TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Sorong Ahmad Anderson Meage mengatakan umat islam di Tolikara telah mewaspadai surat yang diedarkan oleh kelompok Gereja Injil di Indonesia. Bahkan, mereka telah menghadap Kepala Kepolisian Resor Tolikara dan Bupati Tolikara.
“Tapi, mereka menjamin pada hari raya akan aman dan tak perlu memilkirkan edaran tersebut,” ujar Anderson ketika dihubungi Tempo, Ahad, 19 Juli 2015.
Anderson menyayangkan Kepolisian bisa kecolongan hingga akhirnya terjadi bentrokan.
Kelompok GIDI, kata Anderson, memang kerap berbuat seenaknya di tanah Tolikara. Menurut Anderson, tak hanya umat Islam yang dilarang beribadah, umat kristen yang tidak sealiran dengan GIDI-pun diperlakukan serupa. “Makanya kami semua menuntut kelompok itu dibubarkan,” ujar Anderson.
Selain itu, Anderson juga meminta Kepala Kepolisian Jenderal Badrodin Haiti dan Kepala Kepolisian Daerah Inspektur Jenderal Yotje Mende mengevaluasi kinerja Kapolres Tolikara. “Saya harap pak Kapolri dan Kapolda segera bertindak dan meninjau langsung,” katanya.
Bentrok dipicu dari surat edaran Ketua GIDI wilayah Tolikara Pendeta Nayus Wenea dan Sekretaris GIDI Pendeta Marthe Jingga kepada umat muslim di Tolikara. Surat yang juga disampaikan ke Kepolisian Resor Tolikara dan pemerintah daerah tersebut, berisi larangan umat Islam merayakan Idul Fitri di Karubaga, Tolikara.
Mereka juga meminta umat Islam tak berjilbab. Pada surat edaran yang sama, Nayus menjelaskan pihaknya juga melarang pemeluk agama mendirikan tempat ibadah di Tolikara.
Surat tersebut ditembuskan ke kepolisian resor dan pemerintah daerah Tolikara beberapa hari sebelum Hari Raya Idul Fitri. Namun, Jumat lalu masyarakat muslim Tolikara tetap menggelar salat Idul Fitri dan mengumandangkan takbir dengan pengeras suara, di lapangan Makoramil 1702/ Karubaga. Lapangan tersebut berdekatan dengan penyelenggaraan KKR jemaat GIDI.
Musala Baitul Mutaqin yang terletak di kompleks Makoramil ikut terbakar, bersama dengan beberapa kios dan rumah di sekitarnya.
TIKA PRIMANDARI