Ini Alasan Sayyidina Umar Disebut Amirul Mukminin

Sayyidina Umar bin Khattab adalah khalifah kedua dalam sejarah Islam. Ia memimpin umat Islam selama 10 tahun, dari tahun 634 hingga 644 M. Selama masa kepemimpinannya, umat Islam mengalami kemajuan yang pesat, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun agama. Lantas mengapa Sayyidina Umar bin Khattab disebut sebagai Amirul Mukminin?

Biografi Singkat Sayyidina Umar bin Khattab

Umar bin Khattab termasuk salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang juga menjadi khalifah. Beliau menggantikan Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah kedua Kekhalifahan Khulafaur Rasyidun. 

Umar adalah sahabat senior dan juga ayah mertua dari nabi Muhammad dari Sayyidah Hafshah. Beliau juga seorang ahli hukum Muslim yang dikenal karena sifatnya yang saleh dan adil, yang membuatnya mendapatkan julukan al-Fārūq (“pembeda”). Gelar Amirul Mukminin disandang oleh Umar bin Khattab yang juga merupakan orang pertama yang diberi gelar tersebut.

Beliau adalah sosok pemimpin islam yang sangat disegani, peran dan jasa beliau terhadap meluasnya islam sangatlah besar. di era kepemimpinan beliau agama Islam tersebar hingga ke tanah romawi. 

Selain itu beliau adalah sosok Khalifah yang adil dan sederhana, beliau sering melakukan blusukan ke tengah-tengah masyrakat untuk mengetahui kehidupan mereka. Beliau adalah sosok khalifah yang pertama kali mendapat gelar Amirul Mukminin, lalu apa yang melatar belakangi sebutan tersebut atas Sayyidina Umar, berikut penjelasannya.

Ini Alasan Sayyidina Umar Disebut Amirul Mukminin

Di dalam kitab Jawahirul Lu`luiyah fi Syarh Arba`in An-Nawawiyah Syaikh Muhammad bin Abdullah Al-Jurdaniy menyebutkan alasan mengapa beliau digelari Amirul Mukminin di dalam penjelasan hadist pertama dari kitab Arba`in An-Nawawiyah.

هو أول من سمي أمير المؤمنين على العموم، سماه بذلك بعض الصحابة، وقيل: إنه قال للناس في بعض خطبه: “أيها الناس أنتم المؤمنون وأنا أميركم” فسمي أمير المؤمنين، وكان قبل ذلك يقال له: “يا خليفة خليفة رسول الله صلى الله عليه وسلم”.

Artinya; “Dia (Sayyidina Umar) adalah orang pertama kali yang dinamai Amirul Mukminin secara umum, alasannya karena Sebagian sahabat memanggilnya begitu, dan ada yang mengatakan bahwa alasannya adalah bahwa beliau pernah berkhutbah dan mengatakan ‘wahai manusia kalian adalah orang mukmin dan aku pemimpin kalian’.lalu dari itu kemudian beliau dipanggil Amirul Mukminin, sebelum itu beliau disebut sebagai ‘Khalifahnya Khalifah Rasulullah Saw’.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa ada dua alasan yang melatarbelakangi Sayyidina Umar disebut Amirul Mukminin, yaitu ada sebagai sahabat yang memanggil beliau dengan sebutan itu, dan yang kedua adalah adanya pengakuan beliau sendiri pada Sebagian khutbahnya bahwa beliau adalah Amirul Mukminin atau pemimpin orang-orang mukmin.

Demikian penjelasan mengenai alasan Sayyidina Umar bin Khattab disebut sebagai Amirul Mukminin. Semoga bermanfaat, Wallahu a`lam.

BINCANG SYARIAH

Keistimewaan Umar Kecil

Muhammad Husain Haekal dalam buku Umar bin Khattab menyampaikan, yang membedakan Sayyidina Umar bin Khattab kala kecil dengan kawanan seusianya adalah ia sempat belajar membaca dan menulis. Hal ini jarang sekali terjadi di kalangan anak-anak kaum Quraisy pada masa itu.

Dari semua suku Quraisy ketika Nabi diutus, hanya 17 orang yang pandai membaca dan menulis. Sehingga Sayyidina Umar kecil merupakan orang yang cukup istimewa yang mampu belajar baca-tulis meski bukan berasal dari keluarga kaya raya.

Pada masa jahiliyah, orang-orang Arab masa itu tidak menganggap bahwa pandai membaca dan menulis merupakan sebuah keistimewaan. Bahkan mereka justru menghindari dan menghindarkan anak-anak mereka dari belajar membaca dan menulis.

Beranjak remaja, Sayyidina Umar tampak berkembang lebih cepat dibandingkan dengan anak-anak sebayanya. Beliau lebih tinggi dan lebih besar. Bahkan ketika Auf bin Malik melihat orang banyak berdiri sama tinggi, hanya ada seorang yang tingginya jauh melebihi yang lain sehingga sangat mencolok. Dialah Sayyidina Umar kala remaja.

Secara fisik, Sayyidina Umar remaja memiliki kulit wajah yang putih agak kemerahan. Tangannya kidal dengan kaki yang lebar sehingga jalannya cepat sekali. Sejak muda beliau sudah mahir dalam berbagai jenis olahraga, seperti gulat dan menunggang kuda.

KHAZANAH REPUBLIKA

Cara Mengetahui Seseorang Amanah atau tidak Menurut Umar

Umar bin Khattab berbagi kiat mengetahui amanah tidaknya seseorang

Mengetahui orang yang jujur dan amanah tidak hanya dapat dilihat dari seberapa taatnya dia dalam masalah ibadah yang bersifat individual. 

Sayyidina Umar bin Khattab memberikan pengetahuan agar umat Islam dapat membedakan mana orang jujur dan tidak.

Dilansir di Masrawy, Kamis (7/10), seorang pemuda pernah mendatangi Sayyidina Umar bin Khattab untuk bersaksi, dan seorang pemuda lain memberikannya kesaksian dan membenarkan kata-katanya dan yakin akan ketulusan pemuda tersebut. 

Pemuda itu berkata kepada Sayyidina Umar, “Sesungguhnya Fulan adalah pemuda yang jujur,”. Kemudian Sayyidina Umar bertanya kepadanya, “Pernahkah engkau melakukan perjalanan dengannya?” Pemuda itu menjawab, “Tidak.” 

Sayyidina Umar bertanya lagi, “Apakah kamu pernah berselisih dengannya?” Pemuda itu menjawab, “Tidak.” 

Sayyidina Umar bertanya lagi, “Apakah engkau mempercayakan sesuatu kepadanya?” Pemuda itu menjawab, “Tidak.” 

Kemudian Sayyidina Umar berkata kembali, “Maka engkau adalah orang yang tidak mengenal dia.” 

Sayyidina Umar bin Khattab mengingatkan kita tentang etika berhubungan dengan orang lain. Juga mengajarkan untuk menilai seseorang dari pengetahuan mereka. Bahwa sesungguhnya mempercayakan sesuatu kepada orang lain tidak hanya cukup dengan melihatnya saja secara zahir.

Tidak cukup dengan melihatnya sholat, puasa, kecuali sampai kita benar-benar pernah berada di sisi ataupun lingkupnya, lalu kita mempercayainya sebagai orang yang amanah. 

Ibnu Taimiah pernah berkata, “Dan begitu juga keburukan orang yang berbuat maksiat tampak di wajah mereka, namun terkadang orang bingung akan hal itu.” 

KHAZANAH REPUBLIKA

Penyebab Umar bin Khattab Marah Saat Jamuan Makan Haji

 Umar Ibnu Khattab Khalifah yang menggantikan Abu Bakar. Umar termasuk salah seorang bangsawan Quraisy yang membela perjuangan Rasulullah SAW.  

Prof Hamka mengatakan, Umar sangat bijaksana, pandai meletakkan sesuatu pada tempatnya. Kadang-kadang keras sikapnya, dan kadang-kadang lemah lembut.  

“Sikap Umar itu disesuaikan menurut keadaannya,” tulis Prof Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam Pra Kenabian Hingga Islam di Nusantara

Sikap keras dan lemah lembut Umar itu seperti disampaikan Ibnu Abbas. Ketika itu Umar pergi naik haji, Shafwan Ibnu Umayyah membuatkannya makanan. Kemudian, dikeluarkan orang sebuah talam besar yang diangkat empat orang khadam (pelayan). “Kaum yang banyak itu makan, tetapi khadam tegak saja tidak ikut makan,” katanya.  

Kemudian, Umar berkata, “Mengapa aku melihat khadam-khadam tuan tidak turut makan? Apkah tuan-tuan benci kepada mereka?”  

Kemudian Sufyan Ibnu Abdullah menjawab, “Tidak demi Allah ya Amirul Mukminin. Namun, kami mengakhirkan mereka makan untuk menunjukkan kelebihan kita.”  

Mendengar itu, Umar pun marah lalu berkata, “Tiap-tiap kaum yang merendahkan keadaannya, tentu akan direndahkan Allah pula. Ayo khadam-khadam, mari makan bersama-sama.”

Khadam-khadam itu pun turut makan sehingga tidak ada lagi makanan yang dipisahkan untuk dimakan Amirul Mukminin. Di hadapan Amirul Mukminin semua sama tidak ada beda semua Makhluk ciptaan Allah SWT dan umat Nabi Muhammad SAW. 

IHRAM

Cara Umar bin Khattab Hadapi Ancaman Wabah dan Soal Takdir

Umar bin Khattab menilai pentingnya keselamatan hadapi wabah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA─ Pandemi Virus Covid-19 masih belum usai, bahkan jumlah penderitanya dikabarkan terus bertambah. Pertambahan kasus baru Covid-19 di Indonesia terus menanjak dan terus memecahkan rekor. Kondisi ini tentu sangat memperihatinkan kita semua. Lantas apa yang bisa kita lakukan? 

Jika menilik kisah yang sudah lalu, kejadian virus yang mewabah ini ternyata tidak hanya terjadi di era modern ini, namun pada masa lampau pun kejadian serupa pernah menimpa umat manusia. Saat zaman kekhalifahan Umar bin Khattab misalnya, tepatnya ketika Umar ingin melakukan suatu kunjungan  ke negeri Syam yang saat itu penduduknya sedang terjangkit wabah virus penyakit.  

Anggota komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia, KH Nurul Irfan, menjelaskan peristiwa kunjungan Umar ke negeri Syam ini. Umar sebagai pemimpin kala itu, mengambil keputusan yang bijak dan tepat bagi umat. Kebijakan umar saat terjadi virus adalah tidak memasukki negeri saat terjadi thaun (wabah).

Tentunya keputusan ini diambil setelah melakukan musyawarah dengan yang lainnya. Awalnya musyawarah berjalan penuh berdebatan. Sebagian sahabat menyarankan untuk tetap melanjutkan perjalanan sebagai menjalankan perintah Allah SWT, sedangkan sahabat lain menyarankan untuk menunda perjalanan ke Syam.

Berbagai pendapat dikemukakan dalam musyawarah tersebut, salah seorang sahabat mengatakan, Jika Umar tidak melanjutkan perjalanan ke negeri Syam, maka ia termasuk lari dari takdir Allah. Tapi ada sahabat lainnya yang mendukung Umar seperti Aburrahman bin ‘Auf. Dalam kondisi penuh perdebatan, Aburrahman bin ‘Auf meyakinkan Umar untuk tidak melanjutkan perjalanan dengan mengutip hadits Nabi.

 – إذا سَمِعْتُمْ بالطَّاعُونِ بأَرْضٍ فلا تَدْخُلُوها، وإذا وقَعَ بأَرْضٍ وأَنْتُمْ بها فلا تَخْرُجُوا مِنْها “Apabila kalian mendengar wabah thaun melanda suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Adapun apabila penyakit itu melanda suatu negeri sedang kalian-kalian di dalamnya, maka janganlah kalian lari keluar dari negeri itu.” (HR  Bukhari dan Muslim).

Kiai Nurul menjelaskan  pada zaman Rasulullah dahulu, semasa Rasulullah hidup belum ada wabah virus yang menjangkiti dan menyebar di tengah-tengah manusia. Mungkin saja Rasulullah meriwayatkan ini karena tahu bahwa wabah penyakit menular itu ada dan sebagai langkah antisipasi bila terjadi di masa mendatang beliau meriwayatkan ini. Wallahu a’lam.

Selain itu, terdapat pula hadits Nabi yang diriwayatkan Abu Hurairah RA berbunyi:

لاَ يُوْرِدُ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ “Janganlah unta yang sehat dicampur dengan unta yang sakit.’’ (HR  Ibnu Majah)

 Menurut Kiai Nurul, pengertian dari hadits ini, bahwa hewan yang sakit seperti unta saja tidak boleh dicampur baur. Hal ini pun berlaku pada manusia, bila ada yang sakit apalagi dan sakitnya tersebut menular, jangan ada campur baur dengan orang yang sedang sakit ataupun orang yang berkontak dengannya sampai keadaan betul-betul pulih karena khawatir penyakit tersebut akan menulari yang lain.

Dia menjelaskan, adapun bila kita yang terjangkit wabah penyakit tersebut, jangan panik atau pun bersedih hati karena semuanya ini sudah menjadi ketetapan-Nya yang belum kita ketahui apa hikmah di balik musibah tersebut. Tetap melakukan ikhtiar untuk penyembuhan dan berdoa kepada Allah agar segara diberi nikmat sehat. Rasulullah pernah mengajarkan cara untuk menolak bala dari bahaya suatu penyakit, berikut ini adalah doanya: 

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ وَالْجُنُونِ وَالْجُذَامِ وَسَيِّئِ الأَسْقَامِ مِثْلَ ” Ya Allah aku berlindung kepadamu dari penyakit belang, gila dan kusta, serta penyakit lain yang mengerikan.’’ 

Demikian kisah Umar di atas, hendaknya dapat kita jadikan sebuah pembelajaran yang berharga. Sebagai seorang pemimpin, umar menimbang manfaat dan mudharat bagi umat jika ia terus melanjutkan perjalanan ke negeri yang sedang ada wabahnya tersebut. Oleh sebab itu, tindakan tegas Umar ini mungkin bisa kita tiru dengan tidak berpergian ke luar kota atau negeri yang terindikasi tinggi angka penyebaran virusnya. Dari kisah Umar ini, semoga kita semua dapat mengambil ibrahnya. Wallahu a’lam bisshowab.

Sumber: mui.or.id

KHAZANAH REPUBLIKA

Pesan Umar bin Khattab Jika Ingin Masuk Surga

Umar bin Khattab memberikan pesan agar masuk surga

Saat berada di Jabiyah (di wilayah Suriah), Umar bin Khattab berdiri menyampaikan khutbah bagi warga Muslim di sana. 

Hal ini sebagaimana riwayat Ahmad Syakir dari jalur Abdullah bin Umar dengan sanad sahih, dalam Musnad Ahmad. Saat itu Umar bin Khattab menyampaikan pidato seperti berikut ini:

استوصوا بأصحابي خيراً ثمّ الذين يلونهم ثمّ الذين يلونهم، ثمّ يفشو الكذب حتى إنّ الرّجل ليبتدىءُ بالشهادة قبل أنْ يُسألها، فمن أراد منكم بحبوحة الجنّة فليلزم الجماعة؛ فإنّ الشيطان مع الواحد، وهو من الاثنين أبعد، لا يخلون أحدكم بامرأةٍ فإنّ الشيطان ثالثهما، ومن سرّته حسنته وساءته سيئته فهو مؤمن

“Wasiatkanlah kebaikan untuk para sahabatku, kemudian kepada generasi berikutnya. Lalu setelah itu akan tersebar kedustaan sampai seorang laki-laki ketika dia belum diminta untuk bersaksi tetapi dia malah terlebih dulu bersaksi.

Maka siapa saja dari kalian yang ingin mencium aroma Surga, hendaknya dia memegang komitmen terhadap jamaahnya. Karena sesungguhnya setan bersama orang yang sendirian dan dia lebih jauh dari yang berdua.

Dan tidaklah salah seorang dari kalian berdua-duaan atau berkhalwat dengan seorang wanita, kecuali setan akan menjadi yang ketiga. Dan siapa yang berbahagia dengan kebaikannya dan merasa gundah dengan keburukannya, maka dia adalah mukmin.”

Untuk diketahui, pidato Umar tersebut ada di dalam kitab Musnad al-Faruq karangan Ibnu Katsir terbitan 1991, pada halaman 553, bab kedua. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Umar bin Khattab Ungkap Doa Datangkan Pertolongan Allah SWT

Umar bin Khattab menekankan manfaat doa yang bisa mendatangkan pertolongan.

Kekuatan doa begitu dahsyat. Doa dalam islam bahkan disebut sebagai inti atau otak dari ibadah itu sendiri. 

Pemahaman tentang keutamaan doa itu juga dipahami dengan baik oleh para generasi salaf, tak terkecuali generasi sahabat. 

Dahulu Umar bin Khattab RA memohon pertolongan atas musuhnya dengan doa. Bahkan dia menganggap doa sebagai tentara yang terhebat.

Dikutip dari buku Ad-Daa wad Dawaa karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Beliau berkata kepada para sahabatnya: 

“Kalian tidak mendapatkan pertolongan dengan jumlah kalian yang banyak, tetapi kalian mendapatkan pertolongan dari langit.”

Umar juga berkata, “Sesungguhnya yang aku pentingkan bukan pengabulan, tetapi doa atau permohonan itu sendiri. Apabila kalian berdoa, maka pengabulan akan ada bersamanya”.

Barang siapa yang diberi ilham untuk berdoa maka sesungguhnya Allah SWT hendak mengabulkan permohonannya.

Allah SWT berfirman: ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ  “…Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu…” (QS Al Mu’minun ayat 60).

Dalam Sunan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang tidak meminta kepada Allah niscaya Dia akan murka kepadanya”.

Hal ini menunjukkan bahwa ridha-Nya terletak pada permohonan dan ketaatan kepada-Nya. Jika Allah ridha, maka seluruh kebaikan akan berada dalam ridha-Nya, sebagaimana setiap bencana dan musibah itu terjadi karena kemaksiatan kepada Allah dan murka-Nya.

KHAZANAH REPUBLIKA

Umar bin Khattab: Agama tidak akan Mati Karena Kita

Umar bin Khattab mengingatkan agama tidak akan mati karena kita.

Suatu ketika, Umar bin Khattab saat menjadi khalifah, mendapati seorang laki-laki yang selalu memamerkan dirinya ketika sedang beribadah. Seolah-olah dengan ibadahnya itu, dia akan mati besok.

Lalu, Umar menegurnya sambil memukul laki-laki itu dengan cambuknya. Umar berkata, “Agama tidak akan mati karena kita. Tetapi Allah yang akan mematikanmu.”

Syifa binti Abdullah meriwayatkan, bahwa dia pernah melihat beberapa orang pemuda yang berjalan santai dan berbicara pelan. Syifa bertanya, “Siapakah para pemuda itu?”

Orang-orang yang ada di sekitarnya menjawab, “Mereka adalah ahli ibadah.”

Syifa binti Abdullah berkata, “Demi Allah. Sesungguhnya Umar bin Khattab, kalau berbicara pasti terdengar jelas. Kalau berjalan cepat dan bergegas. Kalau memukul sakit. Demi Allah, dialah ahli ibadah yang sesungguhnya.”

KHAZANAH REPUBLIKA

Dialog Umar Bin Khattab dan Uwais Al-Qarni Saat Ibadah Haji

Nabi Muhammad SAW bercerita tentang Uwais Al-Qarni, padahal beliau belum pernah bertemu dengannya. Nabi bersabda, “Sesungguhnya dia (Uwais Al-Qarni) berasal dari negeri Yaman, dari kampung Qarn, suku Murad. Ayahnya meninggal dunia dan dia hidup bersama ibunya. Dia anak yang berbakti kepada orang tua. Suatu hari dia terserang penyakit kusta. Dia berdoa memohon kepada Allah dan Allah menyembuhkannya. Penyakit itu berbekas. Di kulit kedua lengannya ada bekas sakitnya seperti tempelan uang dirham. Dia adalah pemimpin para pengikutku.”

Kemudian, Nabi Muhammad SAW berkata kepada Umar bin Khattab, “Jika engkau sempat bertemu dengannya dan minta didoakan ampunan, maka lakukanlah.”

Ketika Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah, dia bertanya-tanya kepada jamaah haji siapa yang mengenal Uwais Al-Qarni.

Umar          : “Adakah di antara kalian Uwais Al Qarni?”

Jamaah Haji: “Tidak.”

Umar          : “Bagaimana bisa kalian meninggalkanya?”

Mereka (jamaah haji) menjawab tanpa mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni.

Jamaah Haji: “Kami meninggalkannya karena dia tidak punya harta, pakaiannya usang.”

Umar          : “Celakalah kalian! Sesungguhnya Nabi telah menceritakan tentang dia. Kemudian beliau bersabda kepada saya, “Jika engkau sempat bertemu dengannya dan minta didoakan ampunan, maka lakukanlah.”

Setiap musim haji tiba, Umar terus mencari dan menunggu Uwais Al Qarni. Sampai suatu hari, tanpa sengaja Umar bertemu dengan seorang haji dari Yaman. Umar ingin mencari kepastian apakah yang ditemuinya itu adalah Uwais Al-Qarni.

Umar  : “Siapa namamu?”

Uwais  : “Uwais.”

Umar  : “Berasal dari mana?”

Uwais : “Dari Qarn.”

Umar : “Dari kabilah apa?”

Uwais : “Kabilah Murad.”

Umar : “Bagaimana kabar ayahmu?”

Uwais : “Saya hidup bersama ibu, sedangkan ayah saya sudah lama meninggal.”

Umar : “Bagaimana keadaan bersama ibumu?”

Uwais : “Saya harap semoga saya menjadi anak yang berbakti.”

Umar : “Apakah engkau pernah sakit?”

Uwais : “Ya. Saya sakit kusta, lalu berdoa kepada Allah agar menyembuhkan penyakit saya, dan saya sembuh.”

Umar : “Apakah ada suatu bekas sakitmu dulu?”

Uwais : “Ya, ada bekasnnya di lengan saya seperti uang dirham.”

Uwais menunjukkan lengannya itu. Ketika Umar menyaksikan tanda itu, dia langsung memeluknya dan berkata.

Umar: “Engkaulah orangnya yang diceritakan Nabi dan kucari-cari selama ini. Berdoalah dan mintakanlah saya ampunan dari Allah.”

Uwais : “Wahai Amirul Mukminiin, apakah saya harus memohon supaya engkau diampuni?”

Umar : “Benar.”

Umar terus memintanya dan akhirnya dia didoakan. Kemudian, Umar menanyakan tujuan Uwais setelah melaksanakan ibadah haji.

Uwais : “Saya akan pergi ke Murad menemui penduduk Yaman, lalu ke Irak.”

Umar  : “Bagaimana kalau saya menuliskan surat tentang dirimu untuk gubernur Irak.”

Uwais : “Demi Allah, saya bersumpah. Jangan sampai engkau melakukan itu wahai Amirul Mukminin!”. Biarkan saya berjalan di tengah-tengah orang-orang seperti orang asing, sebagaimana orang lain.”

Siapa Uwais Al-Qarni?

Siapa Uwais Al-Qarni ini sehingga namanya disebut oleh Nabi dan Umar bin Khattab meminta doa darinya? Dikisahkan dari hadis Riwayat Muslim dari Ishak bin Ibrahim, seorang pemuda bernama UwaisAl-Qarni. tinggal di negeri Yaman. Ia seorang fakir dan yatim dan hidup bersama ibunya yang lumpuh dan buta.

Uwais Al-Qarni bekerja sebagai penggembala domba. Hasil usahanya hanya cukup untuk makan ibunya sehari-hari. Bila kelebihan, terkadang ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin. Uwais Al-Qarni dikenal seorang yang taat beribadah dan sangat patuh pada ibunya. ia sering kali berpuasa.

Alangkah sedihnya hati Uwais Al-Qarni setiap melihat tetangganya sering bertemu dengan Nabi Muhammad SAW. Sedang ia sendiri belum pernahberjumpa dengan RasulullahSAW. Namun, kKetika mendengar gigi Nabi Muhammad patah karena dilempari batu oleh kaum thaif yang enggan diajak dalam dakwahnya, segera Uwais ikut mematahkan giginya dengan batu hingga patah.

Ia rindu ingin mendengar suara Nabi SAW, kerinduannya karena iman kepada Allah dan Muhammad sebagai rasulnya.

Ia tak dapat membendung lagi keinginannya itu. Pada suatu hari Uwais datang mendekati ibunya mengeluarkan isi hatinya dan mohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menemui Rasulullah di Madinah.

Setelah ia menemukan rumah Rasulullah, hanya bertemu istri Aisyah r.a. Sementara, di waktu yang sama ia ingat pesan ibunya agar cepat pulang ke Yaman. Akhirnya, karena ketaatannya kepada ibunya, pesan ibunya itu mengalahkan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW.

Rasulullah pun pulang dari medan pertempuran. Sesampainya di rumah beliau menanyakan kepada Aisyah ra tentang orang yang mencarinya. Aisyah ra menjelaskan bahwa memang benar ada yang mencarinya, tetapi karena tidak menunggu, ia segera kembali ke Yaman karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.

Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa orang itu penghuni langit. Nabi menceritakan kepada para sahabatnya, “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengah telapak tangannya.”

Nabi pun menyarankan para sahabatnya ketika bertemu dengan Uwais Al-Qarni, “Apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan bumi.”

IHRAM

Teladan Umar Bangunkan Keluarga untuk Salat Malam

WAHAI anak yang diberi taufik oleh Allah Subhanahu wa Taala! Apabila Allah memuliakanmu dengan memberikan kepadamu orangtua yang selalu memberikan perhatian kepadamu dalam permasalahan salat, menganjurkan, serta memotivasimu, maka hati-hatilah jangan sampai kamu merasa direpotkan oleh orang tuamu. Janganlah engkau merasa marah karena pengawasannya padamu!

Demi Allah sesungguhnya orangtuamu itu sedang berusaha untuk menjauhkanmu dari murka Allah Azza wa Jalla, dan berusaha untuk menghantarkan kamu kepada keridaan Allah Subhanahu wa Taala. Karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak akan rida denganmu sampai kamu termasuk dari orang-orang yang melaksanakan dan menjaga salatnya.

Perhatikanlah pujian Allah yang sangat harum kepada Nabi-Nya Ismail Alaihissallam. Allah Subhanahu wa Taala berfirman:

“Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridai di sisi Rabbnya.” (QS Maryam: 55)

Nabi Ismail Alaihissallam orang yang diridai oleh Allah Subhanahu wa Taala, karena dia melakukan segala sebab yang bisa mendatangkan keridaan Allah Azza wa Jalla, dan diantara sebab yang paling agung adalah memerhatikan salat dengan menjaga dan terus menjaganya, serta mengajarkan kepada keluarga kebiasaan menjaga salat.

Imam Malik rahimahullah meriwayatkan dalam kitabnya Muwattha dari Zaid bin Aslam Radhiyallahu anhu dari bapaknya, bahwasanya Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu melakukan qiyamul lail (salat malam) sebanyak bilangan yang Allah Azza wa Jalla kehendaki. Tatkala berada di akhir malam, beliau Radhiyallahu anhu membangunkan keluarganya untuk melakukan salat. Beliau Radhiyallahu anhu membacakan kepada mereka firman Allah Subhanahu wa Taala:

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS Thaha: 132)

Kaum Muslimin, perhatikanlah dan renungilah keadaan dan sikap para assalafus shalih Radhiyallahu anhum terhadap arahan agung dari Allah Azza wa Jalla ini! Kemudian, bandingkanlah realita keadaan umat manusia yang cenderung melalaikan, menyia-nyiakan arahan ini, serta keengganan mereka untuk menunaikan kewajiban yang agung ini.

Alangkah perlunya kita dalam permasalahan ini untuk menjadi pribadi-pribadi yang menjaga salatnya, kemudian mengawasi anak-anak kita dalam melaksanakannya! Alangkah butuhnya kita untuk selalu memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar menjadikan kita dan anak-anak kita termasuk orang-orang yang melaksanakan dan selalu menjaga salatnya.

Di antara doa yang paling agung dalam permasalah ini adalah doa Nabi Ibrahim Alaihissallam, “Ya Rabbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat! Ya Rabb kami, perkenankanlah doaku.” (QS Ibrahim: 40)

Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar memberikan taufiq kepada kita dalam menjaga salat, dan memperbaiki keadaan anak-anak kita, serta menjadikan kita dan mereka termasuk dari orang-orang yang mendirikan salat. [Majalah As-Sunnah/Syaikh Abdur Razzaq]

 

INILAH MOZAIK