ADA sebagian kalangan yang mengatakan bahwa Isra dan Mi’rajnya nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hanya ruhnya saja, sedangkan jasadnya tidak ikut. Pendapat ini kalau kita kaitkan dengan peristiwa-peristiwa sesudahnya serta dampak yang dialami oleh beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, nampak kurang bisa diterima.
Sebab bila hanya ruhnya yang terbang ke langit, sedangkan jasadnya tetap di bumi, seharusnya tidak perlu ada kegegeran di tengah kaumnya. Padahal sirah nabawiyah mencatat bahwa setelah pengakuan nabi atas peristiwa itu, muncul reaksi dari para kalangan kafir Quraisy yang mengingkarinya.
Buat logika mereka, tidak mungkin ada manusia bisa terbang ke langit dengan jasadnya. Kalau sekedar ruhnya saja, banyak di antara mereka yang bisa mempercayainya. Sebagaimana masyarakat Arab saat itu percaya adanya jin yang bisa terbang tinggi ke langit. Sehingga bila yang terbang ke langit hanya ruh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam saja, tentu tidak akan menimbulkan bantahan.
Namun karena beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan bahwa dirinya sepenuhnya, termasuk jasad dan ruhnya, yang terbang ke luar angkasa, setelah sebelumnya ‘mampir’ ke Baitil Maqdis di Palestina, muncullah penolakan luar biasa dari orang arab. Dan pemahaman bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berisra’ dan mi’raj dengan jasad dan ruhnya secara sadar, bukan mimpi, adalah keyakinan mayoritas umat Islam, serta menjadi keyakinan paham ahlussunnah wal jamaah sepanjang zaman.
Sebaliknya, mereka yang mengingkari kalau jasadnya ikut terbang, umumnya muncul dari kalangan ahli ra’yu yang lebih menekankan pertimbangan logika manusia ketimbang wahyu. Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh. [Ahmad Sarwat, Lc.]