Tanah Air Kita Bukan Tuhan

Cinta Tanah Air juga adabnya, adab kepada Sang Pencipta, tidak menuhankanya. Itulah akidah Islam tentang makna Ketuhanan Yang Maha Esa

Oleh: Dr. Adian Husaini

RENUNGKANLAH untaian kata-kata dalam dua lagu kebangsaan berikut ini! (1) “Tanah airku Indonesia. Negeri Elok amat Kucinta. Tanah tumpah darahku yang mulia. Yang kupuja sepanjang masa. Tanah airku aman dan makmur. Pulau Kelapa yang amat subur. Pulau melati pujaan bangsa. Sejak dulu kala…” (2) Dari yakin kuteguh. Hati ikhlasku penuh. Akan karunia-Mu. Tanah air pusaka. Indonesia merdeka. Syukur aku panjatkan. Ke hadirat-Mu Tuhan.”

Ribuan pulau tergabung menjadi satu.

Sebagai ratna mutu manikam

Nusantara oh Nusantara

Bukan lautan hanya kolam susu

Kail dan jala cukup menghidupimu

Tiada badai tiada topan kau temui

Ikan dan udang menghampiri dirimu

Orang bilang tanah kita tanah sorga

Tongkat kayu dan batu jadi tanaman.” (Koes Plus).

*****

Kitacinta tanah air kita. Kita cinta negeri Nusantara yang indah ini.

Mengapa kita cinta tanah air kita? Apa karena tanahnya subur dan makmur? Apa karena alamnya indah?

Bagaimana jika suatu ketika tanah kita tak subur dan tidak makmur lagi? Apa kita tidak cinta lagi?

Haji Agus Salim, salah satu cendekiawan Muslim terbesar Indonesia, pernah menulis artikel berjudul “Cinta Bangsa dan Tanah Air” (Harian Fajar Asia, 28 Juli 1928).

Isinya, mengkritisi cara pandang sekular yang memuja “Ibu Pertiwi” secara berlebihan sehingga sampai menjadikan Ibu pertiwi itu sebagai “Tuhan”.

Agus Salim menulis:

“… demikian juga dalam cinta tanah air, kita mesti menujukan cita-cita kepada yang lebih tinggi daripada  segala benda dan rupa dunia, yaitu kepada hak, keadilan, dan keutamaan yang batasnya dan ukurannya telah ditentukan oleh Allah Subhanahu wa-ta’ala.” (Lihat, buku Seratus Tahun Haji Agus Salim, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996).

Itulah cinta tanah air yang adil. Meletakkan segala sesuatu pada tempatnya.

Negeri ini bukan ada dengan sendirinya. Kita pun, manusia Indonesia, bukan hasil evolusi dari makhluk bernama hominid (sebangsa kera).

Kita ada, karena ada yang meng-ada-kan. Bukan ada karena kehendak kita sendiri. Allah SWT-lah yang meng-ada-kan kita, sehigga kita menjadi ada.

Karena itulah bangsa Indonesia sepakat menjadikan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai sila pertama.  Haji Agus Salim, sebagai salah satu perumus Pembukaan UUD 1945 – yang memuat teks Pancasila – menulis tentang makna Ketuhanan Yang Maha Esa:

“… saya ingat betul-betul bahwa di masa itu tidak ada diantara kita seorang pun yang ragu-ragu, bahwa dengan pokok dasar Ketuhanan Yang Maha Esa itu maksudnya ‘aqidah, kepercayaan agama, dengan kekuatan  keyakinan, bahwa kemerdekaan bangsa dan tanah air suatu hak yang diperoleh daripada rahmat karunia Tuhan Yang Maha Esa…”

Tentang manusia yang berpura-pura mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa tetapi perilakunya justru mengajak manusia membesar-besarkan hawa nafsunya, loba dan tamak terhadap kebendaan, Haji Agus Salim pun menyeru;

“… hendaklah kita memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa hidayah petunjuk dan bimbingan taufik-Nya.” (Lihat buku Seratus Tahun Haji Agus Salim, 1996).

Manusia yang adil dan beradab adalah dapat menempatkan dirinya dengan betul, tahu siapa dirinya, saat berhadapan dengan Tuhannya.  Ia meyakini dan merelakan dirinya diatur oleh Allah SWT.

Itulah adab kepada Sang Pencipta. Begitu juga tidak menserikatkan Allah dengan yang lain. Itu aqidah Islam. Itu makna Ketuhanan Yang Maha Esa.

Bung Hatta, mencatat: 

“Dengan dasar-dasar ini sebagai pimpinan dan pegangan, pemerintahan negara pada hakekatnya tidak boleh menyimpang dari jalan yang lurus untuk mencapai kebahagiaan rakyat dan keselamatan masyarakat, perdamaian dunia serta persaudaraan bangsa-bangsa?” (Lihat, Mohammad Hatta, Pengertian Pancasila, Jakarta: CV Haji Masagung, 1989, hlm.31-33).

Prof. Hazairin, Guru Besar Ilmu Hukum UI, berpendapat;

“Bahwa yang dimaksud dengan Tuhan Yang Maha Esa itu ialah Allah, dengan konsekuensi (akibat mutlak) bahwa ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ berarti pengakuan ‘Kekuasaan Allah’ atau ‘Kedaulatan Allah.” (Prof. Hazairin, Demokrasi Pancasila, hlm. 31).

*****

Dalam ceramahnya di Festival Islam Internasional di Manchester, 1975, Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas menjelaskan hakikat loyalitas seorang manusia kepada Tuhannya;

“State and governments  change from time to time, and if loyalty were to be directed to them then the values will also change. So in Western society change is something natural. They says that society which does not change is strange and unnatural. Obviously if you will place your loyalty with Allah, He does not change. That what is meant by the validity of absolute values. We deny the possibility of relative values except in certain domains.”
(Negara dan pemerintahan berubah dari waktu ke waktu, dan jika kesetiaan diarahkan kepada mereka maka nilai-nilainya juga akan berubah. Jadi dalam masyarakat Barat, perubahan adalah sesuatu yang wajar. Mereka mengatakan bahwa masyarakat yang tidak berubah adalah sesuatu yang aneh dan tidak wajar. Tentu saja jika Anda menempatkan kesetiaan Anda pada Allah Swt, Dia tidak akan berubah. Itulah yang dimaksud dengan validitas nilai absolut. Kami menyangkal kemungkinan adanya nilai relatif kecuali dalam domain tertentu).

Jadi, tegas Prof. al-Attas, loyalitas tertinggi seorang manusia harus diberikan kepada Tuhannya. Negara dan pemerintahan datang silih berganti.

Jika loyalitas tertinggi diberikan kepada mereka, maka nilai-nilai pun akan selalu berubah, sebagaimana yang biasa terjadi di Barat. Tidak ada kepastian nilai baik-buruk di sana.

Itu berbeda dengan Islam, yang memiliki kepastian nilai baik-buruk karena bersumber pada ajaran wahyu Allah.

Loyalitas tertinggi seorang manusia tentulah sepatutnya diberikan kepada Tuhannya. Dialah yang menciptakan tanah air kita yang indah ini. Tanah air kita bukan Tuhan. Karena itu jangan dijadikan Tuhan.

Sebagai manusia cerdas, BJ Habibie (alm.) memberikan pelajaran bagaimana mendudukkan cinta tanah air secara adil.  Dalam wawancara dengan Majalah FORUM KEADILAN, edisi 20 Januari 1994, Habibie ditanya: “Jika Anda ditanya, Anda ini siapa, insinyur, Muslim, atau Indonesia?”

Habibie pun menjawab: “Kalau saya ditanya, Habibie siapa, insinyur, muslim, ataukah Indonesia, saya jawab, “Saya muslim.” Kenapa? Karena kalau saya mati nanti, saya tidak lagi berwarganegara… Kalau saya sampai ke akhirat, yang ditanya bukan warga negara kamu apa. Kamu mempunyai kedudukan apa. Karena itu saya jawab, “Saya muslim.”  Karena itu bukan emosional, saya jawab rasional.  Kalau kita percaya, pada hari akhir, saya mati tidak akan ditanya  paspor. Tapi, kalau saya jawab demikian, jangan lalu ada yang bilang Habibie tidak nasionalis. No…!”

Prof. Kasman Singodimedjo, Pahlawan Nasional dan pejuang hebat yang terlibat dalam perumusan Pancasila, mengajak umat Islam Indonesia untuk menerima Pancasila. Tetapi, sepatutnya umat Islam meyakini, bahwa Pancasila tidak dapat melebihi Islam.

Tulis Kasman Singodimedjo:

“Bahwa umat Islam disamping itu masih punya anggapan bahwa Islam itu adalah lebih sempurna dari Pancasila,  hal itu tentunya tidak akan, dan tidak seharusnya dianggap salah oleh siapa pun… Umat Islam keliru jika menganggap Pancasila lebih tinggi dari Islam. Sebab, Islam itu didekritkan langsung oleh Allah sebagai satu-satunya agama yang diridhai-Nya. (QS 3:19).”  (Lihat, Kasman Singodimedjo, Renungan dari Tahanan, hlm. 53-54).

Jadi, dengan meletakkan kecintaan dan loyalitas tertinggi kepada Tuhan Yang Maha Esa (Allah SWT), seorang muslim tetap bisa menjadi orang Indonesia dan sekaligus muslim yang baik.

Bahkan, di Indonesia ini, terbuka peluang besar kita menjadi muslim dan pejuang kebaikan dalam berbagai bidang kehidupan. (KL, 16 Februari 2020). *

Penulis Direktur Attaqwa College Depok, artikel telah dimuat di Majalah Hidayatullah

HIDAYATULLAH

‘Bahaya Jika Petugas Haji tak Melek Digital’

Rekrutmen petugas haji Indonesia rencananya akan mulai dibuka pada 5 Desember.

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kementerian Agama Hilman Latief menegaskan seluruh calon petugas haji Indonesia harus melek digital, seiring dengan perkembangan layanan di Arab Saudi.

 “Petugas haji ke depan harus melek digital. Kenapa? Karena nanti layanan haji yang ada di Saudi itu juga arahnya ke pelayanan digital. Kalau petugas kita tidak melek digital, bisa repot nanti,” kata Hilman Latief di Jakarta, Senin.

 Hilman menjelaskan, tahun ini Kemenag memulai rekrutmen petugas haji dengan memanfaatkan teknologi digital.

 Pendaftaran petugas dilakukan dengan mengirimkan berkas pendaftaran melalui form digital atau email yang sudah disiapkan. Tidak perlu langsung datang ke Kankemenag kota/kabupaten.

 Menurutnya, strategi tersebut menjadi upaya Kemenag untuk mewujudkan proses rekrutmen petugas haji yang lebih terbuka.

 Dengan proses penyampaian dokumen melalui email, membuka ruang bagi calon petugas untuk mendaftar, meskipun domisilinya jauh dari kantor Kemenag kota/kabupaten.

 “Semangat penggunaan teknologi digital ini juga untuk memberi kemudahan dan kesempatan yang sama bagi semua calon petugas,” kata Hilman.

 Penggunaan teknologi digital, menurut Hilman, juga bertujuan untuk menghadirkan rekrutmen petugas haji yang lebih transparan.

 “Mengirimkan berkas melalui email ini juga untuk mengurangi potensi bertemunya calon petugas dengan panitia rekrutmen. Ini menjadi komitmen Kemenag untuk mewujudkan rekrutmen petugas haji yang lebih transparan,” katanya.

 Senada dengan Dirjen PHU, Direktur Bina Haji Arsad Hidayat menyampaikan komitmennya untuk melakukan rekrutmen petugas haji yang lebih profesional dan transparan.

 “Pelaksanaan rekrutmen petugas haji ini dilakukan secara terbuka. Rekrutmen ini juga akan dipantau oleh seluruh pihak. Bukan hanya oleh pengawas internal, tapi juga oleh pengawas eksternal termasuk dari ombudsman,” kata Arsad.

 Ia mengungkapkan, rekrutmen petugas haji Indonesia rencananya akan mulai dibuka pada 5 Desember 2023.

“Ada beberapa langkah yang akan dilakukan, dan Insya Allah hasil akhirnya akan diumumkan pada Januari 2024,” kata Arsad.

sumber : Antara

Islam Melarang Tindakan Self Harm

Self harm adalah tindakan sengaja menyakiti diri sendiri, baik secara fisik maupun emosional. Tindakan ini dapat berupa berbagai macam, seperti menyayat kulit, membakar diri, menjambak rambut, menggaruk-garuk kulit, atau mengonsumsi obat-obatan secara berlebihan.

Self harm sering dikaitkan dengan gangguan kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan, dan gangguan kepribadian. Namun, orang yang tidak memiliki gangguan kesehatan mental juga dapat melakukan self harm. Misalnya, ketika putus cinta, seorang akan rawan melakukan self harm.

Dalam jurnal yang ditulis oleh Ananda Nur Shafira dan Giur Hargiana yang berjudul Self Harm Behavior Pada Mahasiswa Keperawatan (2022) ia mengatakan bahwa umumnya self harm dilakukan ketika kondisi psikis sedang cemas, marah, kesepian, frustasi, depresi dan gangguan jiwa”. Mereka menyakiti diri sendiri untuk mengekspresikan psikologinya berupa kemarahan, kerasnya hidup, ketidakpedulian orang lain dengan menyakiti diri sendiri.

Tindakan-tindakannya bisa berupa meminum atau memakan yang membahayakan kesehatannya, mengcuting dengan silet di bagian lengan, membenturkan kepalanya, memukul, dan tindakan-tindakan lain yang sekiranya merugikan diri sendiri. Karena pada dasarnya, segala sesuatu yang dapat merugikan atau membahayakan dirinya dan kesehatannya bisa dikatakan sebagai self harm.

Self harm terjadi dan dilakukan biasanya oleh anak-anak dan para pemuda dari umur 12-25 tahun, yang dimana kondisi emosional serta psikis nya belum matang atau labil, terlepas dari kondisi psikologi individu perilaku self harm juga dilakukan oleh orang yang sisi keagamaannya belum mapan, atau justru jauh dari agama. Dengan hal ini ia tidak punya sosok atau sesuatu yang dijadikan sebagai sandaran yakni Tuhan.  

Larangan self-harm dalam Islam didasarkan pada beberapa ayat Al-Qur’an dan hadits nabi Muhammad SAW. Salah satunya adalah ayat berikut:

 وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا

Artinya; Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa: 29)

Narasi ini termaktub dalam kitab (hadits) Al-Arba’in Al-Nawawiyah yang dihimpun Imam Nawawi Laa dharara wa laa dirara, yang artinya “Janganlah memberikan kemudaratan pada diri sendiri, dan jangan pula memudharatkan orang lain” (HR. Ibnu Majah dan Daruquthni).

Hadits ini meneguhkan betapa pentingnya kesehatan, tanggung jawab terhadap diri sendiri, serta bentuk kecintaan dan menghargai setiap makhluk hidup terutama manusia.

Seluruh ulama sepakat bahwa berbuat dzalim atau menyakiti diri sendiri self harm hukumnya haram di tegaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berbunyi;

عَنْ أَبِى ذَرٍّ الغِفَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَفِيْمَا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنَّهُ قَالَ: يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا

 Artinya; Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya telah aku haramkan atas diri-ku perbuatan zhalim dan Aku jadikan ia diharamkan di antara kamu; maka janganlah kalian saling berbuat zhalim.” (HR Muslim).

Mengapa Islam melarang umatnya menyakiti diri sendiri begitupun orang lain? Sebab tindakan tersebut termasuk dalam perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain. Pun, perbuatan tersebut termasuk tindakan yang zalim.

Artinya kerugian yang dialami oleh seseorang baik berupa sakit secara fisik, maupun non fisik yang dilakukan oleh diri sendiri tidak akan terlupakan begitupun sebaliknya dan Allah membenci umat yang seperti itu.

Dikatakan dalam Al Qur’an surat An Nisa Ayat 168 yang berbunyi ; 

اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَظَلَمُوْا لَمْ يَكُنِ اللّٰهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ وَلَا لِيَهْدِيَهُمْ طَرِيْقًاۙ

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan orang yang melakukan kezaliman, Allah tidak akan mengampuni mereka, dan tidak akan menunjukkan kepada mereka jalan (yang lurus). (An Nisa Ayat 168).

وَمَنْ يَظْلِمْ مِنْكُمْ نُذِقْهُ عَذَابًا كَبِيرً

Artinya: “Barangsiapa di antara kamu yang berbuat zalim, niscaya kami rasakan kepadanya azab yang besar. (Al Furqan ayat 19).

Ayat diatas melarang umatnya untuk tidak berbuat dzalim terhadap diri sendiri dan juga orang lain, jika diantara kita melakukan keburukan maka Allah sendiri akan menutup jalan serta memadamkan cahaya-Nya, dan azab yang pedih, barang siapa seorang berjalan diatas kegelapan, keburukan maka hanya kepedihan dan penderitaan yang didapatkan.

Al-Qur’an memberikan kita satu informasi terkait dengan kesedihan yang di ratapi oleh hamba, namun ia memilih bunuh diri, ayat itu tersurat dalam Al Kahfi [16] ayat 6;

فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَّفْسَكَ عَلٰٓى اٰثَارِهِمْ اِنْ لَّمْ يُؤْمِنُوْا بِهٰذَا الْحَدِيْثِ اَسَفًا

Artinya; Maka, boleh jadi engkau (Nabi Muhammad) akan mencelakakan dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Qur’an).

BINCANG SYARIAH

4 Hadits Anjuran Berbakti Pada Orang Tua

Berbakti pada orang tua adalah kewajiban dan salah satu bentuk rasa terima kasih atas segala pengorbanan, cinta, dan kasih sayang yang mereka curahkan sejak kita lahir. Nah berikut 4 hadits anjuran berbakti pada orang tua dalam Islam.

Dalam Islam, berbakti kepada orang tua menempati posisi yang sangat tinggi. Dalam hadits Rasulullah banyak sekali membicarakan tentang anjuran berbakti pada orang tua.

Pertama, anjuran berbakti pada orang tua, sebab ini adalah amal paling utama. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh riwayat Abdullah bin Mas’ud. Nabi bersabda;

عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه سألتُ رسولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قلتُ يَا رسولَ الله أَيُّ العملِ أفضَلُ قال الصلاةُ على مِيْقاتِها قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قال ثُمَّ بِرُّ الوالِدَيْنِ قلتُ ثُمَّ أَيٌّ قال الجِهادُ في سبيلِ اللهِ

Artinya, “Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud ra, ia bertanya kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, apakah amal paling utama?’ ‘Shalat pada waktunya,’ jawab Rasul. Ia bertanya lagi, ‘Lalu apa?’ ‘Lalu berbakti kepada kedua orang tua,’ jawabnya. Ia lalu bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ ‘Jihad di jalan Allah,’ jawabnya,” (HR Bukhari dan Muslim).

Kedua, anjuran berbakti pada orang tua, kelak anak akan juga berbakti pada kita. Ini adalah janji Allah pada orang yang senantiasa mengabdi pada orang tuanya. Nabi bersabda;

وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: {بُرُّوا آبَاءَكُمْ تَبُرَّكُمْ أَبْنَاؤُكُمْ وَعِفّوا تَعِفَّ نِسَاؤُكُمْ}

Nabi saw. bersabda, “Berbuat baiklah kepada orang tua-orang tua kalian maka anak-anak kalian akan berbuat baik kepada kalian, dan jagalah diri kalian (dari zina), maka istri-istri kalian akan terjaga (dari zina).” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ath-Thabarani dari sahabat Ibnu Umar r.a.

Ketiga, berbakti pada orang tua termasuk jihad fi sabilillah. Pasalnya, merawat kedua orang tua, terutama ketika mereka telah tua, masuk dalam amalan yang dijanjikan oleh Allah sebagai surga tempat kembalinya. Simak hadits Nabi berikut;


عن عَبْد اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم فَاسْتَأْذَنَهُ فِى الْجِهَادِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَحَىٌّ وَالِدَاكَ؟ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ

Artinya, “Dari sahabat Abdullah bin Amr bin Ash ra, seorang sahabat mendatangi Rasulullah saw lalu meminta izin untuk berjihad. Rasulullah saw bertanya, ‘Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’ ‘Masih,’ jawabnya. Rasulullah saw mengatakan, ‘Pada (perawatan) keduanya, berjihadlah,’” (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah).

Keempat, bagi orang yang senantiasa mengabdi dan berbuat baik pada ibu bapaknya, maka ganjarannya adalah surga. Pasalnya, dalam Islam disebutkan bahwa surga berada bawah kaki orang tua, terutama ibunya. Nabi bersabda;

عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ جَاهِمَةَ السُّلَمِيِّ، أَنَّ جَاهِمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَتَى النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم، فَقَالَ إِنِّي أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ مَعَكَ وَجِئْتُ أَسْتَشِيرُكَ قَالَ هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ؟ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَالْزَمْهَا، فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلِهَا

Artinya, “Dari Muawiyah bin Jahimah As-Sulami, Jahimah ra mendatangi Nabi Muhammad saw dan berkata, ‘Aku ingin berperang bersamamu dan aku datang untuk meminta petunjukmu.’ Rasul bertanya, ‘Apakah kamu mempunyai ibu?’ ‘Ya,’ jawabnya. ‘Lazimkanlah ibumu karena surga berada di bawah telapak kakinya,’” (HR An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Al-Hakim).

BINCANG SYARIAH

Hukum Buzzer dalam Islam

Di zaman ini, media sosial penuh dengan hal-hal yang bisa mengarahkan manusia kepada kebaikan sekaligus keburukan. Dalam perkembangannya, media sosial dijadikan sebagai tempat untuk mendapatkan uang. Baik dengan cara yang halal, seperti dilakukan oleh para pedagang. Atau yang haram, seperti perbuatan menyebarkan aib orang lain yang dilakukan oleh buzzer.

Dilansir oleh detik, buzzer adalah orang yang memanfaatkan akun sosial media miliknya guna menyebarluaskan informasi atau melakukan suatu promosi maupun iklan dari suatu produk atau jasa pada perusahaan atau instansi. Tugas mereka adalah menginformasikan, mengkampanyekan sebuah informasi secara berulang untuk menimbulkan ‘kebisingan’ di tengah audiens.

Kata buzzer sendiri mengalami peyorasi sehingga identik dengan satu entitas tertentu yang mengkampanyekan keburukan atau menggali keburukan orang lain. Lantas, bagaimana pandangan Islam tentang orang-orang yang berkecimpung di buzzer? Apakah pernah terjadi hal yang serupa dengan apa yang dilakukan oleh buzzer ini? Sebelum menjawab terkait hukum, di zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama pernah terjadi kisah yang kita sangat kenal bersama dan merupakan dampak dari ulah buzzer keburukan, yaitu orang-orang munafik. Atau yang lebih dikenal dengan peristiwa Al-Ifk.

Diceritakan oleh ‘Urwah bin Az-Zubair radhiyallahu ‘anhu, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, tentang bagaimana kesedihan beliau menghadapi desas-desus tidak baik tentang hal ini. Sampai kemudian Allah ‘Azza Wajalla menurunkan ayat yang isinya membersihkan desas-desus tersebut dari diri ibunda Aisyah radhiyallahu ‘anha,

اِنَّ الَّذِيْنَ جَاۤءُوْ بِالْاِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنْكُمْۗ لَا تَحْسَبُوْهُ شَرًّا لَّكُمْۗ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۗ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ مَّا اكْتَسَبَ مِنَ الْاِثْمِۚ وَالَّذِيْ تَوَلّٰى كِبْرَهٗ مِنْهُمْ لَهٗ عَذَابٌ عَظِيْمٌ لَوْلَآ اِذْ سَمِعْتُمُوْهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بِاَنْفُسِهِمْ خَيْرًاۙ وَّقَالُوْا هٰذَآ اِفْكٌ مُّبِيْنٌ لَوْلَا جَاۤءُوْ عَلَيْهِ بِاَرْبَعَةِ شُهَدَاۤءَۚ فَاِذْ لَمْ يَأْتُوْا بِالشُّهَدَاۤءِ فَاُولٰۤىِٕكَ عِنْدَ اللّٰهِ هُمُ الْكٰذِبُوْنَ وَلَوْلَا فَضْلُ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهٗ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِيْ مَآ اَفَضْتُمْ فِيْهِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ اِذْ تَلَقَّوْنَهٗ بِاَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُوْلُوْنَ بِاَفْوَاهِكُمْ مَّا لَيْسَ لَكُمْ بِهٖ عِلْمٌ وَّتَحْسَبُوْنَهٗ هَيِّنًاۙ وَّهُوَ عِنْدَ اللّٰهِ عَظِيْمٌ ۚ وَلَوْلَآ اِذْ سَمِعْتُمُوْهُ قُلْتُمْ مَّا يَكُوْنُ لَنَآ اَنْ نَّتَكَلَّمَ بِهٰذَاۖ سُبْحٰنَكَ هٰذَا بُهْتَانٌ عَظِيْمٌ يَعِظُكُمُ اللّٰهُ اَنْ تَعُوْدُوْا لِمِثْلِهٖٓ اَبَدًا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ ۚ وَيُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ اِنَّ الَّذِيْنَ يُحِبُّوْنَ اَنْ تَشِيْعَ الْفَاحِشَةُ فِى الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌۙ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ وَلَوْلَا فَضْلُ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهٗ وَاَنَّ اللّٰهَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ ࣖ ۞ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ وَمَنْ يَّتَّبِعْ خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ فَاِنَّهٗ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِۗ وَلَوْلَا فَضْلُ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهٗ مَا زَكٰى مِنْكُمْ مِّنْ اَحَدٍ اَبَدًاۙ وَّلٰكِنَّ اللّٰهَ يُزَكِّيْ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ وَلَا يَأْتَلِ اُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ اَنْ يُّؤْتُوْٓا اُولِى الْقُرْبٰى وَالْمَسٰكِيْنَ وَالْمُهٰجِرِيْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۖوَلْيَعْفُوْا وَلْيَصْفَحُوْاۗ اَلَا تُحِبُّوْنَ اَنْ يَّغْفِرَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ اِنَّ الَّذِيْنَ يَرْمُوْنَ الْمُحْصَنٰتِ الْغٰفِلٰتِ الْمُؤْمِنٰتِ لُعِنُوْا فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ ۙ يَّوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ اَلْسِنَتُهُمْ وَاَيْدِيْهِمْ وَاَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ يَوْمَىِٕذٍ يُّوَفِّيْهِمُ اللّٰهُ دِيْنَهُمُ الْحَقَّ وَيَعْلَمُوْنَ اَنَّ اللّٰهَ هُوَ الْحَقُّ الْمُبِيْنُ اَلْخَبِيْثٰتُ لِلْخَبِيْثِيْنَ وَالْخَبِيْثُوْنَ لِلْخَبِيْثٰتِۚ وَالطَّيِّبٰتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَالطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبٰتِۚ اُولٰۤىِٕكَ مُبَرَّءُوْنَ مِمَّا يَقُوْلُوْنَۗ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّرِزْقٌ كَرِيْمٌ ࣖ

Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah kelompok di antara kamu (juga). Janganlah kamu mengira bahwa peristiwa itu buruk bagimu, sebaliknya itu adalah baik bagimu. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Adapun orang yang mengambil peran besar di antara mereka, dia mendapat azab yang sangat berat. Mengapa orang-orang mukmin dan mukminat tidak berbaik sangka terhadap kelompok mereka sendiri, ketika kamu mendengar berita bohong itu? Dan (mereka) berkata, ‘Ini adalah (berita) bohong yang nyata?’ Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak datang membawa empat saksi? Karena tidak membawa saksi-saksi, mereka itu adalah para pendusta dalam pandangan Allah. Seandainya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang sangat berat disebabkan oleh pembicaraan kamu tentang (berita bohong) itu.

(Ingatlah) ketika kamu menerima (berita bohong) itu dari mulut ke mulut, kamu mengatakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit pun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu masalah besar. Mengapa ketika mendengarnya (berita bohong itu), kamu tidak berkata, ‘Tidak pantas bagi kita membicarakan ini. Mahasuci Engkau. Ini adalah kebohongan yang besar.’ Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali mengulangi seperti itu selama-lamanya jika kamu orang-orang mukmin. Allah menjelaskan ayat-ayat(-Nya) kepadamu. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Sesungguhnya orang-orang yang senang atas tersebarnya (berita bohong) yang sangat keji itu di kalangan orang-orang yang beriman, mereka mendapat azab yang sangat pedih di dunia dan di akhirat. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu dan (bukan karena) Allah Maha Penyantun lagi Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar). Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan! Siapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya dia (setan) menyuruh (manusia mengerjakan perbuatan) yang keji dan mungkar.

Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, niscaya tidak seorang pun di antara kamu bersih (dari perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya. Akan tetapi, Allah membersihkan siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan (rezeki) di antara kamu bersumpah (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kerabat(-nya), orang-orang miskin, dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah. Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Sesungguhnya orang-orang yang menuduh perempuan baik-baik, polos, dan beriman (dengan tuduhan berzina), mereka dilaknat di dunia dan di akhirat dan mereka akan mendapat azab yang besar pada hari (ketika) lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. Pada hari itu, Allah menyempurnakan balasan yang sebenarnya bagi mereka dan mereka mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Benar lagi Maha Menjelaskan.

Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka (yang baik) itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia.” (QS. An-Nur: 11-26)

Hukum buzzer dalam Islam

Ada sebuah kaidah fikih yang merupakan turunan dari ‘perbuatan itu tergantung tujuannya’ yang berbunyi,

العبرة في العقود بالمقاصد والمعاني، لا بالألفاظ والمباني

Yang menjadi fokus perhatian dalam sebuah akad/transaksi adalah maksud dan hakikat akad tersebut, bukan sekedar namanya saja.” (Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah baina Al-Ashalah wat-Taujih, 3: 3)

Ilustrasi sederhananya adalah sebagai berikut. Bahwa meskipun banyak pemuda/i ajnabi mengemas hubungan mereka dengan nama ta’aruf, akan tetapi jika dalam prosesnya mereka melakukan hal yang diharamkan, seperti berpegangan tangan, berduaan di tempat yang sepi, dan sebagainya, maka hubungan mereka, sebaik apapun mereka namai, tetap diharamkan oleh Allah ‘Azza Wajalla. Karena yang menjadi fokus penilaian adalah hakikat dari hubungan tersebut, dan bukan namanya.

Begitu pun hukum menjadi seorang buzzer, maka kita harus merinci berdasarkan definisi bahasa. Yang harus didudukkan adalah informasi apa yang mereka kerjakan? Kampanye apa yang mereka suarakan? Atas dasar apa mereka dipekerjakan? Jika kampanye yang dimaksud adalah menyebarkan kebaikan seperti video-video kajian sehingga lebih meluas jangkauannya, poster-poster nasihat sehingga akan lebih banyak orang yang membacanya, maka sebatas ini adalah sesuatu yang diperbolehkan. Termasuk yang dilakukan sebagian orang di zaman sekarang dengan menjadi buzzer di media sosial agar informasi kondisi saudara kita di Palestina terus diberitakan dan mendapat perhatian dunia, maka itu merupakan kebaikan.

Akan tetapi, jika makna peyoratif yang tersemat pada kata buzzer di zaman sekarang yang dimaksud, maka hal tersebut adalah hal yang diharamkan. Yaitu, menjadi buzzer adalah menjadi seorang yang melakukan black campaign terhadap sesama, menyebarkan aib-aib yang sudah terkubur, berkata-kata buruk kepada sesama, dan lain-lain. Hal ini diharamkan karena mengandung perbuatan-perbuatan yang diharamkan seperti:

Pertama: Mencari-cari aib orang lain dan menggunjingnya

Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ

Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama bahkan menyebutkan ancaman bagi mereka yang membuka aib seseorang,

يا معشر من آمن بلسانه ولم يدخل الإيمان قلبه لا تغتابوا المسلمين ولا تتبعوا عوراتهم فإن من تتبع عوراتهم تتبع الله عورته، ومن تتبع الله عورته يفضحه في بيته

Wahai orang-orang yang beriman sebatas lisan dan belum masuk ke hatinya. Janganlah kalian menggunjing kaum muslimin dan mencari-cari aib mereka. Barangsiapa yang gemar mencari aib orang lain, Allah akan bongkar aibnya. Barangsiapa yang Allah bongkar aibnya, maka Allah akan bongkar aibnya di rumahnya.” (HR. Ahmad no. 18940)

Kedua: Menyebarkan hoaks

Berita yang belum jelas kebenarannya atau bahkan disengaja kedustaannya adalah salah satu keburukan yang dikerjakan oleh buzzer. Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

اِنَّ الَّذِيْنَ يُحِبُّوْنَ اَنْ تَشِيْعَ الْفَاحِشَةُ فِى الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌۙ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ

Sesungguhnya orang-orang yang senang atas tersebarnya (berita bohong) yang sangat keji itu di kalangan orang-orang yang beriman, mereka mendapat azab yang sangat pedih di dunia dan di akhirat. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nur: 19)

Belum lagi, jika yang dilakukan oleh buzzer ini dibenarkan oleh sebagian orang, kemudian mereka turut menyebarkannya, kita tidak bisa membayangkan betapa berat pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah ‘Azza Wajalla. Semoga Allah jauhkan kita dari golongan orang-orang yang menebar keburukan di tengah kaum muslimin.

***

Penulis: Muhammad Nur Faqih, S.Ag.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/90132-hukum-buzzer-dalam-islam.html

Hapus Tato dan Wakaf Al-Qur’an di Lapas Samarinda

Bangsa Indonesia akan berpesta demokrasi pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang. Berbagai dinamika pun telah terjadi Ketika masa kampanye telah dimulai saat ini. Para kontestan Pemilu pun telah melakukan kampanye baik secara offline maupun  online.    

Menanggapi hal itu Wakil Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud berpesan agar umat sebagai masyarakat dapat memilah informasi dan tidak langsung percaya dengan apa yang diperoleh dari  media sosial.

“Kita harus mampu ‘aridh ‘anil jahilin (tidak pedulikan orang-orang bodoh). Sumber WhatsApp dan media sosial, jangan semuanya dijadikan dalil. WhatsApp dan media sosial harus ditabayyunkan terlebih dulu,” ujar Kiai Marsudi.

Pernyataan itu diucapkan Kiai Marsudi saat membuka Standardisasi Kompetensi Dai Angkatan 27 dan 28 yang diselenggarakan Komisi Dakwah MUI di Wisma Mandiri, , Jakarta, akhir pekan ini.

ia berharap agar pemilu yang akan datang berjalan dengan baik dan tidak terjadi persaingan yang tidak sehat dalam ajang kompetisi tersebut.

“Jadwal pemilu sebentar lagi, maka ayo kita bersama mengajak bangsa ini menjaga agar berjalan dengan baik. Jangan sampai persaingan tidak sehat terjadi sehingga ada gejolak di sana dan di sini,” imbuhnya.

Kiai Marsudi juga mengimbau umat untuk menggunakan hak suaranya dalam Pemilihan Umum pada 14 Februari 2024.

“Memilih pemimpin, memilih presiden, hukumnya wajib. Nanti jangan ada yang golput. Cari sesuai keyakinannya masing-masing. Saya tidak akan mempengaruhi hal ini. Saya atas nama MUI, MUI-nya secara kelembagaan netral, makhluknya terserah,” jelas Kiai Marsudi.

Kiai Marsudi mengajak untuk melaksanakan kompetisi yang sehat dalam pemilu. Kompetisi yang sehat itu akan tumbuh jika masyarakat sebagai aktor utama pemilu sadar. Kesadaran itu muncul dari peran dai yang hadir dalam Standardisasi ini.

“Pemilu itu kata lain dari membuat persaingan, antar partai bersaing, antar caleg bersaing. Terkadang kita sudah paham soal perbedaan pendapat, tapi persoalan persaingan inilah yang bisa mengakibatkan kita tercerai-berai. Jadi yang merusak organisasi, partai, dan sebagainya adalah persaingan yang tidak sehat,” katanya.

Pengasuh Pondok Pesantren Ekonomi Darul Uchwah Jakarta inimenyampaikan,  persaingan yang tidak sehat itu yang menjadi bibit konflik di tengah masyarakat. Keributan yang tidak perlu seringkali muncul karena persaingan seperti ini.

ISLAMKAFFAH

Hapus Tato dan Wakaf Al-Qur’an di Lapas Samarinda

Selasa, 21 November lalu, jam masih menunjukkan pukul 08.30 WITA. Puluhan orang sudah berkumpul di sebuah teras. Tampak beberapa orang bertato di tangannya, ada yang bertato di betis kakinya, dan ada juga yang bertato di sebagian lehernya.

Orang-orang yang bertato itu adalah warga binaan pemasyarakatan (WBP) kelas IIA Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim). Mereka mendapatkan pengarahan dari pihak Lapas dan tim Islamic Medical Service (IMS). Sebab, hari itu akan diadakan kegiatan hapus tato.

Tepat pukul 09.00 satu-persatu warga binaan tersebut masuk ke sebuah ruangan. Mereka dites kesehatannya oleh tim medis dari IMS. Kemudian lanjut dilakukan anestesi untuk mengurangi rasa sakit selama penghapusan tato.

Setelah menunggu beberapa menit, satu-dua orang bergantian dipanggil untuk dihapus tatonya dengan menggunakan laser.

Hendra, salah seorang pasien hapus tato merasa senang. “Terima kasih ada kegiatan ini. Saya hapus tato bergambar kawat berduri. Saya ditato ini saat berumur 17 tahun,” ujar Hendra.

Menurut pria yang divonis 8 tahun karena kasus narkoba ini, ada hikmahnya ia tinggal di balik jeruji. “Saya di sini jadi bisa ngaji dan melaksanakan shalat 5 waktu. Bahkan sudah khatam membaca al-Qur’an sebanyak 4 kali,” ujar pria 44 tahun ini.

“Terima kasih al-Qur’annya, ini sangat bermanfaat bagi kami di sini,” ungkap Hendra kepada salah seorang pengurus Yayasan Wakaf Al-Qur’an Suara Hidayatullah (YAWASH).

Sementara Budianur, pria berusia 46 tahun ini, akan dihapus tatonya yang bergambar naga di tangannya. Tato itu dibuat oleh temannya saat berumur 22 tahun. “Dulu saya putus cinta, saya kecewa, lalu saya ditato gambar naga,” ujarnya. “Putus cinta lagi, saya ditato gambar hewan penyengat,” imbuhnya.

Kini Budianur mulai sadar. Selama menjalani masa tahanannya, ia mulai berubah. “Saya bertobat. Keluarga sangat mensupport perubahan saya. Karena itu, saya akan berusaha memperbaiki diri,” ungkapnya.

Pada hari pertama kegiatan hapus tato yang berlangsung di Lapas kelas IIA Samarinda, ada 50 orang warga binaan yang dihapus tatonya.

Kasi Binadik Lapas kelas IIA Samarinda, Pariadi menyampaikan ungkapan terima kasihnya.

“Saya mewakili Kalapas menyampaikan ucapan terima kasih kepada IMS yang telah memberikan pelayanan hapus tato bagi warga binaan kami. Ini sangat bermanfaat,” ujar Pariadi.

Selain itu, Pariadi juga mengungkapkan terima kasihnya kepada YAWASH. “Terima kasih juga kami sampaikan kepada Yayasan Wakaf Al-Qur’an Suara Hidayatullah yang telah memberikan al-Qur’an bagi warga binaan di sini,” kata Pariadi.

Tabligh Akbar

Pada hari kedua, Rabu, 22 November, kegiatan hapus tato berlangsung di Lapas kelas IIA Balikpapan. Di Lapas ini, hapus tato diikuti sebanyak 50 orang warga binaan.

Ada yang berbeda pada hari kedua kegiatan hapus tato dan wakaf al-Qur’an. Di Lapas kelas IIA Balikpapan ini diadakan acara tabligh akbar.

Dalam sambutannya, Kresyanto, Kepala Seksi Giat Lapas IIA Balikpapan mengajak warga binaan untuk memanfaatkan kegiatan ini sebaik mungkin.

“Kita lahir dalam keadaan bersih, maka pulang pun (meninggal) harus bersih,” ujar Kresyanto.

Ia kemudian menganalogikan. “Kita dipinjami buku, maka ketika dikembalikan kepada pemiliknya, buku itu harus dalam keadaan bersih. Kalau kotor atau dicoret-coret maka si pemilik buku akan marah,” paparnya.

Imron Faizin, Direktur IMS mengatakan bahwa IMS sudah menjadi mitra Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM sejak tahun 2018.

“Bahkan pada tahun 2019 kami mendapatkan penghargaan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Bapak Yasona H Laoly,” ungkap Imron.

“Semoga kami bisa datang lagi untuk melakukan pelayanan berikutnya,” imbuhnya.

Kepala BMH Kalimantan Timur, Rifa’i menyampaikan bahwa BMH dan IMS sudah lama menjalin kerjasama. “Sudah 4 kali BMH dan IMS bersinergi dalam kegiatan hapus tato. “Kami pernah juga membuat acara buka bersama di Lapas ini,” ujar Rifa’i yang didampingi pengurus IMS Kaltim Suriansyah Mugeni.

Khaerul Anwar, Direktur MTT Kaltim, mengatakan merasa senang karena program CSR bermanfaat bagi warga binaan pemasyarakatan. “Semoga CSR MTT kedepan lebih banyak memberi manfaat dan keberkahan,” ujar Khaerul.

Sementara itu, Ustadz Naspi Arsyad, da’i dari Hidayatullah dalam tabligh akbarnya mengingatkan bahwa semua hamba Allah akan pulang ke kampung akhirat. “Karena itu, harus punya amalan yang akan menyelamatkan kita,” ujarnya

Kemudian Naspi melanjutkan, “Ada 8 pintu surga yang bisa kita masuki ke dalamnya, di antaranya lewat pintu puasa, sedekah, shalat, berbakti pada orang tua, dan menahan amarah.”

“Silakan bapak-bapak mau masuk lewat pintu yang mana?” ujar Naspi. “Yang penting konsisten dan mudah dikerjakan,” tegasnya.

Pada kedua kegiatan tersebut, YAWASH yang sudah lama bersinergi dengan IMS menyerahkan al-Qur’an wakaf dari para donatur.

“Semoga al-Qur’an yang kami berikan dari para donatur ini bermanfaat bagi warga binaan di Lapas ini,” ujar salah seorang pengurus YAWASH.

Kegiatan yang didukung oleh BMH, MTT, Pertamina, BDI, dan JC Clinic ini berlangsung lancar dan disambut baik oleh warga binaan Lapas.*

HIDAYATULLAH

Polisi Garut Buru Pelaku Penipuan Umroh dengan Korban 22 Jamaah

Polisi memintai keterangan saksi dan mengumpulkan bukti.

Kepolisian Resor Garut melakukan penyelidikan kasus 22 warga Kabupaten Garut, Jawa Barat korban penipuan pemberangkatan perjalanan umroh. Polisi memintai keterangan saksi dan mengumpulkan bukti.

“Saat ini kami masih melakukan pemeriksaan kepada para saksi,” kata Kepala Satuan Reskrim Polres Garut AKP Ari Rinaldo di Garut, Senin (4/12/2023).

Ia menuturkan sudah mendapatkan laporan resmi dari warga yang menjadi korban penipuan pemberangkatan perjalanan umroh. Ia sudah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi yang mengetahui agenda perjalanan umroh itu.

Kepolisian saat ini juga sedang melakukan pengejaran terhadap pelaku yang sudah diketahui identitasnya dan diduga menjadi orang yang terlibat dalam kasus penipuan perjalanan umroh tersebut.

“Pelaku masih dalam pengejaran,” kata Ari.

Ia mengatakan tercatat warga Garut yang menjadi korban penipuan perjalanan umroh sebanyak 22 orang. Biaya umrohyang dikeluarkan korban sebesar Rp 30 juta per orang. Sedangkan bagi warga yang statusnya ustadz atau guru ngaji diberikan keringanan biaya atau subsidi sehingga cukup membayar Rp 20 juta per orang.

“Pelaku juga memberikan keringanan kepada para korban dengan mencicil biaya umroh, para korban ada yang sudah membayar Rp 6 juta sampai Rp 30 juta,” kata Ari.

Ia menyampaikan jamaah dari Garut itu dijadwalkan berangkat Oktober 2023, tetapi oleh penyelenggara diundur dengan jadwal berangkat pada 22 November 2023. Mereka pun semua berangkat menggunakan bus.

Rombongan selanjutnya menginap di salah satu hotel di daerah Cengkareng, Jakarta. Kemudian, jamaah menanyakan waktu pemberangkatan berikutnya kepada terduga pelaku, lalu pelaku menyampaikan pemberangkatan diundur lagi.

Korban menilai ada yang salah dalam kegiatan perjalanan umroh itu. Korban kemudian memutuskan pulang ke Garut, lalu melaporkan kejadian terkait penipuan tersebut ke Polres Garut.

sumber : Antara

Ini Alasan Sayyidina Umar Disebut Amirul Mukminin

Sayyidina Umar bin Khattab adalah khalifah kedua dalam sejarah Islam. Ia memimpin umat Islam selama 10 tahun, dari tahun 634 hingga 644 M. Selama masa kepemimpinannya, umat Islam mengalami kemajuan yang pesat, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun agama. Lantas mengapa Sayyidina Umar bin Khattab disebut sebagai Amirul Mukminin?

Biografi Singkat Sayyidina Umar bin Khattab

Umar bin Khattab termasuk salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang juga menjadi khalifah. Beliau menggantikan Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah kedua Kekhalifahan Khulafaur Rasyidun. 

Umar adalah sahabat senior dan juga ayah mertua dari nabi Muhammad dari Sayyidah Hafshah. Beliau juga seorang ahli hukum Muslim yang dikenal karena sifatnya yang saleh dan adil, yang membuatnya mendapatkan julukan al-Fārūq (“pembeda”). Gelar Amirul Mukminin disandang oleh Umar bin Khattab yang juga merupakan orang pertama yang diberi gelar tersebut.

Beliau adalah sosok pemimpin islam yang sangat disegani, peran dan jasa beliau terhadap meluasnya islam sangatlah besar. di era kepemimpinan beliau agama Islam tersebar hingga ke tanah romawi. 

Selain itu beliau adalah sosok Khalifah yang adil dan sederhana, beliau sering melakukan blusukan ke tengah-tengah masyrakat untuk mengetahui kehidupan mereka. Beliau adalah sosok khalifah yang pertama kali mendapat gelar Amirul Mukminin, lalu apa yang melatar belakangi sebutan tersebut atas Sayyidina Umar, berikut penjelasannya.

Ini Alasan Sayyidina Umar Disebut Amirul Mukminin

Di dalam kitab Jawahirul Lu`luiyah fi Syarh Arba`in An-Nawawiyah Syaikh Muhammad bin Abdullah Al-Jurdaniy menyebutkan alasan mengapa beliau digelari Amirul Mukminin di dalam penjelasan hadist pertama dari kitab Arba`in An-Nawawiyah.

هو أول من سمي أمير المؤمنين على العموم، سماه بذلك بعض الصحابة، وقيل: إنه قال للناس في بعض خطبه: “أيها الناس أنتم المؤمنون وأنا أميركم” فسمي أمير المؤمنين، وكان قبل ذلك يقال له: “يا خليفة خليفة رسول الله صلى الله عليه وسلم”.

Artinya; “Dia (Sayyidina Umar) adalah orang pertama kali yang dinamai Amirul Mukminin secara umum, alasannya karena Sebagian sahabat memanggilnya begitu, dan ada yang mengatakan bahwa alasannya adalah bahwa beliau pernah berkhutbah dan mengatakan ‘wahai manusia kalian adalah orang mukmin dan aku pemimpin kalian’.lalu dari itu kemudian beliau dipanggil Amirul Mukminin, sebelum itu beliau disebut sebagai ‘Khalifahnya Khalifah Rasulullah Saw’.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa ada dua alasan yang melatarbelakangi Sayyidina Umar disebut Amirul Mukminin, yaitu ada sebagai sahabat yang memanggil beliau dengan sebutan itu, dan yang kedua adalah adanya pengakuan beliau sendiri pada Sebagian khutbahnya bahwa beliau adalah Amirul Mukminin atau pemimpin orang-orang mukmin.

Demikian penjelasan mengenai alasan Sayyidina Umar bin Khattab disebut sebagai Amirul Mukminin. Semoga bermanfaat, Wallahu a`lam.

BINCANG SYARIAH

5 Istilah Dosa dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an menggunakan beberapa istilah untuk konsep dosa, masing-masing dengan makna dan implikasi yang sedikit berbeda. Berikut 5 istilah dosa dalam Al-Qur’an. 

Ketika umat manusia melanggar larangan Allah SWT, ataupun melalaikan segala perintah wajib dari Allah SWT maka mereka akan mendapatkan dosa. Sebagai umat muslim jgn sampai kita menyepelekannya, karena dosa dapat membahayakan bagi kehidupan manusia, bahkan bisa menjadi sumber malapetaka bagi kita. 

Allah SWT telah memberi peringatan kepada manusia dalam surat Al-A’raf ayat 96:

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

Artinya: Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan.

Perlu kita ketahui pula, bahwa dalam Al-Qur’an banyak kata yang disebutkan dan memiliki arti sama dengan dosa. Di antaranya adalah dzanbun, khati’ah, itsmun, junah, dan jurmun.

Nama-nama ini memiliki arti yang berbeda, hukum berbeda dan cara pengampunan yang berbeda. Dengan perbedaan tersebut, menunjukkan bahwa banyaknya perilaku manusia yang bermacam-macam saat melakukan perbuatan yang dilarang.

Di dalam Al-Qur’an dijelaskan mengenai lafaz yang mengandung makna di dalam dosa, diantaranya sebagai berikut :

Pertama, dzanbun. Menurut Muhammad Fu’ad dalam Al-Mu’jam Al-Muhfaras li Alfaz Al-Qur’an al-Karim, kata dzanbun di dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 39 kali, terdapat 21 kata di surat Makkiyah dan 18 kata di surat Madaniyyah. 

Secara sederhana dzanbun mencakup makna dosa, akhir sesuatu dan keterbelakangan, digunakan untuk menunjukkan dosa yang sudah lampau dan digunakan dalam konteks melawan atau menentang Allah.

Kedua, khati’ah. Kemudian dalam Lisan al-Arab oleh Ibnu Manzur, lafaz ini disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 22 kali. Makna yang terkandung dalam lafaz ini digunakan untuk menyatakan berlakunya suatu kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja.

Ketiga, itsmun. Istilah inipun dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 48 kali dengan ragam bentuk turunannya. Terdapat 37 ayat yang memuat kata itsmun di dalam surat Madaniyyah dan sisanya 11 ayat terdapat dalam surat Makkiyah. Kata itsmun sendiri digunakan dalam konteks yang beragam, salah satunya adalah dalam konteks melawan Allah dan Rasul-Nya, kitab-kitab-Nya dan menolak kebenaran.

Keempat, junah. Sebagai salah satu lafaz di dalam Al-Qur’an yang mengandung makna dosa. Lafaz Junah berakar dari kata janaha yang berarti cenderung, belok, atau miring. 

Menurut Quraish Shihab, kebanyakan kata junah digunakan dalam konteks berpasangan atau terdapat dua pilihan di dalamnya. Junah berarti penyimpangan dari kebenaran, dosa, bahkan semua dosa dapat dikategorikan dalam pengertian junah.

Kelima, jurmun.  Dalam buku Konsep-Konsep Etika Religius dalam Al-Qur’an Terjemahan Agus Fahri Husein karya Toshihiko Izutsu dijelaskan lafaz jurmun merupakan sinonim dari dzanbun. Dalam Al-Qur’an, kata ini muncul paling sering dalam bentuk partisipasi, muhrim yaitu orang yang melakukan atau telah melakukan jurm. 

Kata al-jurm disebutkan sebanyak 65 kali. Banyaknya bentuk kata ini menggambarkan para pelaku dosa bukan jenis-jenis dosa. Kata jurmun juga bisa digunakan untuk menjelaskan ancaman siksa yang diterima.

Demikian lafaz-lafaz di dalam Al-Qur’an yang memiliki makna sama dengan dosa. Semoga penjelasan terkait 5 istilah dosa dalam Al-Qur’an bermanfaat.

BINCANG SYARIAH