PBNU Dukung Insiden di Tolikara Diselesaikan Secara Damai

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengimbau kepada seluruh umat Islam di Indonesia untuk tidak mudah terpancing dengan adanya insiden di Tolikara, Papua.

“Umat Islam jangan terpengaruh dan tidak melakukan aksi anarkis terkait bentrokan Tolikara,” ujar Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj melalui siaran pers, Jumat (24/7).

Hal ini perlu dilakukan, kata dia, agar kerukunan antar umat beragama tetap terjaga.  Mengenai insiden yang menggemparkan umat Islam Indonesia ini, ia berharap bentrokan yang terjadi di Kecamatan Karubaga itu tidak terulang kembali di kemudian hari.

Karena jika terulang, menurutnya, bentrokan semacam itu akan merusak persatuan Indonesia. Terutama, lanjut dia, di saat masyarakat Indonesia dalam menghadapi era globalisasi saat ini.

Said Aqil juga berharap agar tidak ada aktor intelektual di balik kejadian ini. Jika ada, kata dia, hal itu jelas akan sangat jahat sekali. Sebab sesungguhnya bangsa ini merupakan bangsa yang berbudaya. Oleh sebab itu, ia menegaksan semua pihak perlu sepakat untuk  merangkul semua komponen yang ada di bangsa ini.

“Saya berharap pemerintah, melalui aparat penegak hukumnya untuk segera mengungkap kejadian ini dan menindak pelakunya,” jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum PBNU mengaku sangat  mendukung adanya penyelesaian dengan cara damai tanpa upaya balas dendam. Menurutnya, cara ini  efektif meredam konflik yang berkepanjangan. Untuk itu, ia mengungkapkan penolakannya jika ada pihak yang melalukan cara penyelesaiannya dengan kekerasan.

 

sumber: Republika Online

Tolikara Diminta Teladani Masyarakat Aceh

Kerusuhan yang terjadi di Tolikara menimbulkan kekecewaan dari banyak pihak. Wakil Ketua Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Ghazali Abbas Adan mengatakan, salah satu faktor pemicu konflik itu adalah minimnya toleransi dalam masyarakat.

Karena itu, Ghazali meminta agar masyarakat Tolikara mencontoh Aceh. “Masyarkat Tolikara harus teladani masyarkat Aceh,” katanya kepada Republika, Kamis (30/7).

Menurut senator dari Aceh itu, salah satu aspek yang dapat dijadikan teladan dari masyarakat Aceh adalah tingginya toleransi dalam masyarakat.

Aceh merupakan daerah yang berdasarkan Undang-Undang (UU) dengan tegas memberlakukan syariat Islam. Namun, lanjut Ghazali, masyarakat non-muslim di Aceh tetap dapat melaksanakan ibadah tanpa perlu khawatir akan mendapat gangguan atau bahkan teror.

“Sejatinya, jika toleransi beragama diterapkan dengan baik, kerusuhan di Tolikara tidak akan pernah terjadi,” ucap dia.

 

sumber: Republika Online

Redaktur : Ilham
Reporter : Eric Iskandarsjah Z

Kapolri: 12 Korban Tertembak di Tolikara, Mereka yang Melanggar HAM!

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengungkapkan bahwa pada kasus Tolikara, Papua pada Jumat (17/7), Polri terpaksa mengeluarkan tembakan karena tak mengindahkan peringatan petugas. Ketika upaya negosiasi dilakukan, justru massa tersebut terus mendesak dan melakukan pelemparan. Upaya penembakan pun dilakukan untuk menegakkan hukum konstitusi.

“Maka dilakukan penembakan. Penembakan yang dilakukan aparat kepolisian itu wujud dari upaya negara untuk menjamin konstitusi harus tegak. Karena tidak boleh melanggar konstitusi. Jadi, kalau yang 12 itu korban tertembak, ya itu risiko karena dia melanggar konstitusi dan HAM,” ujar Kapolri, dilansir Divisi Humas Polri.

Selanjutnya, Kapolri meminta agar semua pihak bisa bersikap dengan kepala dingin. Ia berjanji Polri akan bersikap tegas dengan memproses siapapun yang terlibat dalam kasus ini. “Saya meminta tokoh agama dan juga umatnya untuk menanggapi kasus ini dengan kepala dingin. Serahkan semuanya pada Polri. Siapapun yang bersalah akan kita tindak, kita proses secara hukum,” tuturnya.

Menurut dia, Indonesia merupakan negara majemuk yang toleransi mesti dibangun. Perbedaan kemungkinan bisa menjadi sumber konflik, namun harus dipahami agar faktor ini justru menjadi perekat persatuan bangsa.

“Mari kita bangun kesadaran kerukunan antar umat beragama. Kita bangun toleransi karena Indonesia ini negara yang plural, yang majemuk terdiri dari berbagai macam suku, berbeda agama, berbeda adat istiadat, berbeda bahasa. Semua banyak perbedaan,” ajaknya.

sumber: Republika Online

Sebelum Insiden, MUI Sudah Ingatkan Kapolres Tolikara

TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Sorong Ahmad Anderson Meage mengatakan umat islam di Tolikara telah mewaspadai surat yang diedarkan oleh kelompok Gereja Injil di Indonesia. Bahkan, mereka telah menghadap Kepala Kepolisian Resor Tolikara dan Bupati Tolikara.

“Tapi, mereka menjamin pada hari raya akan aman dan tak perlu memilkirkan edaran tersebut,” ujar Anderson ketika dihubungi Tempo, Ahad, 19 Juli 2015.

Anderson menyayangkan Kepolisian bisa kecolongan hingga akhirnya terjadi bentrokan.

Kelompok GIDI, kata Anderson, memang kerap berbuat seenaknya di tanah Tolikara. Menurut Anderson, tak hanya umat Islam yang dilarang beribadah, umat kristen yang tidak sealiran dengan GIDI-pun diperlakukan serupa. “Makanya kami semua menuntut kelompok itu dibubarkan,” ujar Anderson.

Selain itu, Anderson juga meminta Kepala Kepolisian Jenderal Badrodin Haiti dan Kepala Kepolisian Daerah Inspektur Jenderal Yotje Mende mengevaluasi kinerja Kapolres Tolikara. “Saya harap pak Kapolri dan Kapolda segera bertindak dan meninjau langsung,” katanya.

Bentrok dipicu dari surat edaran Ketua GIDI wilayah Tolikara Pendeta Nayus Wenea dan Sekretaris GIDI Pendeta Marthe Jingga kepada umat muslim di Tolikara. Surat yang juga disampaikan ke Kepolisian Resor Tolikara dan pemerintah daerah tersebut, berisi larangan umat Islam merayakan Idul Fitri di Karubaga, Tolikara.

Mereka juga meminta umat Islam tak berjilbab. Pada surat edaran yang sama, Nayus menjelaskan pihaknya juga melarang pemeluk agama mendirikan tempat ibadah di Tolikara.

Surat tersebut ditembuskan ke kepolisian resor dan pemerintah daerah Tolikara beberapa hari sebelum Hari Raya Idul Fitri. Namun, Jumat lalu masyarakat muslim Tolikara tetap menggelar salat Idul Fitri dan mengumandangkan takbir dengan pengeras suara, di lapangan Makoramil 1702/ Karubaga. Lapangan tersebut berdekatan dengan penyelenggaraan KKR jemaat GIDI.

Musala Baitul Mutaqin yang terletak di kompleks Makoramil ikut terbakar, bersama dengan beberapa kios dan rumah di sekitarnya.

TIKA PRIMANDARI

Begini Kondisi Terakhir Muslim Korban Penyerangan Shalat Ied di Tolikara

Sebanyak 153 korban kebakaran di Karubaga, Ibu Kota Kabupaten Tiom, hingga kini masih mengungsi ke tempat aman, kata Kepala Polda Papua Irjen Pol Yotje Mende.

“Para korban kebakaran yang terjadi Jumat (17/7) ditampung di sekitar Koramil Karubaga, di dalam tenda yang didirikan di sekitar halaman koramil,” katanya di Jayapura, Sabtu (18/7) malam.

Dia mengatakan para korban saat ini membutuhkan bantuan, terutama pakaian karena mereka hanya memiliki pakaian yang di badan.

“Kami masih menunggu data lengkap dari Polres Tolikara tentang korban kebakaran terutama jenis kelamin dan usia karena hingga kini belum ada,” katanya.

Ia mengemukakan pentingnya partisipasi masyarakat dalam membantu mereka.

Berdasarkan laporan yang diterimanya saat pertemuan dengan Bupati Tolikara Usman Wanimbo, Presiden GIDI Dorman Wandikbo, unsur pimpinan daerah, serta Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Fransen Siahaan, kebakaran menghanguskan 53 kios yang juga tempat tinggal dan mushalla.

Khusus mushalla, katanya, dari keterangan Presiden GIDI, tidak dibakar, namun karena letaknya berada di kawasan kios sehingga ikut terbakar.

“Mushalla ikut terbakar karena memang letaknya berada di lingkungan kios yang dibakar, ” kata Mende yang didampingi Wakapolda Papua Brigjen Pol Rudolf Roja dan Kabid Humas Polda Papua Kombes Patrige.

Dia mengatakan dua kompi aparat keamanan yang terdiri atas brimob dan TNI AD saat ini sudah diturunkan kee Karubaga.

Penambahan pasukan itu dilakukan karena jumlah personel Polres Tolikara terbatas, hanya sekitar 100 orang, kata Kapolda Papua Irjen Pol Yotje Mende.

sumber: Republika Online