Kepribadian Nabi Muhammad Saw semakin matang setelah menikah dengan Khadijah bint Khuwailid dan dikaruniai putra putri. Kepada keluarganya, Muhammad paling lembut dan penuh kasih sayang.
“Sifatnya yang sangat rendah hati lebih kentara lagi. Bila ada yang mengajaknya bicara ia mendengarkan hati-hati sekali tanpa menoleh kepada orang lain,” tulis Husen Heikal dalam bukunya Sejarah Muhammad.
Tidak saja mendengarkan kepada yang mengajaknya bicara, bahkan ia memutarkan seluruh badannya. Bicaranya sedikit sekali, lebih banyak ia mendengarkan, bila bicara selalu bersungguh-sungguh.
“Tapi sungguhpun begitu ia pun tidak melupakan ikut membuat humor dan bersenda-gurau. Tapi yang dikatakannya itu selalu yang sebenarnya,” katanya.
Kadang ia tertawa sampai terlihat gerahamnya. Bila ia marah tidak pernah sampai tampak kemarahannya, hanya antara kedua keningnya tampak sedikit berkeringat. Ini disebabkan ia menahan rasa amarah dan tidak mau menampakkannya keluar. Semua itu terbawa oleh kodratnya yang selalu lapang dada, berkemauan baik dan menghargai orang lain. Bijaksana ia, murah hati dan mudah bergaul.
Tapi juga ia mempunyai tujuan pasti, berkemauan keras, tegas dan tak pernah ragu-ragu dalam tujuannya. Sifat-sifat demikian ini berpadu dalam dirinya dan meninggalkan pengaruh yang dalam sekali pada orang-orang yang bergaul dengan dia.
“Bagi orang yang melihatnya tiba-tiba, sekaligus akan timbul rasa hormat, dan bagi orang yang bergaul dengan dia akan timbul rasa cinta kepadanya,” katanya.
Alangkah besarnya pengaruh yang terjalin dalam hidup kasih-sayang antara dia dengan Khadijah. Pergaulan Muhammad dengan penduduk Makkah tidak terputus, juga partisipasinya dalam kehidupan masyarakat hari-hari.