Seseorang murid atau pencari ilmu atau yang sedang dalam proses menuntut ilmu, agar yang dicarinya bisa dipahami dan dicapai serta menjadi barokah maka harus mempunyai adab dalam mencari ilmu.
Dalam kitab Mustakhlis Tazkiyah an-Nafs, Said Hawa menerangkan tentang adab dan tugas yang harus dilakukan oleh seorang murid dalam menuntut ilmu. Mengapa beradab itu penting? Sebab, ilmu tanpa adab sama saja sia-sia. Proses menuntut ilmu yang dilakukan hanya menjadi kesia-siaan semata.
Pertama, seorang murid mesti menyucikan jiwanya dari akhlak yang tercela saat akan mencari ilmu. Hal ini dimaksudkan agar ada niat yang benar-benar tulus untuk menuntut ilmu sebagai upaya untuk menghilangkan kebodohan.
Jika akhlak tercela masih menyelimuti jiwa sang murid, maka ilmu akan sulit masuk pada dirinya. Mengapa demikian? Sebab, ilmu adalah ibadahnya hati, shalatnya jiwa dan peribadatannya batin pada Allah Swt.
Kedua, seorang murid dianjurkan untuk mengurangi keterikatannya dengan kesibukan dunia. Kesibukan dunia akan menjadikan seseorang lebih sibuk dengan dunia dan memalingkannya dari ilmu. Jika pikiran terpecah, maka seorang murid tidak akan bisa mengetahui berbagai hakikat yang ada.
Oleh karena itu, ada sebuah adagium yang berbunyi: “Ilmu tidak akan memberikan kepadamu sebagiannya, sebelum kamu menyerahkan kepadanya seluruh jiwamu. Jika kamu telah memberikan seluruh jiwamu kepadanya, tapi ia baru memberikan sebagiannya kepadamu, maka kamu sedang dalam bahaya.”
Pikiran yang bercabang saat sedang menuntut ilmu bisa dikarenakan berbagai hal. Pikiran bagaikan sungai kecil yang airnya bercabang kemana-mana, sehingga sebagiannya dengan mudah diserap tanah dan sebagian lagi dihirup udara. Sehingga, tidak ada yang terkumpul dan sampai ke ladang tanaman yang utama.
Ketiga, para penuntut ilmu mesti bersikap tawadhu’ dan tidak sombong. Sikap tawadhu’ ini juga berlaku untuk orang yang bodoh atau orang yang berilmu. Para penuntut ilmu juga tidak boleh sewenang-wenang kepada sang guru, meskipun tingkat keilmuan sang guru berada di bawah sang murid.
Ilmu enggan takluk kepada pemuda yang congkak, sebagaimana banjir enggan berada di tempat tinggi. Oleh karena itu, seorang murid mesti mendengarkan nasehat-nasehat dari gurunya dan patuh kepadanya.
Keempat, orang yang sedang mencari atau menekuni ilmu pada tahap awal sudah semestinya menjaga diri dari mendengarkan perselisihan di antara manusia. Baik itu ilmu yang ditekuni tersebut ilmu dunia atau bisa juga ilmu akhirat. Hal tersebut akan membingungkan akal dan pikiran, serta akan membuat putus asa seseorang untuk melakukan kajian dan tela’ah yang mendalam terhadap ilmu.
Kelima, adab dalam menuntut ilmu selanjutnya adalah bagi para penuntut ilmu mestinya tidak meninggalkan suatu cabang ilmu yang terpuji atau salah satu jenis ilmu. Sebab, ilmu pengetahuan akan saling mendukung dan terkait antara satu dengan lainnya. Maka, dalam menuntut ilmu, manusia tidak dianjurkan untuk membenci satu cabang ilmu meskipun ilmu tersebut sangat sulit dipelajari.
Keenam, seorang murid tidak dianjurkan untuk menekuni semua bidang keilmuan secara sekaligus. Tapi, menekuni sesuai urutan dan dimulai dengan yang paling penting.
Hal ini akan membuat ketidakfokusan dan pemahaman terhadap ilmu yang setengah-setengah, serta bisa menimbulkan pemahaman yang salah. Sebab, tidak mungkin juga seseorang menekuni semua bidang keilmuan, sebab ilmu itu begitu luas sedangkan umur manusia begitu terbatas.
Ketujuh, penuntut ilmu tidak dianjurkan untuk memasuki suatu cabang ilmu sebelum menguasai cabang ilmu sebelumnya. Sebab, ilmu telah tersusun secara berurutan, dan sebagiannya adalah jalan bagi sebagian yang lain. Orang yang mendapat taufiq dalam menuntut ilmu adalah orang yang menjaga urutan dan tahapan yang telah ada.
Kedelapan, dalam menuntut ilmu, sudah semestinya penuntut ilmu mengetahui faktor penyebab seseorang bisa mengetahui ilmu yang paling mulia. Ilmu yang paling mulia adalah ilmu yang bisa membawa manfaat untuk sesama, baik itu ilmu dunia atau juga ilmu akhirat.
Kesembilan, tujuan menuntut ilmu semestinya adalah untuk menghias dan mempercantik batinnya dengan keutamaan ilmu. Tujuan menuntut ilmu di akhirat adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan para makhluk ciptaan-Nya yang mempunyai derajat tinggi.
Maka dari itu, dalam menuntut ilmu, para murid tidak dianjurkan untuk mempunyai tujuan tak terpuji seperti untuk mendapatkan kekuasaan, harta, pangkat, atau mengelabuhi orang-orang bodoh, atau membanggakan diri kepada sesama orang berilmu.
Kesepuluh, adab dalam menuntut ilmu yang terakhir adalah hendaknya mengetahui kaitan ilmu dengan tujuannya agar bisa mengutamakan yang lebih tinggi ketimbang yang rendah, dan yang lebih penting daripada yang lainnya. Perlu dicatat, ilmu yang dipelajari tersebut mesti mampu membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.[]