Pintu-pintu Keluhan Terbuka Lebar

ZAMAN kini adalah jaman di mana pintu-pintu keluhan sangatlah terbuka lebar. Pintu-pintu itu jauh lebih lebar bukaannya jika dibandingkan dengan jaman dulu. Apakah ini karena jaman kini persediaan nikmat Tuhan semakin menipis? Jawabannya adalah “bukan.”

Jaman kini, banyak sekali orang pamer segala hal “indah” dan “wah” di berbagai media sosial. Sengaja kata indah dan wah itu saya apit dengan dua tanda kutip untuk memberikan penekanan makna bahwa yang mereka pamerkan itu tak mesti sungguh indah dan wah, melainkan karena tipuan kemasan, teknologi atau lainnya. Pameran adalah iklan. Iklan itu lebih sering tampak lebih bagus dari aslinya.

Nah, para penikmat media sosial, kalau tidak hati-hati dan waspada, akan terjangkit penyakit “gumunan” yakni kagum setelah dirinya membandingkan apa yang dimiliki dirinya dengan apa yang dimiliki orang lain. Lalu, efek berikutnya, dia ingin bertamasya seperti yang dilakukan orang lain yang silihat di medsos itu, ingin menikmati kuliner yang fotonya ditemukannya di media sosial temannya, bahkan ingin memiliki semua yang dimiliki dan dipamerkan di media sosial itu. Berlakulah kaidah psikologi: “Semakin banyak keinginan yang tidak diimbangi semakin tingginya penghasilan adalah penyebab utama stress atau depresi.” Lahirlah keluhan demi keluhan.

Semakin banyaklah manusia yang merasa tak puas dengan dirinya dan apa yang dimilikinya. Mereka terus mengeluh dan mengaduh seakan alam seisinya berhutang budi kepadanya. Bagaimana sikap kita jika bertemu dengan para prngeluh tipe ini?

Pengeluh itu sangat mudah menularkan penyakit keluhan pada orang lain. Jaga jarak saja agar bahagia kita tak terkontaminasi. Apakah kita harus memusuhinya? Jangan, doakan saja semoga keluhannya bergantikan kesyukuran dengan segera. Allah tak suka pada hambanya yang tak pandai bersyukur. Salam, AIM. [*]

INILAH MOZAIK