Kedustaan yang paling besar di tahun 1442 ini adalah yang mengatakan orang-orang yang komitmen mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang para wanita ke masjid. Syubhat ini disebarkan oleh sebagian orang yang memusuhi dakwah sunnah.
Allahul musta’an, andaikan orang yang berkata demikian punya akhlak sedikit saja, tidak akan nekat membuat kedustaan seperti itu. Karena jujur itu akhlak paling mendasar. Dan perkataan ini jelas halusinasi tingkat tinggi.
Tidak pernah kami mendengar satu patah kata pun dari para ulama sunah, ustadz sunah, atau para penuntut ilmu syar’i yang komitmen pada sunnah Nabi, bahwa mereka melarang para wanita ke masjid.
Bahkan saya yakin para ulama dan ustaz sunah sudah hafal di luar kepala hadis Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam,
لا تَمْنَعُوا إِماءَ اللهِ مساجِدَ اللهِ
“Jangan kalian larang para wanita hamba Allah untuk pergi ke masjid Allah” (HR. Bukhari no. 900 dan Muslim no. 442).
Dan banyak sekali masjid-masjid yang dikelola para ikhwah pengikut sunnah yang mengakomodir tempat untuk akhwat, bahkan menyediakan fasilitas lengkap, juga menyediakan kajian-kajian ilmiah untuk akhwat di masjid tersebut.
Jadi jelas ini kedustaan yang keji.
Namun, yang ada pada realitas adalah salah satu dari dua kemungkinan berikut:
Pertama, Sebagian pondok pesantren yang masjidnya tidak ada tempat untuk wanita
Hal ini memang benar ada pada sebagian pondok pesantren. Tentunya karena banyak faktor dan banyak kemungkinan, misalnya:
– Santrinya semua laki-laki, atau
– Santri putri salat di asrama agar tidak ikhtilath (bercampur-baur) dengan santri putra, atau
– Santri putri ada masjid tersendiri, atau
– Kapasitas masjid terbatas, jamaah masjid jumlahnya banyak dan mayoritas laki-laki, atau
– Kapasitas masjid terbatas, sedangkan tidak banyak wanita di lingkungan sekitar yang ingin ke masjid
dan kemungkinan-kemungkinan dan penyebab lainnya. Dan semua kemungkinan ini sah dan wajar saja, terutama bagi orang yang sudah paham bahwa wanita memang tidak diwajibkan ke masjid.
Kedua, sebagian suami yang melarang istrinya ke masjid, atau ayah yang melarang anak wanitanya ke masjid
Hal ini memang ada dan boleh-boleh saja jika ada maslahat atau untuk mencegah mudarat.
Karena hadis yang melarang untuk mencegah wanita ke masjid, disyaratkan jika mereka sudah diizinkan oleh suaminya atau walinya. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
لا تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمْ الْمَسَاجِدَ إِذَا اسْتَأْذَنَّكُمْ إِلَيْهَا
“Jangan kalian larang istri-istri kalian untuk pergi ke masjid, jika mereka telah minta izin kepada kalian” (HR. Muslim no. 442).
Jika suaminya atau ayahnya tidak izinkan, maka boleh dilarang. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sendiri melarang wanita ke masjid jika menimbulkan mudarat. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
أيُّما امرأةٍ أصابت بَخورًا، فلا تشهَدْ معنا العِشاءَ الآخرةَ
“Wanita manapun yang terkena bakhur (semacam tumbuhan untuk wewangian) maka jangan mendatangi salat Isya bersama kami di masjid” (HR. Muslim no. 444).
Maka boleh saja melarang istri atau anak perempuan ke masjid jika ada mudarat, seperti:
– rawan timbul fitnah (godaan) terhadap lawan jenisnya
– tersingkap auratnya atau tidak menutup aurat ketika perjalanan menuju masjid atau pulang dari masjid
– berpotensi ikhtilath (campur baur dengan lawan jenis)
– adanya potensi bahaya bagi wanita
dan mudarat lainnya.
Selain itu, berangkatnya wanita ke masjid hukumnya boleh, tidak wajib sebagaimana laki-laki. Di sisi lain, wanita wajib taat kepada suaminya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا صَلَتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ
“Apabila seorang wanita mengerjakan salat lima waktu, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluan, dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan” (HR. Ibnu Hibban no. 4163. Disahihkan oleh Al Albani dalam Shahih at-Targhib no.2411).
Oleh karena itu, dalam perkara yang tidak wajib, dan terkait dengan hak-hak suami, maka istri wajib taat kepada suami walaupun istri punya pandangan yang berbeda. Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan,
وله منعها من الخروج إلى حج التطوع والإحرام به بغير خلاف ، قال ابن المنذر : أجمع كل من نحفظ قوله من أهل العلم على أن للرجل منع زوجته من الخروج إلى حج التطوع .
ولأنه تطوع يفوِّت حق زوجها ، فكان لزوجها منعها منه
“Suami boleh melarang istrinya untuk berangkat haji tathawwu‘ (sunnah) dan ihram, ini tanpa ada khilaf di antara ulama. Ibnul Mundzir rahimahullah mengatakan: para ulama yang kami ingat pendapatnya telah sepakat bahwa suami boleh melarang istrinya berangkat haji tathawwu’ karena ini adalah amalan tathawwu’ (sunnah) yang bisa melalaikan hak suami. Maka, boleh bagi suami untuk melarang istrinya untuk melakukannya” (Al-Mughni, 3: 572).
Bahkan sudah jelas bahwa shalat wanita di rumahnya itu lebih utama. Dalam hadits Ummu Humaid Radhiallahu ’anha, beliau berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُحِبُّ الصَّلاةَ مَعَكَ قَالَ قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّينَ الصَّلاةَ مَعِي وَصَلاتُكِ فِي بَيْتِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي حُجْرَتِكِ وَصَلاتُكِ فِي حُجْرَتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاتِكِ فِي دَارِكِ وَصَلاتُكِ فِي دَارِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ وَصَلاتُكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاتِكِ فِي مَسْجِدِي
“Wahai Rasulullah, saya ingin salat bersama Anda.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Aku sudah tahu bahwa Engkau ingin salat bersamaku, namun salatmu di kamar tempatmu itu tidur lebih baik daripada salatmu di kamarmu. Salatmu di kamarmu itu lebih baik daripada salatmu di ruang tengah rumahmu. Salatmu di ruang tengah rumahmu itu lebih baik daripada salatmu di masjid kampungmu. Dan salatmu di masjid kampungmu itu lebih baik daripada salatmu di masjidku ini” (HR. Ibnu Hibban no. 2217, Ibnu Khuzaimah no. 1689, disahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Khuzaimah).
‘Ala kulli haal, suami boleh saja melarang istrinya ke masjid dan ayah boleh saja melarang anak wanitanya ke masjid jika ada maslahat atau mencegah mudarat. Dan larangan ini hanya kepada istrinya atau anaknya, tidak boleh melarang wanita lain yang bukan istri atau anaknya. Sehingga andaikan ini yang terjadi, tidak benar jika disamaratakan bahwa semua orang yang komitmen mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang para wanita ke masjid.
Semoga Allah memberi taufik.
Penyusun: Yulian Purnama
Sumber: https://muslim.or.id/67162-pengikut-sunnah-nabi-melarang-wanita-ke-masjid.html