Para jamaah haji memasang strategi yang jitu agar bisa bertawaf di Masjidil Haram sebelum melaksanakan shalat wajib.
Ada yang datang ke Masjidil Haram satu atau dua jam sebelum masuk waktu shalat. Atau ada yang menetap hampir selama lima waktu di Al Haram agar bisa bertawaf lebih nyaman.
Tapi, kata Nur Sapiye, jamaah haji asal Turki, strategi itu kurang jitu juga. Sebab hampir selama 24 jam Masjidil Haram dipenuhi jutaan manusia. “Saya menunggu hampir 24 jam di sini agar pelataran Ka’bah lebih longgar, tetapi tidak pernah sepi,” katanya.
Menurut Jasmui, jamaah haji asal Denpasar Bali, ketika usai shalat Dzuhur manusia seperti air bah meninggalkan Masjidil Haram. Dia berpikir masjid yang ada rumah Allah di dalamnya, akan lebih longgar, namun ketika di berusaha masuk mendekati Ka’bah, kondisi Masjidil Haram tetap padat.
Pengalaman lain sejumlah jamaah haji agar bisa mendekati Ka’bah, tidak harus dengan perhitungan akal manusia. Dengan bertawakkal kepada Allah, sambil memohon bisa mendekati Ka’bah jauh lebih jitu.
“Saya tadi sudah berhasil mencium Hajar Aswad,” kata Ngaropah, salah seorang jamaah haji asal Kediri Jawa Timur yang berangkat dari kuota haji Provinsi Bali.
Menunggu kesempatan bertawaf agar terasa lebih longgar harus dengan cara berserah diri kepada Allah SWT. Sebagai tamu Allah haruslah datang ke rumah Pengundangnya dengan niat yang tulus untuk beremu tuan rumah, memenuhi undangan-Nya, bukan dengan niat yang lain-lain.
Sebagaimana kemudahan yang didapat Ngaropah, dia tidak berpikir kalau akan dapat kesempatan mencium Ka’bah di titik yang paling terhormat, yakni mencium Hajar Aswad.
sumber: Republika Online