Ramadan Berlalu, Perilaku Koq Masih Seperti Dulu

Ramadan Berlalu, Perilaku Koq Masih Seperti Dulu

Hanya sebentar setelah berakhirnya bulan Ramadan, kita sering kali merasakan betapa cepatnya kita melupakan pelajaran berharga yang kita dapatkan selama bulan suci tersebut. Ramadan, sebuah waktu yang diisi dengan berbagai amalan mulia dan introspeksi diri, seolah menjadi bagian dari kehidupan kita yang hanya sementara, bukan sebagai momen pembelajaran yang berkelanjutan.

Bulan Ramadan adalah lebih dari sekadar menahan lapar dan haus; itu adalah sebuah kesempatan untuk menahan amarah, menjaga emosi, menahan diri dari provokasi, dan menjauhi kata-kata dusta serta perbuatan kotor. Namun, begitu Ramadan berakhir, kita seringkali terperangkap kembali dalam kebiasaan lama dan memandang kembali pada amalan-amalan yang dilakukan selama bulan suci tersebut sebagai sesuatu yang sementara dan terpisah dari kehidupan kita yang sehari-hari.

Seringkali, kita merayakan berakhirnya Ramadan sebagai kebebasan dari kewajiban dan kemenangan atas diri sendiri. Namun, kita lupa bahwa esensi dari puasa sejati bukanlah sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menahan diri dari segala bentuk perilaku yang tidak terpuji. Ramadan mengajarkan kita untuk mengendalikan diri, mengembangkan kesabaran, dan menahan hawa nafsu.

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. Al-Baqarah: 183).

Artinya, Ramadan adalah latihan membentuk pribadi yang bertakwa. Berhasil atau tidaknya, tentu ukurannya adalah ketakwaan, bukan selesainya Ramadan. Bukan pula sekedar menahan lapar dan haus selama bulan Ramadan, lalu kita meneriakkan kata kemenangan dan bertakbir.

Dalam hadis riwayat Al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda:”Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan dusta, maka Allah tidak membutuhkan dia meninggalkan makanan dan minumannya.”

Hadis ini menunjukkan bahwa puasa tidak hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan diri dari segala bentuk kebohongan dan perilaku buruk lainnya. Jika puasamu belum sampai pada taraf menjaga dari keburukan atau hanya menahan haus dan lapar maka sungguh sia-sia. Ramadan berlalu, perilaku masih seperti dulu.

Maka dari itu, penting bagi kita untuk tidak melupakan ajaran-ajaran berharga yang kita dapatkan selama Ramadan. Puasa adalah lebih dari sekadar rutinitas tahunan; itu adalah sebuah kesempatan untuk pertumbuhan spiritual dan pembentukan karakter. Kita harus berusaha untuk menjaga semangat dan nilai-nilai yang kita pelajari selama Ramadan sepanjang tahun, bukan hanya selama bulan tersebut.

Mari kita gunakan Ramadan sebagai momentum untuk melakukan perubahan positif dalam hidup kita, dan bukan hanya sebagai rutinitas tahunan yang kita lalui tanpa refleksi yang mendalam. Dengan demikian, kita dapat benar-benar merasakan manfaat spiritual dari puasa dan menjadi lebih baik dalam menjalani kehidupan kita sehari-hari.

ISLAMKAFFAH