasilan dengan cara cepat dan berlipat (quick and rich scheme) dari sejumlah uang yang diinvestasikan. Padahal, imbal hasil dalam jumlah besar yang diterima oleh seorang investor tersebut sebenarnya berasal dari uang yang disetorkan oleh investor lain.

SKEMA PIRAMIDA

Skema piramida nyaris senada dengan skema Ponzi. Imbal hasil yang diterima oleh seorang investor sebenarnya juga berasal dari uang yang disetorkan oleh investor lain. Hanya saja, dalam skema Piramida investor juga harus menjadi pemain yang aktif mencari investor lain. Jika tidak bisa mencari investor lain, ia tidak akan mendapatkan apa-apa.

INVENTORY LOADING

Dalam system ini, ada produk atau jasa lain yang diberikan sehingga menjadi seolah-oleh pemasaran berjenjang.

Produk yang ditawarkan tidak hanya berupa barang seperti koin emas atau berlian, tetapi juga berupa jasa pelatihan atau konsultasi yang nilai sebenarnya jauh lebih kecil dari investasi yang harus dikeluarkan.

APLIKASI GOINS

  • Cukup beri like Instagram pada postingan tertentu
  • Dapat duit cuma dengan sekedar like
  • Di balik itu sebenarnya ada investasi yang ditawarkan sebelum menarik poin

Bentuk investasi di GOINS

  • Paket staff dengan biaya Rp. 388.888.
  • Paket pengawas dengan biaya Rp. 588.888
  • Paket pengelola dengan biaya Rp. 1.988.888

GOINS ADALAH SKEMA PONZI (ARISAN BERANTAI)

Goins sebetulnya arisan berantai. Anda setor uang lalu mendapat penghasilan. Dari mana penghasilan Anda? Dari setoran orang yang masuk setelah anda. Lalu orang setelah anda mendapat penghasilan dari orangbyang lebih baru lagi. Begitulah seterusnya.

SKEMA PONZI MEMBUTUHKAN MEMBER BARU BERLIPAT-LIPAT

Karena member lama mendapat untung dari uang member baru, maka skema ponzi membutuhkan adanya member baru secara terus menerus. Dan karena member lama untungnya berlipat-lipat, maka jumlah member baru pun harus berlipat-lipat dari jumlah member sebelumnya.

Bahasan di atas kami menukilkan dari Majalah Manajemen Risiko Stabilitas (Hidajat 2009).

HUKUM HARAMNYA BISNIS PONZI DAN APLIKASI GOINS

Sifat bisnis yang bermasalah adalah jika ada:

  1. Penipuan
  2. Menzalimi orang lain

Menipu dan mengelabui orang lain diharamkan berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا، وَالْمَكْرُ وَالْخِدَاعُ فِي النَّارِ.

“Barangsiapa yang menipu, maka ia tidak termasuk golongan kami. Orang yang berbuat makar dan pengelabuan, tempatnya di neraka” (HR. Ibnu Hibban 2: 326. Hadits ini shahih sebagaimana kata Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1058).

Menzalimi harta orang lain tidak boleh karena hadits ini,

فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا ، فِى شَهْرِكُمْ هَذَا ، فِى بَلَدِكُمْ هَذَا

“Sesungguhnya darah, harta, kehormatan di antara kalian itu haram sebagaimana haramnya hari kalian ini, bulan kalian ini, dan negeri kalian ini.” (HR. Bukhari, no. 67 dan Muslim, no. 1679)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,

أَنَّ الأَصْلَ فِي المُعَامَلاَتِ الحِلُّ وَالصِحَّةُ مَالَمْ يُوْجَدْ دَلِيْلٌ عَلَى التَّحْرِيْمِ وَالفَسَادِ

“Sesungguhnya hukum asal dalam muamalat adalah halal dan sah selama tidak ada dalil yang menunjukkan diharamkan dan menunjukkan rusaknya.” (Syarh Al-Mumti’, 9:120)

Lalu beliau melanjutkan,

مَا دَامَ لَيْسَ فِيْهِ ظُلْمٌ وَلاَ غَرَرٌ وَلاَ رِبًا فَالأَصْلُ الصِحَّةُ

“Selama dalam akad tidak terdapat unsur kezaliman, gharar (ada unsur ketidakjelasan), dan riba, maka akad tersebut sah.” (Syarh Al-Mumti’, 9:120)

Referensi:

Hidajat, Taofik. 2009. “Awas, Skema Ponzi Berkedok Bisnis Di Internet.” Majalah Manajemen Risiko STABILITAS.

Disusun di Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, 19 Safar 1442 H (7 Oktober 2020)

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

12 Bentuk Kezaliman pada Harta Orang Lain

Ternyata kezaliman pada harta orang ada beberapa bentuk yang ini sudah dibahas atau diulas oleh para ulama di masa silam. Beberapa bentuknya ada pula di zaman ini.

Ketika Imam Adz Dzahabi membahas dalam kitab Al Kabair pada Dosa Besar no. 20: Kezaliman mengambil harta orang lain dengan cara yang batil. Lihat Al Kabair hal. 53-55.

Apa saja bentuk kezaliman dalam harta, yaitu mengambil harta orang lain dengan cara yang batil?

  • Pemungut liar
  • Perampok jalanan
  • Pencuri (mengambil harta orang lain yang sudah ia beri pengamanan)
  • Pengangguran yang mengemis dari orang lain
  • Pengkhianat
  • Penipu
  • Orang yang meminjam sesuatu lalu mengingkarinya
  • Berbuat curang dalam timbangan atau takaran
  • Mengambil barang temuan (yang berharga) yang tidak mempublikasikannya lebih dahulu
  • Menjual sesuatu yang memiliki ‘aib dan disembunyikan cacatnya
  • Berjudi (bertaruh)
  • Memberitahukan harga modal lebih dengan maksud membohongi pembeli

Itu 12 bentuk mengambil harta orang lain dengan jalan yang tidak benar. Sebagian besarnya sudah pernah kami bahas di Muslim.Or.Id maupun Rumaysho.Com (silakan klik link di atas). Sebagian lainnya insya Allah akan menyusul untuk dibahas. Semoga Allah mudahkan.

Referensi:

Al Kabair, Al Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman Adz Dzahabi, terbitan Maktabah Darul Bayan, cetakan kelima, tahun 1418 H.

Selesai disusun di Panggang, Gunungkidul di Darush Sholihin, 25 Rabi’ul Akhir 1436 H

Disusun oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Apa Perbedaan Antara Kalimat “Al-Abawain” dan “Al-Walidain” dalam Al-Qur’an?

Sekilas kalimat “Al-Abawain” dan “Al-Walidain” memiliki makna yang sama yaitu kedua orang tua. Tapi walaupun keduanya punya makna yang sama, setiap kata dalam bahasa arab memiliki kandungan makna yang berbeda.

Kalimat Al-Abawain memiliki makna ayah dan ibu, namun lebih dominan ke ayah karena kalimat ini di ambil dari kata الأَبوَة (ayah).

Sedangkan kalimat Al-Walidain juga bermakna ayah dan ibu, namun lebih dominan ke ibu. Kare a kalimat ini di ambil dari kata الوِلَادَة (kelahiran), yang tentunya itu adalah sifat wanita bukan lelaki.

Nah yang menarik, dalam ayat-ayat yang berkaitan tanggung jawab dan urusan-urusan besar, yang di gunakan adalah kalimat “Al-Abawain”.

يَٰبَنِيٓ ءَادَمَ لَا يَفۡتِنَنَّكُمُ ٱلشَّيۡطَٰنُ كَمَآ أَخۡرَجَ أَبَوَيۡكُم مِّنَ ٱلۡجَنَّةِ

“Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga.” (QS.Al-A’raf:27)

وَرَفَعَ أَبَوَيۡهِ عَلَى ٱلۡعَرۡشِ

“Dan dia menaikkan kedua orang tuanya ke atas singgasana.” (QS.Yusuf:100)

Adapun pesan-pesan yang mengandung perasaan, seperti doa untuk orang tua, berbuat baik kepada orang tua dan permononan maaf dari orang tua, semua itu menggunakan kalimat “Al-Walidain”.

وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيۡهِ إِحۡسَٰنًاۖ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya.” (QS.Al-Ahqaf:15)

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنًاۚ

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak.” (QS.Al-Isra’:23)

رَبَّنَا ٱغۡفِرۡ لِي وَلِوَٰلِدَيَّ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ يَوۡمَ يَقُومُ ٱلۡحِسَابُ

“Ya Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan semua orang yang beriman pada hari diadakan perhitungan (hari Kiamat).” (QS.Ibrahim:41)

Subhanallah ! Alangkah detailnya keindahan kalimat-kalimat dalam Al-Qur’an.

Semoga bermanfaat….

KHAZANAH ALQURAN

Hukum COD (Cash On Delivery) Dalam Islam

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang hukum COD (Cash On Delivery) Dalam Islam
selamat membaca.


Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga Allah ‘Azza wa Jalla selalu menjaga ustadz dan keluarga.

Ustadz, bagaimana hukum beli barang lewat marketplace (seperti Laza*a atau Sho*ee), dengan cara COD (Cash On Delivery), apakah boleh dalam islam?

(Disampaikan oleh Sahabat Belajar Bimbingan Islam)


Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.

Seiring dengan berkembangnya peradaban berkembang pulalah teknologi, dan seiring dengan berkembangnya teknologi berkembang pulalah macam kebutuhan manusia, semua ini Sunnatulloh yang tidak bisa dihindari. Itulah mengapa para Ulama menyusun sebuah kaidah tentang hukum asal urusan muamalah dunia atau non ibadah adalah halal

الأصل في المعاملات الحل والإباحة

“Hukum asal dalam muamalah adalah halal dan mubah”

Berkebalikan dengan hukum asal urusan ibadah yang Harom

الأصل في العبادات التحريم

“Hukum asal ibadah adalah harom (sampai adanya dalil)”

Kenapa demikian? Karena zaman terus berubah, teknologi semakin maju, dan kebutuhan pun semakin bermacam-macam. Dahulu kakek buyut kita belanja pakai uang logam, sekarang banyak macam e-money. Dulu kita pergi ke pasar harus keluar rumah, sekarang diatas tempat tidur pun bisa. Para pedagang yang biasanya membawa barang dagangannya ke Pasar, sekarang modal foto dan kata-kata pun sudah bisa untung. Semua sarana prasarana, fasilitas dan teknologi ini hukum asalnya mubah, berbeda dengan urusan Ibadah yang telah dipatenkan Alloh dan RosulNya.

3 Poin Berjualan Beli Online dan Offline

Maka transaksi jual beli atau pemenuhan kebutuhan manusia melalui marketplace tentu saja termasuk urusan muamalah dunia yang halal, namun tetap saja ada catatan yang perlu diperhatikan, dan diantara catatan yang tidak boleh dilupakan adalah 3 poin utama berikut ini

1) Poin tentang barang dagangan, termasuk barang harom atau tidak, termasuk komoditi riba atau tidak. Jika barangnya harom maka jelas tinggalkan. Jika barangnya komoditi riba, apalagi ‘illah nya sama (kesamaan sebab sebagai nilai atau mata uang) seperti emas, perak, atau mata uang maka harus tunai atau offline. Nabi kita yang mulia sholallohu ‘alaihi wasallam telah mewanti-wanti kita

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ مِثْلًا بِمِثْلٍ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ مِثْلًا بِمِثْلٍ … ، فَمَنْ زَادَ أَوْ ازْدَادَ فَقَدْ أَرْبَى، بِيعُوا الذَّهَبَ بِالْفِضَّةِ كَيْفَ شِئْتُمْ يَدًا بِيَدٍ

“Emas (ditukar) dengan emas jika sama ukuran berat timbanganya, perak (ditukar) dengan perak jika sama berat timbangannya… Barangsiapa menambah atau meminta tambahan sungguh ia telah melakukan riba. Jual lah emas dengan perak bagaimana pun kalian suka namun secara tunai”
[HR Tirmidzi 1161]

2) Poin tentang pelaku transaksi, termasuk penjual sudah yang memiliki barang dagangan, penjual yang belum memiliki barang dagangan, atau sebagai pembeli.
Jika penjual yang memiliki barang dagangan, jangan sampai salah atau ada kecurangan dalam menuliskan keterangan, ingatlah sabda Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam

مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا

“Barangsiapa yang menipu kami, maka ia tidak termasuk golongan kami”
[HR Muslim 146]

Jika penjual yang belum memiliki barang, jangan lupa perjelas dulu akad dengan pemilik barang dan juga pembeli, entah itu sebagai agen atau distributor, jangan sampai ketika akad terjadi status kepemilikan barang masih belum jelas, Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda Hakim bin Hizam

لا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ

“Janganlah engkau menjual barang yang bukan milikmu”
[HR Abu Daud 3503]

Jika sebagai pembeli, silahkan cek dulu rating atau tingkat Amanah dari sang penjual, sebab crosscheck atau tabayyun dalam rangka kehati-hatian memang dibolehkan selama tetap menjaga adab, sebagaimana penjelasan dari Salman Al-Farisi

إِنِّي لَأَعُدُّ العُرَّاقَ عَلَى خَادِمِي مَخَافَةَ الظنِّ

“Saya menghitung jumlah tulang kering (al-Urraq) yang dikirim oleh pembantuku, untuk mencegah dugaan yang tidak diinginkan”
(Al-Adab Al-Mufrad 168)

3) Poin adab, yakni kejujuran dan komitmen terhadap akad. Entah itu sebagai penjual atau pembeli jangan lupakan 2 adab penting ini. Jujur dalam menjelaskan kondisi barang dan tidak menutup-nutupi kekurangan yang ada, Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ

“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga”
[HR Muslim 2607]

Juga komitmen terhadap akad, baik itu dalam pembayaran cash atau kredit, entah itu nominal besar atau kecil

الْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ

“Kaum Muslimin itu harus memenuhi persyaratan yang telah mereka sepakati”
[HR Abu Daud 3120]

Dan masih banyak hal lainnya yang bisa diperdalam lagi seputar jual beli online, Insya Alloh akan lebih mudah dipahami jika penjelasannya per kasus, bukan global seperti ini.BACA JUGA

Kesimpulan Hukum COD

Lalu bagaimana jika mencari barangnya online di marketplace tapi transaksinya offline alias COD? Jelas boleh, sebab COD adalah cara paling aman untuk menghilangkan kekhawatiran dan bebas pengecualian. Dengan COD kita bisa beli segala macam barang termasuk komoditi riba seperti emas dan perak, dengan COD kita bisa mengecek keaslian barang, dengan COD kita bisa memperjelas komitmen akad, dan semisalnya.

Catatannya adalah, COD bukanlah suatu tanda kesepakatan transaksi, melainkan salah satu cara dalam transaksi. Sehingga ketika ada yang tidak cocok dalam COD, entah itu barang yang berbeda dengan deskripsi, atau di luar ekspektasi, lalu tidak cocok dan batal transaksi ya sah-sah saja.

Wallohu A’lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله
Kamis, 05 Rabiul Awwal 1442 H/ 22 Oktober 2020 M

BIMBINGAN ISLAM

Dakwah Nabi SAW ke Mancanegara, Negara Mana Saja?

Nabi SAW menyebarkan pesan damai Islam sebagai agama rahmatan lil alamin.

Kisah mengenai Nabi Muhammad SAW tidak selalu diwarnai dengan kisah-kisah peperangan semata. Nabi justru lebih memiliki banyak kesempatan memikirkan dakwah yang sebenarnya menjadi misi dakwah beliau guna menyebarkan pesan damai sebagai agama yang rahmatan lil alamin.

Sejak itulah Nabi mulai berkonsentrasi memikirkan penyebaran dakwah ke seluruh penjuru dunia. Dakwahnya pun tidak hanya terkonsentrasi di Makkah saja. Dalam buku Islam Agama Perdamaian karya Ustaz Ahmad Sarwat dijelaskan, setidaknya terdapat delapan naskah surat yang Nabi SAW kirimkan kepada para raja dan penguasa dunia yang berisi ajakan masuk Islam.

Nabi mengirim surat kepada Kaisar Heraklius di Romawi, Raja Muqauqis di Mesir, Kisra di Persia, Raja Naasyi di Habasyah, Al-Mundzir bin Sawi sebagai penguasa di Bahrain, Haudzah bin Ali yang menjadi penguasa Yamamah, Al-Haris bin Abi Syamr yakni penguasa Damaskus, serta Jayfar yang merupakan Raja Oman.

Dari semua surat itu, yang menerima ajakan dakwah Nabi hingga masuk Islam hanya satu, yaitu Raja An-Najasyi yang berkuasa di Habasyah. Sedangkan yang lain, menerima ajakan dengan baik, namun tidak atau belum siap masuk Islam.

Bukti bahwa surat Nabi Muhammad SAW diterima dengan baik adalah adanya balasan surat yang mereka kirimkan balik kepada Nabi disertai dengan hadiah-hadiah. Salah satunya hadiah dari Raja Muqawqis di Mesir, berupa dua orang budak wanita yang mahal harganya di Mesir sebagai hadiah persahabatan, yang bernama Maria Al-Qibthiyah dan Sirin.

KHAZANAH REPUBLIKA

Islam Ala Nabi Muhammad, Bagaimana Caranya?

Beragama, berislam, dan meniru Nabi pun ada caranya dan ada ilmunya.

Mencontoh Nabi SAW memang diharuskan dalam syariat, sebab beliau adalah sebaik-baiknya teladan. Namun demikian, berislam dengan Islamnya Nabi juga harus dijalankan dengan dasar ilmu, jangan sampai dimaknai dengan tidak perlunya seorang Muslim untuk bermadzhab.

Apalagi jika ada yang berdalih di zaman Nabi tidak ada madzhab. Justru melalui madzhablah umat Islam dapat mengenal bagaimana sebenarnya Islam ala Nabi Muhammad SAW itu.

Dalam buku Mazhabmu Rasulullah? karya Sutomo Abu Nashr dijelaskan, para ulama merumuskan konsep ‘Islam ala Nabi’ yang diklasifikasikannya berdasarkan sumber utamanya langsung, yakni Nabi Muhammad SAW. Dan semua itu tidak dapat ditemukan kecuali dari karya para ulama madzhab.

Misalnya, ada bagian yang memang wajib bagi Rasulullah akan tetapi tidak wajib bagi umatnya. Sholat witir, dhuha, dan berkurban adalah beberapa contoh yang dikenal sebagai ibadah sunah bagi umat Islam. Padahal dalam konsep Islamnya Nabi, ibadah tersebut adalah ibadah wajib bagi beliau.

Di sisi lain, ada bagian yang boleh bagi Nabi, tapi haram bagi umatnya. Contohnya adalah menikah lebih dari empat. Sebagai umat Islam, umat Islam dilarang melakukan hal itu. Sedangkan dalam konsep Islamnya Nabi, maka hal itu termasuk yang dibolehkan.

Dan ada sekian jumlah hal-hal personal dan lokal lainnya yang sudah dipetakan dengan sangat amat jelas oleh para ulama madzhab terkait mana yang syariat dan mana yang bukan. Hal itu semua dirumuskan agar tidak ada yang mengklaim itu sunnah Nabi, itu Islam Nabi, itu syariat Nabi yang wajib diikuti, atau bahasa sederhananya: dikit-dikit sunnah Nabi.

Padahal realitanya dapat dihukumi sunnah atau hanya perkara mubah. Malah bisa jadi merupakan perkara yang Islam haramkan, walaupun dalam Islamnya Nabi hal itu dibolehkan. Oleh karena itu, sebagian sahabat dahulu, pada saat ada hal-hal yang agaknya kurang tepat dari Nabi menurut pandangan mereka, dengan nada santun mereka akan bertanya terlebih dahulu: ‘apakah itu berasal dari wahyu?’.

Karena kalau itu wahyu, maka sejanggal apa pun menurut pandangan mereka, para sahabat akan dengar dan taat. Itulah syariat, dan itulah agama. Beragama, berislam, dan meniru Nabi pun ada caranya dan ada ilmunya.

KHAZANAH REPUBLIKA


Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW Lengkap dengan Dalilnya

Nabi Muhammad SAW lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal. Tanggal tersebut pun ditetapkan sebagai hari Maulid Nabi. Namun, bagaimana sejarah Maulid Nabi yang lengkap?

Rasulullah sendiri lahir di kota Mekkah saat tahun Gajah dari pasangan Abdullah bin Abdul Muthalib dan Aminah binti Wahab. Namun, sang ayah meninggal dunia sebelum Nabi Muhammad lahir dan ibunya menghembuskan napas terakhir saat Nabi berusia 6 tahun.

Berikut sejarah Maulid Nabi Muhammad:

Dikutip dari buku ‘Pro dan Kontra Maulid Nabi’ karya AM Waskito, dalam sejarah Islam perayaan Maulid Nabi sudah berlangsung sejak ribuan tahun lalu. Ada tiga teori asal usul perayaan tersebut.

Pertama, perayaan Maulid diadakan oleh kalangan Dinasti Ubaid (Fathimi) di Mesir yang berhaluan Syiah Ismailiyah (Rafidhah). Mereka berkuasa di Mesir pada tahun 362-567 hijriyah. Perayaan dilakukan sebagai salah satu perayaan saja. Selain itu, mereka juga mengadakan perayaan hari Asyura, perayaan Maulid Ali, Maulid Hasan, Maulid Husain, Maulid Fatimah, dan lainnya.

Teori kedua, Maulid Nabi berasal dari kalangan ahlus sunnah oleh Gubernur Irbil di wilayah Irak, Sultan Abu Said Muzhaffar Kukabri. Dikisahkan, saat perayaan Maulid Nabi dilakukan Muzhaffar mengundang para ulama, ahli tasawuf, ahli ilmu, dan seluruh rakyatnya. Ia juga memberikan hidangan, hadiah, hingga sedekah kepada fakir-miskin.

Teori yang terakhir, perayaan Maulid Nabi diadakan pertama kali oleh Sultan Shalahuddin Al Ayyubi atau Muhammad Al Fatih. Tujuannya untuk meningkatkan semangat jihad kaum Muslimin, dalam rangka menghadapi Perang salib melawan kaum Salibis dari Eropa dan merebut Yarusalem.

Sementara itu, di Indonesia sendiri sejarah Maulid Nabi Muhammad berkembang di tangan Wali Songo atau sekitar tahun 1404 masehi. Perayaan tersebut dilakukan demi menarik hati masyarakat memeluk agama Islam.

Maka dari itu, Maulid Nabi juga dikenal dengan nama perayaan Syahadatin. Selain itu, perayaan ini juga dikenal dengan Gerebeg Mulud karena cara masyarakat merayakan Maulid Nabi dengan menggelar upacara nasi gunungan.

Makna Maulid Nabi

Berdasarkan buku ’37 Masalah Populer: Untuk Ukhuwah Islamiyah’ karya H Abdul Bomad, yang bisa dipetik dalam perayaan Maulid Nabi adalah mengingatkan manusia tentang risalah dan sirah dari Rasulullah SAW. Dengan begitu, umat Islam akan memahami bahwa satu-satunya tauladan adalah Rasulullah SAW.

Dalil Maulid Nabi

Berdasarkan Quran surat Al A’raf ayat 157, Allah SWT berfirman mengenai keutamaan memuliakan dan mencintai Nabi Muhammad SAW sebagai berikut

Arab: اَلَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الرَّسُوْلَ النَّبِيَّ الْاُمِّيَّ الَّذِيْ يَجِدُوْنَهٗ مَكْتُوْبًا عِنْدَهُمْ فِى التَّوْرٰىةِ وَالْاِنْجِيْلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهٰىهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبٰۤىِٕثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ اِصْرَهُمْ وَالْاَغْلٰلَ الَّتِيْ كَانَتْ عَلَيْهِمْۗ فَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِهٖ وَعَزَّرُوْهُ وَنَصَرُوْهُ وَاتَّبَعُوا النُّوْرَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ مَعَهٗٓ ۙاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Latin: allażīna yattabi’ụnar-rasụlan-nabiyyal-ummiyyallażī yajidụnahụ maktụban ‘indahum fit-taurāti wal-injīli ya`muruhum bil-ma’rụfi wa yan-hāhum ‘anil-mungkari wa yuḥillu lahumuṭ-ṭayyibāti wa yuḥarrimu ‘alaihimul-khabā`iṡa wa yaḍa’u ‘an-hum iṣrahum wal-aglālallatī kānat ‘alaihim, fallażīna āmanụ bihī wa ‘azzarụhu wa naṣarụhu wattaba’un-nụrallażī unzila ma’ahū ulā`ika humul-mufliḥụn

Artinya: (Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang beruntung.

Selain itu, dikutip dari buku ‘Maulid dan Ziarah ke Makam Nabi’ karya Syekh Muhammad Hisyam Kabbani berdasarkan hadist riwayat Muslim, dari Abu Qatadah ia berkata bahwa Nabi Muhammad SAW pernah ditanya mengenai puasa di hari Senin. Lalu, beliau bersabda, “Itu adalah hari di mana aku dilahirkan.”

Dalil tersebut menjadi salah satu acuan bahwa pentingnya memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan bentuk peribadatan.

DETIK Hikmah

Membaca Al Fatihah Di Awal Dan Akhir Doa

Soal:

Apakah disyariatkan memulai doa atau mengakhirinya dengan membaca Al Fatihah? Ataukah ini termasuk kebid’ahan?

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjawab:

قراءة الفاتحة بين يدي الدعاء ، أو في خاتمة الدعاء من البدع ؛ لأنه لم يرد عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه كان يفتتح دعاءه بقراءة الفاتحة ، أو يختم دعاءه بالفاتحة ، وكل أمر تعبدي لم يرد عن النبي صلى الله عليه وسلم ، فإن إحداثه بدعة

“Membaca Al Fatihah ketika hendak berdoa atau ketika selesai berdoa itu merupakan kebid’ahan. Karena tidak terdapat riwayat dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bahwa beliau membuka doa dengan Al Fatihah atau menutup doa dengan Al Fatihah. Setiap amalan ibadah yang tidak terdapat dalilnya dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, maka membuat-buat amalan tersebut adalah kebid’ahan” (Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Al Utsaimin, 14/159).

Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts wal Ifta’ juga menjawab:

لم يثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه كان يقرأ الفاتحة بعد الدعاء فيما نعلم ، فقراءتها بعد الدعاء بدعة ، وبالله التوفيق

“Tidak terdapat dalil shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bahwa beliau membaca Al Fatihah setelah berdoa, sejauh yang kami ketahui. Maka membaca Al Fatihah setelah berdoa adalah kebid’ahan” (Fatawa Al Lajnah, 2/628).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al Barrak juga mengatakan:

قراءة الفاتحة عند ختم الدعاء بدعة لا أصل لها من كتاب ، ولا سنة ، ولا من فعل الصحابة ، ولا من تبعهم بإحسان ، فلا يجوز تحري ذلك ، فإن تخصيص الذكر أو القراءة في وقت ، أو حال ، أو مكان لا يجوز إلا بدليل

“Membaca Al Fatihah di akhir doa termasuk kebid’ahan yang tidak ada dasarnya sama sekali. Tidak ada dari Al Qur’an, tidak ada dari sunnah, atau pun dari perbuatan sahabat atau pun para tabi’in. Maka tidak boleh mengamalkannya. Karena mengkhususkan suatu dzikir atau bacaan Qur’an di suatu waktu, atau dikhususkan di suatu tempat, tidak diperbolehlan kecuali dengan dalil” (dari http://ar.islamway.net/fatwa/8416).

Wallahu a’lam.

MUSLIM or.id

Ragu-ragu Air Kencing Menetes Saat Shalat, Batal Tidak?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang ragu-ragu air kencing menetes saat shalat, batal tidak?
selamat membaca.


Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga Allah ‘Azza wa Jalla selalu menjaga ustadz dan keluarga. Saya mau bertanya ustadz.

Ustadz bagaimana mengenai ragu-ragu akan air kencing/air madzi yang menetes waktu shalat. Sempat saya periksa kadang itu hanya perasaan saja karena tidak nampak bekas tetesan (kebiasaan), tapi ada kalanya najis tersebut memang nampak.
Bagaimana jika saya lupa mengecek dan ternyata baru sadar pada waktu shalat lainnya. Apakah perlu diqadha shalat dalam kondisi terkena najis tersebut?

(Disampaikan oleh Fulan, Santri Kuliah Islam Online Mahad BIAS)


Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.

Semoga Allah ta`ala senantiasa memberikan kebahagiaan kepada anda dan kita semua.

Dalam permasalahan yang di tanyakan, ada dua kemungkinan yang terjadi, bahwa air yang keluar adalah sisa air seni yang belum benar benar selesai keluar dari kemaluannya atau ia adalah perasaan was was yang datang dari setan. sehingga, ada beberapa langkah yang hendaknya dilakukan oleh orang yang mendapatkan permasalahan tersebut:

1. Setelah menyelesaikan buang air kecilnya, hendaknya ia mencoba menunggu dan meyakinkan diri dengan gerakan atau posisi tertentu bahwa air seni sudah tidak tersisa lagi. Kemudian ia membersihkan kemaluannya dengan menggunakan air atau benda lain yang di perbolehkan untuk bersuci.

2. Bila hanya sesekali perasaan ini muncul, maka hendaknya ia meyakinkan diri dengan melihat di sekitar celana atau kemaluannya, bila benar air itu muncul dari sisa air seni, maka ia harus membersihkan celana dan sekitar kemaluannya dengan air.

Karenanya kenali ciri dan keadaan, yang dirasa bahwa air itu benar benar keluar. Bila jauh dari kebiasaan, maka abaikan saja karena hal tersebut adalah was was setan.

3. Bila ternyata perasaan itu sering muncul, sehingga ia merasakan keraguan, seolah olah ada air seni yang keluar setelah buang air. Bila setelah di cek sesekali, ternyata tidak dapatkan air apapun di celananya, maka ketahuilah bahwa itu adalah was was yang dihembuskan setan untuk menggoda dan merusak sholatnya.

4. Diantara cara untuk menghilangkan rasa was wasnya, maka setelah buang air dan bersuci hendaknya ia mencipratkan (air ke celananya).
Sehingga nantinya ia tidak akan tergoda dengan rasa was was yang sering muncul. Dari cara tersebut maka ia meyakinkan dirinya bahwa ia dalam keadaan suci, sebagai bentuk untuk memerangi/menghilangkan godaan setan.

Karenanya, ketika Nabi Muhammad sallahu alaihi wasallam ketika ditanya sahabatnya, ”wahai Rasulullah, ada seseorang yang yang merasa bahwa ia mendapatkan sesuatu ( yang membatalkan) di dalam sholat?,”.
Maka Rasulullah bersabda, ”Agar ia tidak berpaling (membatalkan sholatnya) sampai ia mendengar suara atau ia mendapatkan bau (kentut)“
Sehingga Nabi menyuruh supaya tidak berpaling dari sholatnya hanya karena ilusi /keraguan belaka, sampai ia yakin telah mendengar suara atau mendapatkan bau.

Langkah diatas, sebagaimana yang telah di fatwakan oleh syekh bin baz di dalam salah satu fatwanya pada no : 3737 , Nur ala darb pada kaset no 107 , majmu Fatawa wa maqoolat syekh bin Baz : 10/122.

Apakah harus mengulang sholatnya?

Sholat yang di hasilkan dari wudhu yang sah, walaupun ada najis di badan atau baju yang tidak diketahuinya kecuali setelah selesai sholat, maka sholat yang di lakukannya adalah sah dan tidak perlu di ulang. Karena syarat dan rukun sholat telah di lakukan.

Namun, bila ia teringat di tengah sholat, bahwa ada najis yang belum dibersihkan dari baju atau badannya maka ia batalkan sholatnya dan membersihkan badan atau bajunya terlebih dahulu.

Bila barang itu bisa di lepas ketika sholat, seperti sandal, peci maka seketika itu juga ia bisa melepas barang najis tersebut dan tetap meneruskan sholatnya.
Sebagaimana yang di lakukan oleh nabi ketika di tengah sholat ia mengetahui bahwa sandal yang di pakainya adalah najis, maka Rasulullah melepasnya dan tetap meneruskan sholatnya. Sebagaimana hadist dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu’anhu,

أنَّ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ صلَّى فخَلعَ نَعليهِ فخلعَ النَّاسُ نعالَهُم فلمَّا انصرَف قالَ: لمَ خَلعتُمْ نعالَكُم ؟ قالوا: يا رسولَ اللَّهِ، رأيناكَ خلَعتَ فخَلَعنا قالَ: إنَّ جَبرئيلَ أتاني فأخبرَني أنَّ بِهِما خَبثًا فإذا جاءَ أحدُكُمُ المسجِدَ فليقلِب نعليهِ فلينظُر فيهما خبثٌ؟، فإن وجدَ فيهما خبثًا فليمسَحهما بالأرضِ، ثمَّ ليصلِّ فيهما

“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika sedang shalat beliau melepas sandalnya. Maka para makmum pun melepas sandal mereka. Ketika selesai shalat Nabi bertanya, ‘mengapa kalian melepas sandal-sandal kalian?’
Para sahabat menjawab, ‘wahai Rasulullah, kami melihat engkau melepas sandal, maka kami pun mengikuti engkau.’
‘(Adapun aku,) sesungguhnya Jibril mendatangiku dan mengabarkanku bahwa pada kedua pasang sandalku terdapat najis. Maka jika salah seorang dari kalian mendatangi masjid, hendaknya ia lihat bagian bawahnya apakah terdapat najis Jika ada maka usapkan sandalnya ke tanah, lalu shalatnya menggunakan keduanya’”

(HR. Al-Hakim 1/541, Abu Daud no. 650, Al-Albani dalam Shahih Abu Daud menyatakan Shahih).

Berharap, Allah ta’ala menerima segala amal ibadah yang kita lakukan untuk mendapatkan ridhoNya.

Wallahu ta’ala a’lam.

Dijawab dengan ringkas oleh :
Ustadz Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله

BIMBINGAN ISLAM