Surat terbuka disampaikan Muslim Inggris menyusul terpilihnya Theresa May menjadi Perdana Menteri menggantikan David Cameron. Dalam suratnya yang dipublikasikan Independent, Sahen Sattar menyinggung Undang-Undang Counter Terrorism and Security Bill 2015 yang dianggap menyudutkan Muslim.
Theresa May dianggap berperan penting dalam lahirnya aturan itu. Aturan tersebut membungkam suara Muslim di universitas yang ingin berpendapat saat kuliah maupun pelajaran karena khawatir dianggap ekstremis.
“Sudah jelas aturan ini memberi ruang warga untuk menjadi Islamofobia dengan memberi pandangan terorisme adalah ‘masalah Muslim'” tulisnya.
Theresa May merupakan perdana menteri wanita kedua Inggris setelah Margareth Thathcer. Ia terpilih menjadi pemimpin Partai Konservatif setelah PM David Cameron mengundurkan diri menyusul hasil Brexit.
May, kata Sattar, mengklaim telah memperkuat respons terhadap terorisme sejak menjadi Menteri Dalam Negeri. Namun pada kenyataannya ia hanya membuat Muslim Inggris semakin sedikit yang mengidentifikasikan budaya Inggris.
Menurut Sattar, dengan keinginannya menjadi Iron Lady di abad moderen, ia justru khawatri akan membuat komunitas Muslim kian tersudut. Pada 2015, May bahkan mendapat penghargaan Islamophobe of the Year dari Komisi Hak Asasi Manusia Islam.
Baca juga, Theresa May PM Baru Inggris yang Boikot Pendakwah Zakir Naik.
Sudah terbukti, saat May menjadi menteri dalam negeri, ia menciptakan atmosfer kebencian dan kekerasan terhadap Muslim. “Kenaikannya sebagai perdana menteri sangat berat untuk dirayakan jika Anda menjadi seorang Muslim seperti saya,” ujarnya.
Sattar menegaskan, jika May ingin membuka jalan Inggris ke arah lebih baik, ia harus menyingkirkan ketidakpercayaan dan ketakutan yang dibangun saat menjadi menteri dalam negeri.
“Di saat seperempat pemuda di Inggris mengatakan tidak percaya terhadap Muslim, maka hal ini harus menjadi prioritas sebelum kita mengecam generasi masa depan yang penuh dengan kecurigaan, perpecahan serta memecah belah negara,” ujarnya.
Theresa May yang akan menggantikan David Cameron sebagai perdana menteri Inggris memiliki cerita tersendiri dengan pendakwah Zakir Naik. Pada 2010, ketika ia mulai menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri, May melarang Zakir Naik masuk ke Inggris.
Alasannya, Naik dianggap membuat komentar yang mencerminkan sikap ia tak dapat diterima. Sikap itu termasuk mempublikasikan materi mengandung unsur provokasi tindakan teroris.
“Saya telah mengecualikan Naik,” ujarnya kepada Telegraph saat itu. “Saya tidak akan mengizinkan mereka yang tak kondusif buat publik masuk ke Inggris,” ujarnya.
Kementerian Dalam Negeri mengutip pernyataan Naik yang kontroversial. “Ketika perampok melihat polisi ia takut. Sehingga buat perampok, polisi adalah teroris. Sehingga dalam konteks ini, setiap Muslim harus menjadi teroris bagi perampok,” ujar Naik seperti dikutip pemerintah Inggris.