Pahala Istimewa Jika Haji Dikerjakan karena Allah

Pahala Istimewa Jika Haji Dikerjakan karena Allah

Barang siap di antara umat Islam yang melaksanakan haji semata-mata karena Allah, maka dosanya akan diampuni. Bahkan istimewanya Allah menjamin hambanya itu bebas dari dosa seperti bayi baru dilahirkan.

“Dari Abu Hurairah r.a ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda barangsiapa menunaikan ibadah haji untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT dan dia tidak mengucapkan perkataan maksiat dan tidak melakukan perbuatan keji, maka ia akan kembali dalam keadaan bersih dari dosa sebagaimana pada hari ketika ibunya melahirkannya.” (H.R Mutafaqun Alaih;Miskat).

Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al Kandahlawi Rah.a dalam kitabnya “Fadhilah Haji” menerangkan hadis di atas, maksudnya ketika bayi baru lahir ia adalah dalam keadaan maksum (tidaknmempunyai dosa sedikitpun). “Seperti inilah hasil haji yang dikerjakan semata-mata karena Allah SWT,” katanya.

Berdasarkan hadis-hadis tentang haji sebagian ulama mengatakan bahwa dosa yang diampuni dengan ibadah haji adalah dosa besar dan dosa kecil. Akan tetapi, kebanyakan ulama berpendapat bahwa yang diampuni adalah dosa-dosa kecil saja.

Di dalam hadis di atas Rasulullah menyebutkan tiga perkara. Pertama ibadah haji hendaknya dikerjakan semata-mata karena Allah SWT dengan tidak ada tujuan keduniaan, baik mencari ketenaran atau yang lain.

“Banyak sekali dijumpai orang yang menunaikan haji untuk mencari ketenaran dan kehormatan,” katanya.

Orang seperti itu kata Syekh Maulana Muhammad telah memubazirkan harta karena ia tidak mendapat pahala dari haji nya itu, meskipun dengan cara seperti itu kewajiban haji telah gugur dari pundaknya. Namun jika haji dikerjakan dengan ikhlas, di samping kewajiban haji akan gugur dari tanggungannya, pahala yang besar juga akan diperoleh.

“Dengan demikian, betapa besarnya kerugian yang ditanggung oleh orang yang menyia-nyiakan pahala yang sangat besar hanya karena ingin menjadi terkenal di kalangan beberapa orang saja,” katanya.

Kedua, dalam hadits di atas disebutkan bahwa dalam menunaikan ibadah jangan ada Arafat yakni perkataan yang keji. Sebelumnya, perkataan arafat yang berarti mengucapkan perkataan yang tidak senonoh. Para ulama telah menerangkan bahwa kalimat ini adalah kalimat yang singkat tetapi padat, termasuk di dalamnya segala macam perkataan yang sia-sia, kotor, dan tidak sopan.

Bahkan kata Syekh Maulana, membicarakan masalah bersetubuh di hadapan istrinya dan isyarat dengan mata atau tangan yang menunjukkan perkataan yang tidak baik pun termasuk di dalamnya. “Dan semuanya itu dilarang karena menimbulkan nafsu dan birahi,” katanya

Perkara ketiga yang disebutkan dalam hadits di atas adalah fusuq yakni jangan melakukan perbuatan yang keji. Para ulama telah menerangkan bahwa kalimat ini adalah kalimat yang singkat tetapi padat, yakni meliputi segala macam kemaksiatan kepada Allah SWT, dan termasuk juga bertengkar karena ini merupakan perbuatan yang keji.

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Kebaikan haji adalah berbicara dengan ramah dan memberi makan.” 

Maka kata Syekh Maulana, bertengkar dan berbantah-bantah dengan jamaah haji yang lain bertentangan dengan sopan santun dan dalam berbicara. Oleh karena itu sangat penting bagi setiap jamaah haji untuk tidak mengkritik orang lain sesama jamaah haji, tidak berbicara dengan kasar, dan melewati mereka dengan penuh tawadhu, dan akhlak yang baik.

“Para ulama menerangkan bahwa akhlak yang baik bukan saja berarti tidak menyakiti orang lain akan tetapi akhlak yang baik adalah menahan dan bersabar atas kesakitan yang datang dari orang lain,” katanya.

BPKH