RASULULLAH shallallahu ‘alaihi wasallam melarang umatnya menyerupai orang kafir. Untuk itu beliau bersabda: Dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari kaum itu.” (HR Abu Daud dan Ibnu Hibbab menshahihkannya). Sedemikian pentingnya masalah ini sehingga sampai nabi mengancam bahwa orang yang secara sengaja meniru gaya orang kafir, divonis bahwa dirinya telah menjadi pengikut mereka.
Hanya saja yang jadi pertanyaannya sekarang adalah: manakah yang termasuk kriteria tasyabbuh (menyerupai) orang kafir? Apakah bila orang kafir di barat makan roti, lalu kita dianggap menyerupai mereka karena kita ikut makan roti jua? Padahal bukankah justru nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu tidak makan nasi tapi malah makan roti? Apakah bila orang kafir pakai celana panjang dan kemeja, lalu kita dianggap mengikuti orang kafir gara-gara pakai celana panjang dan kemeja?
Untuk menjawab masalah ini, paling tidak ada dua parameter yang perlu diperhatikan:
a. Parameter pertama, masalah niat. Bila seseorang melakukan sesuatu dengan niat semata-mata meniru gaya dan lagak orang kafir, maka perbuatan itu terlarang dan termasuk ke dalam kriteria meniru orang kafir.
b. Parameter kedua, masalah bentuk teknisnya. Yang dikatakan tindakan meniru atau menyerupai orang kafir adalah bila suatu perbuatan itu merupakan ciri khas milik suatu agama tertentu. Bukan budaya yang bersifat umum dan dilakukan oleh banyak bangsa di dunia ini.
Misalnya tanda salib, hiasan pohon natal dan penggunaan lonceng di rumah ibadah yang merupakan ciri khas kaum nasrani. Ini merupakan ciri khas agama itu dan kalau ada umat Islam secara sengaja meniru-niru hal-hal seperti ini, termasuk ke dalam orang yang diancam di hadis tadi. Demikian juga bila kita mengenakan logo bintang David yang merupakan ciri khas kaum yahudi. Atau membakar pedupaan atau shio yang dibakar khusus untuk penyembahan kalangan konghuchu atau Budha, semua termasuk sesuatu yang menjadi ciri khas satu kaum atau agama tertentu.
Lalu bagaimanakah dengan menggunduli kepala, apakah bisa termasuk kategori menyerupai para pendeta Budha (shaolin)? Jawabnya tergantung niatnya. Sebab di dalam syariat Islam, juga ada perintah atau anjuran untuk menggunduli kepala, yaitu saat selesai dari ibadah haji/umrah. Maka menggundulkan kepala berarti bukan ciri khas suatu agama saja. Dalam hal ini, parameter yang pertama yang menentukan, yaitu apakah seseorang berniat meniru gaya para shaolin itu atau tidak?
Maka jawaban atas masalah jam tangan yang dikenakan di tangan kiri, apakah benar hal itu merupakan ciri khas pemeluk agama tertentu? Ataukah hanya sekadar asumsi berlebihan saja? Kalau memang benar merupakan ‘hak milik’ yang merupakan ciri khas agama tertentu, tentu harus ada pembuktiannya, baik lewat literatur maupun lewat pengakuan para pemuka agama yang bersangkutan. Tapi kalau kita pertimbangkan secara sederhana, rasanya kok tidak ada kaitannya. Tapi silahkan saja dilakukan penelitian lebih mendalam dan buktikan bahwa pakai jam tangan di kiri itu merupakan ciri khas suatu agama tertentu. Tapi sebelum agar pembuktian yang pasti dan valid, kita belum boleh mengeluarkan vonis tertentu, apalagi mengharamkannya.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatulahi wabarakatuh. [Ahmad Sarwat, Lc.]