6 Alasan Mengapa Tidak Boleh Ikut Merayakan Natal dan Tahun Baru

Khotbah Pertama

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى مَحَمَّدٍ الْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ

فَيَأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى

فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Ma’asyiral muslimin, jemaah masjid yang dimuliakan Allah.

Mengawali khotbah kali ini, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan para jemaah sekalian agar kita senantiasa meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah Ta’ala dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Karena tidaklah kita itu semakin mulia, kecuali dengan takwa. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Mahamengenal.”

Ingatlah, ketakwaan tidak dapat diperoleh, kecuali dengan belajar dan menuntut ilmu. Sehingga ketika seseorang itu semakin memahami agama, maka ketakwaannya pun akan semakin meningkat. Selawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi mulia, suri teladan kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga, dan para sahabatnya.

Ma’asyiral muslimin, jemaah Jumat yang dimuliakan Allah.

Hari-hari akhir tahun Masehi ini mungkin kita akan sering mendengar dan mendapati ucapan “Merry Christmas”, “selamat natal” berdengung dan tercantum di dalam beberapa iklan maupun tulisan di jalanan. Sebagian orang pasti menganggap hal ini merupakan hal lumrah yang sah-sah saja untuk diikuti dan diramaikan. Namun, hal ini pada hakikatnya akan menjadi masalah yang sangat besar jika diucapkan oleh seorang muslim.

Mengapa? Sejak pertama kali agama Islam ini turun kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, Allah Ta’ala sudah mewanti-wanti dan menguatkan bahwa sembahan kita umat Islam ini hanyalah satu, yaitu Allah Yang Mahaesa, Allah Ta’ala yang tidak dilahirkan dan melahirkan. Allah Ta’ala sendirilah yang mengatakan hal itu, yaitu di dalam surah Al-Ikhlas, surah yang sangat populer, yang menjadi asas utama serta pembeda agama ini dengan yang lainnya. Allah Ta’ala berfirman,

قُلۡ هُوَ ٱللَّهُ أَحَد ، ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ ، لَمۡ يَلِدۡ وَلَمۡ يُولَدۡ ، وَلَمۡ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ

“Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Mahaesa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas: 1-4)

Mengucapkan selamat natal, memberikan ucapan selamat kepada perayaan orang Nasrani ini sama saja dengan menyetujui bahwasanya Allah Ta’ala memiliki anak, menyetujui bahwa ada sesembahan lain yang berhak selain Allah. Ini merupakan sebuah kekufuran serta sebuah penolakan terhadap ayat Allah Ta’ala!

Selain itu, ada beberapa faktor lain yang menjadikan hal tersebut haram hukumnya dilakukan oleh seorang muslim:

Pertama, merayakan hari raya natal merupakan salah satu kebid’ahan yang tidak ada contohnya dari nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam serta tidak terdapat syariatnya pada agama kita, sedangkan Rasulullah telah melarang kita untuk melakukan kebid’ahan/ hal baru di dalam agama. Beliau bersabda,

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

“Barangsiapa yang melakukan hal baru yang tidak ada contohnya dari kami (Nabi Muhammad), maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka, tidaklah seorang muslim mengkhususkan satu hari pun untuk bergembira dan berpesta, kecuali harus ada dalilnya yang jelas baik dari Al-Qur’an maupun hadis.

Kedua, seorang muslim tidak boleh berhari raya, kecuali dengan hari raya yang disyariatkan dan diizinkan oleh agama kita. Allah melalui lisan Nabi-Nya Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan kita dua hari raya. Diriwayatkan dari Abu Dawud dan An-Nasa’i di dalam riwayat yang sahih dari sahabat Anas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Ketika Nabi Muhammad datang ke kota Madinah, orang-orang Madinah memiliki dua hari yang mana mereka gunakan untuk bermain atau bersukacita, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya),

“Allah Ta’ala telah menggantikan dua hari ini dengan sesuatu yang lebih baik, yaitu hari Idulfitri dan Iduladha.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membatalkan hari raya mereka agar tidak menyerupai perayaan kaum muslimin. Sehingga jika para pemimpin dan ulama bermudah-mudahan di dalam membolehkan ikut perayaan orang kafir, dikhawatirkan orang yang awam akan lebih mengagungkannya, serta menganggap perayaan tersebut bagian dari perayaan kaum muslimin.

Ketiga, di dalam merayakan hari lahir Al-Masih, terdapat sifat berlebih-lebihan di dalam mencintainya, dan ini sangatlah tampak pada syiar-syiar orang Nasrani pada hari tersebut. Padahal, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

لا تطروني كما أطرت النصارى بن مريم فإنما أنا عبده فقولوا عبد الله ورسوله

“Janganlah kalian terlalu berlebih-lebihan kepadaku sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan kepada Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba Allah, maka katakanlah, ‘hamba Allah dan Rasul-Nya.’!” (HR Al-Bukhari)

Syariat ini melarang dari menyucikan para nabi berlebihan di dalam mencintainya serta beribadah kepada mereka dan mengangkat mereka melebihi kedudukannya.

Keempat, merayakan perayaan mereka dapat menumbuhkan rasa cinta dan mengikuti mereka di dalam melakukan ritual-ritual yang batil, serta membuat mereka merasa bahwa mereka itu berada di dalam kebenaran, dan semua itu merupakan hal yang haram dan termasuk dosa yang besar. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu). Sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah: 51)

Ini adalah kondisi jika seorang muslim tidak bermaksud rida terhadap agama mereka dan menyetujui prinsip agama mereka, baik itu trinitas, menyembelih untuk selain Allah ataupun memasang salib. Adapun jika seorang muslim benar-benar bermaksud kepada semua itu, maka dia telah kafir dan telah murtad dari agama ini menurut kesepakatan ulama. Maka, wajib hukumnya bagi seorang muslim untuk menjauhi gereja-gereja dan tempat ibadah orang Nasrani pada hari perayaan maupun hari-hari lainnya.

Kelima, merayakan perayaan mereka merupakan bentuk tasyabbuh/menyerupai orang-orang Nasrani karena di dalamnya terdapat hal-hal spesifik dan khusus yang merupakan identitas mereka. Sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari mereka.” (HR. Abu Dawud)

Menyerupai mereka di dalam hal-hal yang tampak, baik itu pakaian maupun kebiasaan dan rutinitas mereka tentu akan menghantarkan pelakunya ke dalam menyerupai mereka pada hal-hal yang sifatnya keyakinan, serta menimbulkan kecintaan dan rasa suka di antara orang yang menyerupai dan yang diserupai. Oleh karena itu, agama yang mulia ini memutus semua wasilah yang dapat menimbulkan rasa takjub dan kagum terhadap orang kafir serta rida terhadap agama mereka.

Keenam, perayaan yang disyariatkan di dalam Islam merupakan bentuk sebuah rasa syukur dan rasa senang setelah menyelesaikan sebuah ibadah. Idul Fitri disyariatkan setelah menyelesaikan ibadah puasa dan Idul Adha disyariatkan setelah melangsungkan ibadah haji dan setelah lewat sepuluh hari bulan Dzulhijjah. Dan itu semua merupakan bentuk kebahagiaan, ibadah, serta syukur untuk Allah Sang Mahapencipta, bukan untuk makhluk. Prinsip inilah yang tidak ada pada perayaan Kelahiran Al-Masih/ Natal. Maka, hal ini bertentangan dengan ajaran ini sehingga kita pun diharamkan untuk meramaikannya.

Demikian itu adalah 6 alasan, mengapa seorang muslim tidak boleh ikut serta merayakan ataupun mengucapkan selamat natal kepada orang-orang Nasrani. Semoga Allah Ta’ala selalu memberikan kita hidayah dan taufik-Nya sehingga dengan kedua hal itu kita menjadi seorang muslim yang tidak mudah ikut-ikutan meramaikan sesuatu, apalagi hal tersebut sangat bertentangan dengan akidah kita yang berasas pada Tauhid.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khotbah Kedua.

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ

فَيَأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ

اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

Sumber: https://muslim.or.id/71469-6-alasan-mengapa-tidak-boleh-ikut-merayakan-natal-dan-tahun-baru.html

Kerap Dijadikan Dalil Pengharaman Rayakan Tahun Baru, Ini Penjelasan Hadis Man Tasyabbaha bi Qaumin

Seperti judulnya, penulis acapkali bertanya untuk apa sebenarnya kita, Anda dan mereka semua merayakan pergantian tahun? Pernahkah kita melihat, ada orang yang rela menunggu tepat pukul 00.00 malam sejak matahari tenggelam untuk meniupkan terompet, tanda bahwa mereka telah memasuki tahun baru, periode baru, dan katanya momen untuk memompa semangat dan jadi pribadi baru.

Kegiatan yang kalau dicermati terlihat “aneh”, tapi banyak orang yang melakukannya di berbagai tempat, dalam berbagai bentuk, dari yang dilakukan dengan tetap beretika sampai melupakannya, bahkan melanggar ajaran agama. Ada yang memilih melaksanakannya di gunung, pantai, objek wisata, alun-alun, stadion, sampai atas genteng. Ada yang melaksanakannya sambil bersama keluarga, pasangan, pacar, teman-teman, dan masih banyak lagi. Kesemuanya pada intinya sedang merayakan suka cita karena mereka telah berhasil memasuki tahun baru, pada kali ini nanti adalah tahun 2018.

Perayaan tahun baru sebenarnya dirayakan dengan serius loh oleh lembaga yang sangat bergantung kepada penanggalan Masehi. Terutama lembaga yang berelasi internasional. Seperti lembaga ekonomi bisnis dengan mengevaluasi perkembangan bisnis tahun ini, naik atau turun, untuk atau rugi, lalu dijadikan “resolusi” untuk menghadapi tahun 2018. Saya pernah melihat berita penutupan saham Bursa Efek Indonesia (Indonesian Stock Exchange) di Jakarta, mereka merayakannya dengan acara tiup terompet sebagai simbol dan doa agar mendapatkan keuntungan yang lebih di tahun mendatang.

Pernah ada yang bertanya, apa hukumnya merayakan tahun baru? Sebagian netizen memilih berkata tidak untuk tahun baru. Pasalnya ada hadis Nabi yang mengatakan, “man tasyabbaha bi qowmin, fahuwa minhum” yang artinya ‘Barang siapa yang meniru suatu kelompok, maka ia termasuk bagian kelompok itu secara tidak langsung’.

Perayaan tahun baru dianggap tradisi umat Kristiani, maka jika ada umat Islam yang ikut-ikutan merayakannya, secara tidak langsung dia sudah mengikhlaskan dirinya untuk menjadi bagian dari kelompok tersebut. Akan tetapi, bagaimana sebenarnya maksud hadis Nabi yang dikutip oleh netizen anti perayaan tahun baru. Apakah benar maksudnya seperti itu jika ditelisik dari ilmu hadis?

Hadis ini terdapat dalam Sunan Abu Dawud, Musnad Ahmad, Mushannaf Abi Syaibah, dan lain-lain. Ulama berbeda pendapat mengenai kualitas hadis ini, ada yang mensahihkannya dan ada pula yang melemahkannya. Hadis ini dinilai lemah karena di dalam silsilah sanadnya ada rawi (informan) yang bernama Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban.

Ia dikenal sebagai orang saleh, zuhud, dan terpercaya (tsiqah), namun di penghujung usianya kualitas ingatan dan hafalannya mulai berubah, taghayyaran fi akhirihi. Al-Bani (ulama Wahabi) mengatakan, al-Bukhari pernah mengumpulkan hadis-hadis riwayat Abdurrahman bin Tsauban yang diriwayatkan ketika ingatannya masih kuat. Sedangkan hadis yang kita bicarakan ini tidak ada dalam kumpulan hadis al-Bukhari tersebut.

Dengan demikian, ada kemungkinan bila hadis ini diriwayatkan ketika ingatan Abdurrahman mulai melemah. Maka dari itu, sebagian ulama mendaifkan hadis ini, sementara al-Bani tetap menguatkan hadis ini karena ada riwayat lain yang mendukung maknanya. Sehingga status hadisnya berubah menjadi hasan li ghairihi, yatiu hadis daif yang kualitasnya meningkat lantaran ada hadis sahih lain yang mendukungnya.

Adhim Abadi, penulis kitab ‘Aunul Ma’bud, menjelaskan bahwa hadis ini bermakna umum dan tidak hanya dibatasi dengan meniru perilaku non-muslim. Jadi siapa saja yang meniru gaya, perilaku, dan model suatu kelompok, maka secara tidak langsung dia sudah menjadi bagian dari kelompok yang mereka tiru, termasuk dalam hal ini gaya berpakaian. Akan tetapi, hal ini bukan berarti sama sekali kita tidak boleh meniru gaya dan model kelompok lain, sebab jika dipahami seperti ini alangkah sempitnya dunia ini.

Bagaimana tidak, dengan keterbukaan informasi dan pergaulan, saling meniru antarsatu kelompok dengan kelompok lain itu sangat sulit dihindari. Kalau kita boleh jujur, ada banyak hal yang kita tiru dari orang non-muslim, terutama dalam masalah ilmu pengetahuan.

Lantas apakah serta merta peniruan itu langsung diklaim sebagai kefasikan? Tentu tidak. Sebab dalam beberapa hadis juga disebutkan bahwa Nabi juga suka menyisir rambutnya dengan gaya dan model sisiran rambut orang Yahudi. Artinya, tidak semua peniruan dimaknakan negatif, terkutuk, dan tercela.

Jika dicermati lebih dalam, sebenarnya titik tekan hadis ini lebih kepada subtansi yang kita tiru. Maksudnya, meniru gaya dan aktivitas kelompok lain itu diperbolehkan selama itu baik dan tidak melenceng dari koridor syariat dan yang tidak diperbolehkan itu adalah meniru keburukan kelompok lain.

Bagi kita umat Islam, mungkin acara perayaan tahun baru masehinya perlu dimodifikasi. Misalnya, dengan mengadakan pengajian, zikir, seminar, atau bisa juga dengan acara budaya dan hiburan yang lebih bermanfaat untuk perubahan dan kemajuan bangsa Indonesia ke depannya.

Selamat Tahun Baru.

BINCANG SYARIAH

2 Jenis Perubahan dalam Hidup untuk Seorang Muslim

Terdapat dua jenis perubahan dalam hidup bagi seorang Muslim

Pergantian tahun adalah momentum untuk memperbaik diri dan melakukan perubahan dalam hidup. Seperti apakah perubahan hidup yang dimaksud? 

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Marsudi Syuhud, memaknai momen pergantian tahun sebagai perubahan. Perubahan dalam hidup ada dua jenis, yaitu attaghyiir al-ijbary (perubahan yang memaksa anda untuk berubah) dan attaghyiir al-ichtiyary (perubahan yang direncanakan).

“Perubahan al-ijbary adalah perubahan yang memaksa kita untuk berubah, kita mau berubah ya kita berubah, kita tidak mau berubah ya tetap berubah, seperti adanya Covid-19, telah mengubah perilaku kita sehari hari,” ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (30/12). 

“Untuk menghadapinya, maka kita harus melakukan perubahan yang direncanakan, agar tidak terkaget kaget jika ada masalah perubahan yang tiba-tiba terjadi,” sambungnya.  

Dalam Islam, umat Muslim diajarkan untuk menghadapi perubahan dengan persiapan yang matang, dan yang paling mendasar adalah memperkuat sinergi dan persatuan. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah mengetengahkan pandangan dan paham agar tidak terlalu condong ke satu sisi saja, kata Kiai Marsudi. 

“Dalam berbangsa dan bernegara kita harus menyiapkan pergantian tahun ini dengan hal yang paling mendasar dan fital saat ini, untuk menyikapi carut marutnya berbangsa, dengan bersinergi antar bangsa antar kelompok di Indonesia yang majemuk,” kata dia.  

“Maka langkah yang harus dilakukan antara lain dengan mengetengahkan pandangan dan paham yang ada di sebelah kanan jauh dan sebelah kiri jauh, mendekatkan yang jauh dan merekatkan yang sudah dekat,” sambungnya.

KHAZANAH REPUBLIKA

Menata Sikap Diri Jalani Tahun 2020

TAHUN 2019 sudah lewat dengan segala cacatan harian kita. Sebagaimana lazimnya hidup, di tahun 2019 itu ada tawa dan ada tangis, ada suka dan ada duka, ada bahagia dan kecewa, serta ada nikmat dan musibah. Semua telah kita jalani. Kini adalah waktunya kita menuai pelajaran dari segala yang telah terjadi demi perbaikan diri pada tahun yang baru ini, tahun 2020.

Jangan biarkan kita terikat terus dengan sesuatu yang membuat kita gelisah pada tahun 2019, jangan pula kita mau dipancing untuk gelisah berpikir apa yang belum terjadi pada tahun 2020 ini. Bahasa saya beberapa waktu yang lalu: “Jangan bunuh kebahagian masa kini dengan menyesali masa lalu dan menggelisahkan masa depan. Jalani hari ini sebagai hari ini.”

Untuk tetap bisa menikmati hari ini dan tidak menggelisahkan masa depan, ada kata-kata indah dari para bijak yang bisa kita renungkan: “Kalau Allah memberikan beban apapun kepadamu, maka sesungguhnya Allah telah mempersiapkan cara menjalani dan menyelesaikan beban itu.”

Lalu mungkin ada yang bertanya mengapa dirinya tak menemukan jalan keluar dari masalah dan tak menemukan daya serta cara menjalani beban hidup. Jawaban saya sederhana saja, yakni barangkali sang penanya itu belum menggunakan hati, akal dan anggota tubuh lainnya pada fungsi yang sesungguhnya. Barangkali hati kita terlalu egois membuang Allah dari dalam hati, akal kita terlalu arogan menganggap diri sebagai satu-satunya yang mampu, anggota badan lainnya tak mau tunduk patuh pada perintah agama.

Kalau kita senantiasa memiliki keyakinan dan keimanan yang kuat serta senantiasa bersama dengan Allah, maka hidup ini akan lebih terasa indah dijalani menuju keindahan hakiki nantinya, yakni keindahan ridla dan surga Allah Swt. Carilah sahabat yang satu hati satu prinsip dalam kebaikan, bergandenglah tangan untuk bahagia bersama. Salam tahun baru 2020, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Catatan Awal Tahun: Lidah Kita

ADA yang bertanya anggota bagian yang mana yang kira-kira paling kuat dan berpengaruh dalam kehidupan manusia. Bisa jadi jawabannya berbeda-beda. Bagi pemain sepak bola mungkin jawabannya adalah kaki, bagi petinju bisa jadi jawabannya adalah tangan dan bagi yang lainnya adalah yang lainnya. Kalau kita berpikir secara umum dan luas, barangkali jawaban yang paling benar adalah LIDAH.

Hanya 8 otot yang dimiliki lidah, itupun tanpa tulang penguat. Namun ribuan bahkan jutaan otot bisa runtuh, lunglai dan terluka parah karenanya. Meski demikian, dengan 8 otot itu lidah mampu menghidupkan dan membahagiakan ribuan bahkan jutaan hati yang pada akhirnya menyatukan semua otot menuju cinta, kasih sayang dan saling tolong menolong.

Kedamaian dan ketenangan terusik oleh suara-suara sumbang yang diteriakkan kencang-kencang. Keteraturan dan keberimbangan hidup terkoyak oleh nada-nada provokatif yang dilontarkan lidah-lidah tak terdidik secara etika. Lalu, lidah model apa yang sesungguhnya kita butuhkan?

Kita sungguh mengharapkan suara-suara sejuk yang mendamaikan, suara-suara lembut yang mengarahkan dan suara-suara tegar yang menyabarkan dari lidah para guru kita dan pemimpin kita. Dari situlah akan mengalir cinta dan kasih sayang yang sesungguhnya. Selamat menyambut tahun baru saudaraku dan sahabatku. Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

INILAH MOZAIK

Khutbah Jumat Tahun Baru: Resolusi Berbasis Muhasabah

Mengambil momentum tahun baru 2020, khutbah Jumat ini mengambil tema Resolusi Berbasis Muhasabah. Selain tema ini, disediakan pula Khutbah Jumat Menyikapi Musibah Banjir 2020, khususnya untuk wilayah Jabodetabek.

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا . مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ . وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ . اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memanjangkan usia kita dan menyehatkan kita sehingga bisa menunaikan sholat Jumat di awal tahun 2020 ini. Sungguh merupakan nikmat paling besar ketika Allah menjaga iman kita. Maka marilah kita terus bersyukur kepada-Nya dengan senantiasa berusaha meningkatkan taqwa.

Sholawat dan salam atas Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah memberikan keteladanan kepada kita semua. Tak ada satu pun petunjuk yang kita butuhkan untuk mengarungi kehidupan ini kecuali beliau memberikan keteladanan terbaik untuk umatnya.

Jamaah Jum’at rahimakumullah,
Di awal tahun seperti ini, banyak perusahaan dan instansi mencanangkan target setelah membuat evaluasi tahun lalu. Mereka ingin satu tahun ke depan lebih baik daripada satu tahun yang telah dilewatinya.

Bagi seorang muslim, sesungguhnya setiap pergantian satuan waktu adalah momentum untuk melakukan evaluasi dan menghadirkan resolusi. Melakukan perbaikan dari waktu ke waktu. Muhasabah.

1. Muhasabah

Muhasabah adalah keniscayaan bagi orang-orang yang beriman. Sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.  (QS. Al Hasyr: 18)

Melalui Surat Al Hasyr ayat 18 ini, Allah memerintahkan hamba-hambaNya yang beriman untuk melakukan muhasabah. Waltandhur nafsum maa qoddamat lighad. Hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.

Seluruh ulama mufassirin sepakat bahwa makna ghad pada ayat ini adalah akhirat. Sehingga muhasabah kita yang paling utama adalah terkait dengan apa yang sudah kita lakukan untuk akhirat. Bukan sekedar masa depan di dunia ini.

Ketika menjelaskan ayat ini, Ibnu Katsir mengingatkan sebagaimana Khalifah Umar bin Khattab mengingatkan.

حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا

Hitung-hitunglah diri kalian sendiri sebelum kalian dihitung (di akhirat nanti).

Maka kualitas iman dan ibadah kita mestinya menjadi bahan muhasabah. Karena itulah yang akan menjadi bekal masa depan akhirat kita.

Bagaimana shalat kita. Amal pertama dan utama yang nanti akan dihisab di akhirat. Sudahkan kita berusaha shalat berjamaah.

Abdullah bin Ummi Maktum pernah minta izin kepada Rasulullah. “Ya Rasulullah, rumahku jauh dan aku tidak punya penuntun ke masjid. Bolehkah aku shalat di rumah?”

Rasulullah tahu sahabatnya ini tidak bisa melihat. Maka beliau mengijinkan. Namun ketika Abdullah bin Ummi Maktum hendak pulang, ia dipanggil kembali. “Apakah ketika engkau mendengar adzan ketika di rumah?”

“Benar ya Rasulullah. Adzan terdengar hingga rumahku.”

“Kalau begitu, shalatlah berjamaah di masjid.”

Sejak saat itu, Abdullah bin Ummi Maktum tidak pernah meninggalkan shalat jamaah di masjid. Bahkan beliaulah yang adzan Subuh. Artinya, sebelum fajar sudah berada di masjid. Padahal beliau buta.

Bagaimana tilawah kita. Sudahkah kita membiasakan membaca Al Qur’an dan menambah hafalan kita? Yang di akhirat kelak akan menentukan ketinggian derajat surga.

Para sahabat demikian mesra dengan Al Quran dan selalu sigap mengamalkannya. Sehingga Sayyid Qutb menyebut mereka jailul qur’anil farid. Generasi Qur’ani yang unik.

Para sahabat Nabi hingga pahlawan Islam yang namanya abadi hingga saat ini, mereka adalah orang-orang yang demikian mesra dengan kitab suci. Para ulama hingga para pembebas negeri seperti Shalahuddin Al Ayyubi dan Muhammad Al Fatih, ternyata mereka adalah para penghafal Al Quran. Bahkan sudah hafizh sejak kecil. Bagaimana dengan kita, sudah bertambah berapa hafalan Qur’an kita dalam setahun lamanya?

Bagaimana sedekah kita? Yang akan menjadi benteng dari musibah di dunia dan benteng dari api neraka. Para sahabat mencontohkan dalam keadaan lapang dan sempit mereka bersedekah. Hingga ada yang sambil menangis membawa segenggam kurma. Karena hanya itu yang sanggup mereka infakkan.

2. Resolusi

Jama’ah Jumat hafidhakumullah,
Muhasabah harus bermuara pada kesimpulan bahwa amal-amal kita masih sedikit sedangkan dosa-dosa kita banyak. Bekal kita untuk masa depan akhirat masih sangat kurang. Sehingga muhasabah yang benar akan melahirkan resolusi dan perbaikan.

Kalau perusahaan dan orang-orang membuat resolusi untuk kinerjanya mengejar kesuksesan dunia, semestinya kita membuat resolusi berbasis muhasabah untuk kesuksesan akhirat kita. Tentu boleh kita memiliki target kesuksesan dunia, namun tujuan akhirnya tetap akhirat.

وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.. (QS. Al Qashash: 77)

Maka berangkat dari muhasabah, kita buat resolusi. Terkait shalat kita. Jika belum lengkap berjamaah, kita lengkapi. Tidakkah kita ingin seperti Said bin Musayyab yang 50 tahun tak pernah ketinggalan shalat jamaah. Tidakkah kita ingin seperti Muhammad Al Fatih yang sejak baligh tak pernah meninggalkan shalat jamaah.

Kita tingkatkan pula khusyu’ dalam shalat kita. Tidakkah kita ingin demikian mesra berkomunikasi dengan Allah sebagaimana Rasulullah dan para sahabat menemukan kenikmatan terbesar dalam shalat.

وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ

Dan dijadikan penyejuk hatiku dalam shalat. (HR Nasa’i dan Ahmad)

Ali bin Abu Thalib pernah terkena panah. Di zaman itu belum ada anestesi seperti sekarang. Umumnya orang di zaman itu menggunakan khamr agar tidak merasa kesakitan saat anak panahnya dicabut. Namun Ali tidak mau. Ia minta anak panah itu dicabut saat shalat. Dan demikian khusyu’nya shalat, Ali tidak mengerang kesakitan saat anak panah itu dicabut.

Kalau kita sudah muhasabah tentang tilawah dan hafalan kita. Maka perlu menghadirkan resolusi agar di tahun baru ini tilawah kita lebih banyak. Tadabbur kita lebih lama. Dan hafalan bertambah.

Kalau kita sudah muhasabah tentang sedekah kita. Maka perlu menghadirkan resolusi agar di tahun baru ini sedekah kita lebih besar. Ini juga membuat kita lebih semangat untuk kerja lebih keras, kerja lebih cerdas dan tentunya kerja lebih ikhlas. Semoga dengan resolusi ini, kita kemudian bertumbuh semakin taqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bekal kita ke akhirat semakin banyak.

أَقُوْلُ قَوْلِ هَذَا وَاسْتَغْفِرُوْاللَّهَ الْعَظِيْمِ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ . أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَماَ صَلَّيْتَ عَلىَ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنـَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللَّهُمَّ باَرِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَماَ باَرَكْتَ عَلىَ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنـَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ . رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ. اللَّهُمَّ أَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاء وَأَخْرِجْ لَنَا مِنْ خَيْرَاتِ الأَرْضِ، وَبَارِكْ لَنَا في ثِمَارِنَا وَزُرُوْعِنَا وكُلِّ أَرزَاقِنَا يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ . رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ :إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

[Khutbah Jumat Tahun Baru edisi 8 Jumadil Awal 1441 H bertepatan 3 Januari 2020; Muchlisin BK/BersamaDakwah]

BERSAMA DAKWAH

Tahun Baru, Apakah Iman Kita Semakin Meningkat?

BAGAIMANA hukum merayakan tahun baru bagi muslim? Ternyata banyak kerusakan yang ditimbulkan sehingga membuat perayaan tersebut terlarang. Merayakan tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita butuhkan untuk hal yang bermanfaat dan bukan untuk hal yang sia-sia. Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam seseorang,

“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.”

Ingatlah bahwa membuang-buang waktu itu hampir sama dengan kematian yaitu sama-sama memiliki sesuatu yang hilang. Namun sebenarnya membuang-buang waktu masih lebih jelek dari kematian. Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim, “(Ketahuilah bahwa) menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”

Seharusnya seseorang bersyukur kepada Allah dengan nikmat waktu yang telah Dia berikan. Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan merayakan tahun baru. Namun mensyukuri nikmat waktu adalah dengan melakukan ketaatan dan ibadah kepada Allah. Itulah hakekat syukur yang sebenarnya. Orang-orang yang menyia-nyiakan nikmat waktu seperti inilah yang Allah cela. Allah Taala berfirman,

“Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?” (Qs. Fathir: 37). Qotadah mengatakan, “Beramallah karena umur yang panjang itu akan sebagai dalil yang bisa menjatuhkanmu. Marilah kita berlindung kepada Allah dari menyia-nyiakan umur yang panjang untuk hal yang sia-sia.”

Inilah di antara beberapa kerusakan dalam perayaan tahun baru. Sebenarnya masih banyak kerusakan lainnya yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu dalam tulisan ini karena saking banyaknya. Seorang muslim tentu akan berpikir seribu kali sebelum melangkah karena sia-sianya merayakan tahun baru. Jika ingin menjadi baik di tahun mendatang bukanlah dengan merayakannya. Seseorang menjadi baik tentulah dengan banyak bersyukur atas nikmat waktu yang Allah berikan. Bersyukur yang sebenarnya adalah dengan melakukan ketaatan kepada Allah, bukan dengan berbuat maksiat dan bukan dengan membuang-buang waktu dengan sia-sia. Lalu yang harus kita pikirkan lagi adalah apakah hari ini kita lebih baik dari hari kemarin? Pikirkanlah apakah hari ini iman kita sudah semakin meningkat ataukah semakin anjlok! Itulah yang harus direnungkan seorang muslim setiap kali bergulirnya waktu.

Ya Allah, perbaikilah keadaan umat Islam saat ini. Perbaikilah keadaan saudara-saudara kami yang jauh dari aqidah Islam. Berilah petunjuk pada mereka agar mengenal agama Islam ini dengan benar. “Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Qs. Hud: 88)

Alhamdulillahilladzi bi nimatihi tatimmush sholihat. Wa shallallahu ala nabiyyina Muhammad wa ala alihi wa shohbihi wa sallam. [Muhammad Abduh Tuasikal]

INILAH MOZAIK

Jangan sampai Zikir Bersama Tahun Baru Jadi Ritual

KEKHAWATIRAN ini memang beralasan, khususnya terkait kegiatan yang diadakan di malam tahun baru masehi oleh beberapa kalangan. Sangat boleh jadi memang nantinya akan terjadi kesalahan persepsi, seperti tradisi memperingati hari kematian, 3 hari, 7 hari, 40 hari dan seterusnya.

Memang niatnya baik, yaitu dari pada malam tahun baru diisi dengan kegiatan hura-hura, lebih baik kalau dilakukan kegiatan keagamaan di masjid. Baik berupa zikir, qiyamullail atau pun muhasabah. Tapi kalau tidak dibekali dengan wawasan yang baik, kekhawatiran itu memang layak. Maka harus diupayakan agar tidak lagi terjadi kesalahan serupa di masa lalu.

Misalnya, panitia penyelenggara perlu melakukan klarifikasi yang tegas bahwa kegiatan itu semata-mata bukan ritual ibadah secara khusus, bukan sunah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak merupakan bagian dari syariat Islam secara khusus.

Klarifikasi ini harus disampaikan kepada para jemaah yang menghadiri kegiatan itu, biar mereka juga punya cara pandang yang benar. Dan agar generasi berikutnya tidak lagi terperosok pada lubang yang sama.

Namun usulan untuk mengisi malam tahun baru hijriyah dengan beragam kegiatan itu sebenarnya juga bukan tanpa kritik. Masalahnya, nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di masa lalu tidak pernah menganjurkannya, apalagi melakukannya. Jadi kalau ditarik garis asalnya, mengadakan ritual secara khusus di malam tahun baru masehi atau hijriyah sama-sama tidak ada tuntunannya.

Dan kalau sampai dijadikan sebuah ritual yang secara sengaja dikhususkan dan dianggap sebagai ibadah mahdhah, tentu hukumnya bid’ah. Sebab syariat Islam tidak pernah menetapkannya.

Kepada teman-teman yang merasa khawatir kalau masalah seperti ini akan menimbulkan bid’ah, kita patut mengucapkan terima kasih atas peringatannya. Tentunya peringatan itu datang dari lubuk hati yang paling dalam, bukan sekedar asal kritik.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh. [Ahmad Sarwat, Lc]

INILAH MOZAIK

Sengaja Berpuasa di Tahun Baru

SENGAJA melakukan puasa secara khusus pada hari raya orang kafir, hukumnya makruh. Seperti sengaja berpuasa di hari natal atau tahun baru, atau hari raya orang kafir lainnya. Hal ini berbeda dengan orang yang memiliki kebiasaan puasa sunah tertentu, yang ternyata bertepatan dengan hari raya orang kafir. Misalnya, orang melakukan puasa Daud, dan ketika giliran berpuasa, bertepatan dengan hari Natal. Semacam ini tidak masalah, karena yang menjadi sasaran utamanya adalah puasa Daud, bukan hari Natalnya.

Al-Kasani mengatakan, “Makruh melakukan puasa di hari sabtu secara khusus, karena ini termasuk bentuk meniru kebiasaan yahudi. Demikian pula puasa pada hari Nairuz dan Mihrajan (hari raya orang Majusi), karena termasuk menyerupai kebiasaan orang majusi. Juga dilarang melakukan puasa mbisu, dalam bentuk tidak mau makan dan mogok bicara sekaligus, karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang hal itu, dan termasuk meniru kebiasaan orang majusi.” (BadaI Shanai, 2:217).

Kita bisa perhatikan, alasan utama pelarangan puasa khusus pada saat hari raya orang kafir adalah meniru kebiasaan mereka. Karena berpuasa pada hari tertentu secara khusus termasuk bentuk mengagungkan hari itu. Sebagaimana layaknya orang melakukan puasa hari Asyura. Sementara pada saat yang sama, orang kafir juga sedang mengagungkan hari itu.

Hal ini sebagaimana yang dinyatakan ar-Rahaibani, “Makruh melakukan puasa hari nairuz yaitu hari keempat di musim semi dan puasa hari mihrajan yaitu hari kesembilan di musim panen. Az-Zamakhsyari mengatakan, Itu disebabkan ada unsur keselarasan dengan orang kafir dalam mengagungkan hari itu. Dan dimakruhkan mengkhususkan hari raya orang kafir, atau semua hari yang diagungkan orang kafir untuk puasa. Sebagaimana yang dinyatakan oleh dua guru besar dalam mazhab hambali (yaitu Majdud-Din Ibn Taimiyah dan Ibnu Qudamah, pen.) dan ulama lainnya. Kecuali jika puasa itu merupakan kebiasaan. Hukumnya tidak makruh.” (Mathalib Uli sn-Nuha, 5:439).

Allahu alam. [Referensi: Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 59324]

INILAH MOZAIK

Hukum Merayakan Tahun Baru dan 10 Alasan Mengapa Haram

Bagaimana hukum merayakan tahun baru masehi? Setiap akhir tahun selalu muncul pertanyaan ini. Dan tidak sedikit muslim yang merayakannya mulai dari meniup terompet, ikut pesta kembang api, acara musik, hingga berbagai bentuk kemaksiatan.

Para ulama sudah menegaskan hukum merayakan tahun baru masehi adalah haram. Mengapa merayakan tahun baru masehi haram, berikut ini 10 alasannya.

1. Alasan Sejarah

Dalam The World Book Encyclopedia disebutkan bahwa Penguasa Romawi Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai hari permulaan tahun baru semenjak abad ke 46 SM.

Orang Romawi mempersembahkan hari itu (1 Januari) kepada Janus, yang mereka yakini sebagai dewa segala gerbang, pintu-pintu, dan permulaan waktu. Ia juga diyakini memiliki dua wajah, satu menghadap ke depan dan satu lagi menghadap ke belakang sebagai simbol masa depan dan masa lalu. Bulan Januari diambil dari nama dewa ini.

Merayakan tahun baru masehi memiliki keterkaitan historis dengan ritual paganisme Romawi tersebut. Bagaimana jika tidak tahu sejarah tersebut.? Cukuplah firman Allah menjadi pengingat kita:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya” (QS. Al isra’: 36)

2. Tasyabbuh

Merayakan tahun baru masehi merupakan kebiasaan orang-orang Barat yang sama sekali tidak sesuai dengan ajaran Islam. Merayakan tahun baru termasuk menyerupai kebiasaan mereka (tasyabbuh).

Kita patut khawatir, sebab tasyabbuh bisa membuat seseorang jatuh ke dalam golongan yang diserupainya. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا

“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami” (HR. Tirmidzi; hasan)

3. Terompet Yahudi

Perayaan tahun baru identik dengan terompet. Bahkan meniup terompet dianggap sebagai aktifitas merayakan tahun baru yang paling sederhana. Selain harganya murah, juga mudah dilakukan.

Tapi tahukah kita bahwa meniup terompet adalah kebiasaan Yahudi sehingga ketika ada sahabat mengusulkan meniup terompet sebagai tanda masuknya shalat, Rasulullah mensabdakan,

هُوَ مِنْ أَمْرِ الْيَهُودِ

“Membunyikan terompet adalah perilaku orang-orang Yahudi” (HR. Abu Daud; shahih)

4. Pemborosan

Merayakan tahun baru, khususnya dengan acara musik dan pesta kembang api serta acara sejenisnya, pastilah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Hal ini termasuk bentuk pemborosan yang dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pemboros juga saudaranya syetan.

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al Isra: 27)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلاَثًا قِيلَ وَقَالَ ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ

“Sesungguhnya Allah membenci tiga hal pada kalian; kabar burung, membuang-buang harta, dan banyak bertanya.” (HR. Bukhari)

5. Begadang sepanjang malam

Pergantian hari pada kalender masehi dimulai pada pukul 00:00 tengah malam. Demikian pula tahun baru masehi dimulai pada 1 Januari pukul 00:00.

Salah satu bentuk perayaan tahun baru yang paling umum adalah menunggu detik-detik pergantian tahun pada pukul 00:00 ini. Dengan demikian, orang-orang yang merayakan tahun baru, mereka begadang hingga dini hari.

Begadang yang tidak memiliki kemaslahatan merupakan salah satu hal yang dibenci oleh Rasulullah. Jika tidak ada keperluan penting, Rasulullah biasa tidur di awal malam. Dan beliau selalu bangun tengah malam atau sepertiga malam terakhir untuk sholat tahajud.

وَكَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَهَا وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat isya’ dan ngobrol setelah isya’ (HR. Bukhari)

6. Meninggalkan shalat

Sering kali, karena begadang sepanjang malam dan baru tidur menjelang fajar atau pagi hari, orang yang merayakan tahun baru meninggalkan Shalat Subuh. Bahkan terkadang shalat isya’ juga tidak dihiraukan karena mereka merayakan tahun baru sejak petang.

Meninggalkan sholat adalah salah satu dosa besar. Bahkan meninggalkan shalat dengan sengaja, bisa menjerumuskan seseorang ke dalam kekufuran.

رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ

“Pangkal dari semua perkara adalah Islam, tiangnya adalah sholat dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah” (HR. Tirmidzi dan An Nasa’i)

Bahkan dalam sabdanya yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menegaskan tentang kedudukan sholat:

بَيْن الرَّجل وَبَيْن الشِّرْكِ وَالكُفر ترْكُ الصَّلاةِ

“Pembatas bagi antara seseorang dengan syirik dan kufur adalah meninggalkan shalat” (HR. Muslim)

7. Menyia-nyiakan waku

Merayakan tahun baru dengan berbagai bentuk aktifitasnya, apalagi yang hura-hura, adalah termasuk menyia-nyiakan waktu. Padahal dalam Islam, waktu sangatlah berharga sehingga Allah bersumpah demi waktu dalam Surat Al Ashr. Dan di akhirat nanti, seseorang juga tidak bisa beranjak dari tempatnya hingga ditanya waktunya untuk apa dihabiskan.

Imam Syafi’i membuat kesimpulan yang sangat tepat terkait dengan waktu:

ونفسك إن أشغلتها بالحق وإلا اشتغلتك بالباطل

“Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil)”

8. Ikhtilath

Acara merayakan tahun baru umumnya tidak memisahkan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Sehingga terjadilah ikhtilath yang luar biasa. Bersentuhan lawan jenis menjadi tidak terelakkan, bahkan memang disengaja.

Padahal ikhtilat dan bersentuhan lawan jenis merupakan dosa yang ancaman siksanya sangat berat. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ

“Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.” (HR. Thabrani; shahih)

9. Hal-hal haram

Perayaan tahun baru dengan musik dan acara sejenis, kadang juga disertai dengan hal yang jelas-jelas haram. Misalnya aneka minuman keras dengan berbagai nama dan cara penyajiannya. Minum khamr seperti ini termasuk dosa besar.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al Maidah: 90)

10. Terjerumus zina

Termasuk hal yang paling rusak dalam perayaan tahun baru adalah terjerumus zina. Ini bukan kekhawatiran semata, karena faktanya banyak berita yang melaporkan pembelian kondom meningkat menjelang tahun baru. Dan paginya di tanggal 1 Januari ditemukan banyak kondom bekas di lokasi perayaan tahun baru.

Ada yang berzina karena memang sudah direncanakan dari awal. Namun ada juga wanita yang terjerumus ke dalam zina saat perayaan tahun baru karena dimulai dari ikhtilath dan mengkonsumsi minuman keras hingga mabuk. Na’udzubillah min dzalik.

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al Isra: 32)

Demikian penjelasan mengenai hukum merayakan tahun baru dan 10 alasan mengapa merayakan tahun baru haram. Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita semua. Wallahu a’lam bish shawab.

[Muchlisin BK/BersamaDakwah]