SESEORANG naik ke ranjangnya pada jam 20.00 WIB. Dia ambil smartphonenya yang membuat status pendek: “Malam ini ku ingin cepat terlelap tidur, besok pagi selaksa agenda penting menunggu.” Dikirimkannya via FB, WA, instagram, line dan BBM miliknya. Kebanyakan orang yang mengaku modern itu memang punya banyak account media sosial. Indikator jaringan luas, katanya.
Status yang dishare orang di atas mendapatkan respon banyak sekali dari teman-temannya, mulai dari yang iseng menggoda sampai pada yang menasaran agenda besok paginya itu. Dibalasnya dengan telaten komentar-komentar yang masuk. Tak sadar semua itu diam-diam makan waktu lumayan lama. Dia baru bisa tertidur jam 03.47 WIB menjelang subuh.
Seorang yang lain tengah bergegas masuk ke kamar mandi, persiapan shalat dhuhur katanya. Hatinya berkata: “Hari ini bisa santai, shalat bisa agak lama dan mengkhusyukkan diri. Sekalian menunggu ashar di masjid. Baru setelah itu pulang.” Berangkatlah dia ke masjid, lalu shalat dua rakaat tahiyyatul masjid. Menjelang adzan, handphonenya berbunyi, ada sms masuk: “Ditunggu pak direktur, lobby proyek.” Bergegaslah dia pulang, meninggalkan lobby Allah demi lobby direktur.
Ternyata mengatur waktu itu sulit. Ada pertarungan antara keharusan (what ought to be) dengan kenyataan (what is), antara keinginan ideal dan godaan temporal, serta antara suara hati dan suara nafsu.
Pertarungan seperti ini rutian mengisi hari-hari kita, sampai kita merasa jalannya waktu ternyata begitu cepat. Tiba-tiba, kini, 2016 sudah terlewati. Kalender berganti muka menjadi 2017. Prioritaskan yang prioritas. Salam, AIM. [*]
– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2349798/prioritaskan-yang-prioritas#sthash.flKkslOp.dpuf