Biksu radikal Budha, Ashin Wirathu, mendadak populer. Namanya kini selalu dikaitkan sebagai kunci utama di balik kekerasan dan pengusiran etnis Muslim Rohingya dari Rakhine, Myanmar.
Wirathu diketahui acapkali memupuk kebencian warga mayoritas Buddha di Myanmar terhadap kelompok minoritas Muslim Rohingya dalam pidato-pidatonya secara terbuka. Sejumlah pidato radikalnya itu juga diunggah di Youtube dan Facebook.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan sejumlah media internasional menyebut biksu radikal ini berasal dari kelompok ‘969’ dan pernah dipenjara sekian tahun karena menghasut gerakan anti-Islam.
Berikut beberapa petikan pidato dan komentar radikal Ashin Wirathu dikutip Hidayatullah.com dari berbagai sumber juga yang tersebar lewat sosial media:
1. Ras Lebih Penting
Dalam pidatonya yang dikutip majalah TIME, 1 Juli 2013, “Sekarang bukan waktu untuk tenang. Sekarang adalah waktu untuk bangkit, untuk membuat darah Anda mendidih,” kata Wirathu di hadapan ratusan umat Budha di sebuah kuil di Mandalay, Myanmar, untuk membakar semangat orang Budha melawan Muslim Rohingya.
“Muslim berkembang biak begitu cepat, dan mereka mencuri perempuan kami, memperkosa mereka. Mereka ingin menduduki negara kami, tapi aku tidak akan membiarkan mereka. Kita harus terus menjaga Myanmar tetap Buddha”.
Wirathu menyebut 5 persen warga Rohingya dari total 60 juta warga Myanmar merupakan ancaman bagi Myanmar.
“Merawat agama kita sendiri dan ras lebih penting daripada demokrasi,” kata Wirathu sambil duduk bersila di panggung biara New Masoeyein di Mandalay. Menurut Wirathu, sekitar 90 persen Muslim di Myanmar adalah “radikal dan orang jahat”.
2. Invasi Jihad Muslim
“Jadi, kerusuhan di Rakhine (Juni 2012) bukanlah konflik antara dua kelompok etnis, itu hanyalah invasi perang jihad Muslim,” kata Wirathu dalam sebuah pidato yang diunggah di kaman Youtube pada 2013.
“Saya, Wirathu yang dihormati, menyatakan secara terbuka: sudah saatnya kita melindungi tanah Myanmar. Dengan melindungi dan mendukung Myanmar,” lanjut Wirathu dalam pidato di Youtube tersebut.
3. Hina Utusan PBB
“Kami telah menjelaskan tentang hukum perlindungan ras, tapi ada pelacur yang mengkritik hukum kita tanpa belajar dengan baik. Jangan anggap Anda orang terhormat hanya karena Anda punya posisi di PBB. Di negara kami, Anda hanya seorang pelacur.
Anda dapat menawarkan pantat Anda (ke Muslim Myanmar) jika Anda begitu ingin, tapi Anda tak boleh menjual Rakhine kami,” kata Wirathu mengomentari laporan Lee Yang-hee, wanita asal Korea Selatan yang sempat tinggal seminggu di Myanmar dan melaporkan kekerasan yang menimpa minoritas Rohingya ke PBB.
“Jika saya bisa menemukan kata yang lebih keras, saya akan menggunakannya. Hal ini tak bisa dibandingkan dengan apa yang dia lakukan terhadap negara kita,” kata Wirathu mengomentari sejumlah pihak yang mengkritik komentar Wirathu terhadap Lee.*